Kamis, 18 Februari 2016

Hentikan Membunuh Jawa dengan Krisis Ekologi

Yogyakarta 18/2/2016. Pertemuan WALHI se Jawa yang diselenggarakan di Yogjakarta menghasilkan temuan terkini tentang kondisi lingkungan di Pulau Jawa. Pertemuan yang berlangsung selama 3 hari ini diikuti oleh WALHI DKI Jakarta, WALHI Jabar, WALHI Yogyakarta, WALHI Jateng dan WALHI Jatim.
Dalam pertemuan tersebut terungkap fakta bahwa kondisi lingkungan pulau di pulau jawa makin terancam dengan politik kebijakan pemerintah sektor pembangunan ekonomi  terutama infrasruktur. Kebijakan ekonomi yang mengedepankan pembangunana infrastruktur ini tercermin dari dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) dan proyek Masterpaln percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi indonesia (MP3EI). Dua dokumen tersebut adalah resep membayakan bagi kelangsungan kehidupan dan lingkungan hidup di Jawa. Apalagi ditambah dengan peraturan pelaksananya.
Siklus lingkungan di Jawa sudah hampir tidak berfungsi, bencana ekologi ada didepan mata. Berdasarkan data 2015 WALHI bahwa setidaknya ada 1071 desa yang mengalami bencana seperti banjir, tanah longsor dan rob di Jawa Barat. Data ini mengkonfirmasi bahwa Propvinsi Jawa Barat adalah daerah paling rawan kedua setelah Aceh yang paling banyak mengalami bencana. Selain itu korban bencana ekologi terbesar berada di Jawa Tengah yang menelan korban jiwa sebanyak 152 orang.
Model kebijakan pemerintah pusat mempunyai andil besar terhadap kondisi daya dukung dan daya tampung lingkungan di pulau jawa. Selama ini WALHI region Jawa sangat aktif diberbagai ruang advokasi untuk menyelamatkan kondisi lingkungannya pulau jawa. Berbagai usaha perusakan lingkungan terjadi dipulau jawa.
Direktur Eksekutif WALHI DKI Puput TD Putra menyampaikan bahwa selama beberapa tahun ini kelihatan masifnya inflitrasi industri di DKI Jakarta. Kondisi ini adalah ancaman serius jika terus dibiarkan, reklamasi 17 pulau baru DKI adalah contoh nyata bagaimana model pembangunan yang mengesampingkan keberlanjutan ruang-ruang hidup nelayan. Persoalan lain adalah rencana relokasi nelayan tradisional ke satu pulau yang dipastikan akan menghilangkan sumber ekonomi mereka.
Sementara itu Wahyudin advokasi WALHI Jawa Barat menyampaikan ancaman linkungan di Jawa Barat semakin nyata dengan adanya proyek-proyek baru seperti kereta api cepat jakarta – bandung yang akan memangkas kawasan tangkapan air yang menjadi sumber air di waduk jati luhur. Dimana Waduk Jatiluhur adalah penyuplai air di beberapa kota seperti di Bandung, Bekasi dan Jakarta,sisi lain dalam pembuatan kereta cepat terkesan di paksakan dilihat dari pembuatan ijin dokumen lingkungan tidak melalui prosuder yang semestinya dilakukan baik oleh pemerintah maupun pihak ke Tiga, banyak aturan yang di langgar, salah satunya mengenai aturan UU no 32 tahun 2009 ttg perlindungan dan pengelolaan Lingkungan hidup, PP 27 thn 2012 ttg Ijin Lingkungan dan Permen LH no 16 thn 2012 ttg Pedoman penyusunan Dokument Amdal. Selain itu problem lingkungan dan sosial atas beroperasinya PLTU di cirebon sangat mempengaruhi kondisi lingkungan di wilayah pesisir pulau jawa dan mengancan terhadap perekonomian serta kesehatan warga yang berdekatan dengan lokasi kegiatan. Pembangunan Waduk Jatigede juga bagian besar skenario menghancurkan pulau jawa, perlu diketahui bersama membangun hutan perlu waktu lama, sehingga praktik penghilangan hutan yang ada harus di hentikan di Jawa Barat. Dampak lain yang terjadi ada sebanyak 900.000 pohon akan hilang karena di tebang serta hilngnya flora dan pauna di kawasan pembangunan Waduk Jatigede. Sekitar 70.000 jiwa akan kehilangan tempat tinggal dan 3.200 ha kawasan pertanian warga yang subur.
Halik Sandera dari WALHI Yogyakarta menyampaikan bahwa sampai saat ini ada penolakan relokasi masyarakat paska erupsi oleh warga 3 dusun di desa glagaharjo Cangkringan Sleman. Selain itu  ancaman tambang pasir ilegal di lereng lingkar merapi khususnya di lahan yang sampai saat ini tidak jelas penegakan hukumnya akan berdampak buruk terhadap lingkungan khususnya krisis air bersih. Kebijakan penataan ruang perkotaan Yogyakarta untuk memfasilitasi pembangunan hotel, apartemen, dan pusat pembelanjaan juga mempunyai dampak besar terhadap turunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan di Yogyakarta. Yang terakhir adalah rencana pembangunan bandara baru di Kulonprogo yang sampai saat ini mendapat penolakan masyarakat karena pembangunan bandara baru ini akan menghilangkan sumber – sumber kehidupannya.
Sementara itu Ismail Al-habib Direktur Eksekutif WALHI Jawa Tengah, menyampaikan saat ini Jawa Tengah dalam ancaman besar industri tambang semen. Di Jawa Tengah khususnya di Kabupaten Pati, Rembang, Wonogiri dan Kebumen saat ini masyarakatnya sedang melawan usaha industri eksploitasi tambang semen di kawasan ekosistem karst. Di Jawa Tengah groups – groups besar rebutan mengambil wilayah konsesi karst yang semakin menyempit. Apalagi sejak terbitnya keputusan menteri ESDM No. 17 Tahun 2012 tentang kawasan bentang alam Karst yang memangkas luasan karst untuk memfasilitasi investasi industri. Selain itu kerusakan lingkungan hidup di Jawa Tengah bisa dilihat dari rusaknya beberapa DAS (daerah aliran sungai) seperti di DAS Garang yang dari hulu sampai hilir dalam kategori kritis. Pencemaran air dan krisis air bersih menjadi wujud nyata bahwa Jawa Tengah dalam kondisi membahayakan dalam aspek lingkungan hidup.
Ony Mahardika Direktur Eksekutif WALHI Jawa Timur menyampaikan kasus lapindo brantas menjadi penyebab bencana ekoligis terbesar dalam sejarah di nasional yang nyata didepan mata. Bencana lapindo bukannya didorong dalam konteks pertangungjawaban korporasi tapi malah pemerintah mengambil alih tanggung jawab atas kejahatannya lapindo. Korban sampai saat ini akan terus bertambah dan pasti kerusakan jawa bagian timur ini semakin parah. Kerusakan sisi pantai bagian utara dan selatan semakin tidak terbendung kasus lumajang adalah contoh kasus saja, jika dibuka dengan transparan maka kasus-kasus besar penambangan pasir besi akan terlihat lebih mengerikan baik modus mauapun keterlibatan aktir, kondisi ini jelas akan membahayakan kelangsungan lingkungan. Sedangkan eksploitasi air semakin banyak di wilayah atas seperti di Malang dan Batu.
Sementara itu Muhnur Satyahaprabu dari Manager Kebijakan Eksekutif Nasional WALHI menyampaikan saat ini kebijakan pemerintah membuka lebar ruang investasi tetapi tidak didahului dengan kebijakan perlindungan lingkungan hidup lingkungan hidup. Proyek-proyek besar seperti reklamasi, pembangunan waduk, dan jalan tol , pengelolaan sampah berbasis teknologi, eksploitasi kawasan esensialn karst adalah ancaman terbesar saat ini. Pengaturan tata ruang dibuat untuk memfasilitasi kejahatan lingkungan hidup. Perlu diketahui rezim jokowi memproyeksikan pembangunan tol di jawa sepanjang lebih dari 1000 km dan juga akan membangun lebih dari 80 jenis pambangunan infrastrukturlainya. Konsep pembangunan ini akan sangat membebani pulau jawa karena tidak didahului dengan kebijakan pencegahan kerusakan seperti kajian lingkungan hidup (KLHS) atau setidaknya kebijakan rencana pembangunan. Kebijakan sektor kehutanan juga tidak pernah berhenti untuk merusaknya. Saat ini luas total izin pinjam pakai untuk eksplorasi/ survey tambang di jawa timur seluas 3,983 hektar sementara luas total kawasan hutan yang diberikan izin pinjam pakai untuk produksi tambang di jawa paling luas da di Jawa Barat yaitu seluas 168,35 hektar. Akibat eksploitasi yang terus menerus hutan jawa mengalami kondisi kritis seperti terjadi di Jawa Timur ada setidaknya 608,913 hektar hutan kritis.Jika melihat kondisi ini, ada upaya kebijakan secara sistematis untuk membunuh Jawa secara cepat. tutupnya.

Kontak Person :
Halik Sandera (WALHI Yogyakarta) – 085228380002
Ony Mahardika (WALHI Jawa Timur) – 082244220111
Puput TD Putra (WALHI DKI Jakarta) – 08119996308
Wahyudin (WALHI Jawa Barat) – 082216969006
Ismail Al-habi (WALHI Jateng) – 0811800763
Muhnur Satyahaprabu (Eknas WALHI ) – 081326436436

0 komentar:

Posting Komentar