Sabtu, 25 Juni 2016

9 Kartini Kendeng "sowan" mBah Maemun

[Press-Release] 





"Duh sang guru
Ucap ndiko kulo tiru
Kangge keslametan
Mundi dawuh poro wali
Tansah kudu..nyekel jejegke paugeran.
Kendeng niku
Kanggo timbangan satuhu
Aning jagatroyo
Monggo sami dipunjagi
Kangtan kendhat..anyekapi sandhang boga."
__________________________
Tembang: Pucung 

Sabtu 25 Juni 2016 - jam 16:00 WIB, sembilan orang perempuan petani Kendeng yang dikenal sebagai 9 Kartini Kendeng sowan ke Mbah Maemun pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Rembang, Jawa Tengah. Kedatangan Sembilan Kartini Kendeng ke kyai kharismatis ini adalah wujud bakti dan kasih sayang seorang anak-anak perempuan pada ayahnya sekaligus bagian dari perjuangan mereka untuk mempertahankan kelestarian Pegunungan Kendeng Utara dari ancaman industri semen.

Sembilan perempuan Kendeng yang terdiri dari Sukinah, Sutini, Karsupi, Ambarwati, Surani, Deni, Murtini, Ngadinah dan Giyem mendapatkan predikatnya sebagai 9 Kartini Kendeng sejak mereka melakukan aksi menyemen kakinya untuk menolak kehadiran industri semen di depan Istana Negara beberapa waktu yang lalu. Sebutan Kartini Kendeng juga diberikan kepada ibu-ibu yang lain yang telah mendirikan tenda di tapak pabrik semen di Rembang sejak tanggal 16 Juni 2014 untuk perjuangan yang sama.

Mbah Maemun sendiri adalah kyai kharismatis yang mempunyai pengaruh yang besar di tingkat lokal maupun nasional. Dalam kawasan basis "Kyai-Pesantren-Santri", Mbah Maemun mempunyai peran yang sentral bagi masyarakat di sekitarnya, termasuk bagi ibu-ibu yang tergabung dalam 9 Kartini Kendeng. Seperti halnya Alissa Wahid yang datang di tenda 26 juni 2014 dan komunitas GUSDURIAN, FN-KSDA ( Front Nadhliyin untuk Kedaulatan Sumberdaya Alam) dll, yang sudah bertekad bulat menolak industri semen, ibu-ibu tersebut berharap Mbah Maemun berkenan memberikan doa dan dukungan pada perjuangan mereka. 

Selain wajib dijaga karena alasan lingkungan, Sembilan Kartini Kendeng melihat bahwa Pegunungan Kendeng juga harus dijaga karena memiliki berbagai situs sejarah dan budaya yang penting, seperti Makam Kartini, Makam Nyai Ageng Ngerang, Pertapan Ibu Kunthi, Situs Sunan Bonang, dll. Kepemimpinan Mbah Maemun sebagai tokoh kyai amat menentukan upaya untuk merawat situs Walisanga dan situs sejarah yang lain yang terserak di Pegunungan Kendeng Utara.

Pembangunan tapak pabrik semen hendak didirikan di Rembang dikhawatirkan akan mengancam keberlanjutan Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih yang merupakan kawasan lindung geologi dan kawasan resapan air terbesar yang memasok sumber-mata air yang ada di sekitarnya. Volume air yang dihasilkan oleh mata air-mata air yang ada di pegununungan karst ini dalam satu hari mencapai sekitar 51.840.000 liter air. Sekitar 10% diantaranya dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat dan sisanya didistribusikan ke lahan pertanian, termasuk sebagai pasokan PDAM Rembang. Jika nilai ini divaluasi sebagai potensi ekonomi, maka nilai air yang dihasilkan akan melebihi nilai yang didapat dari sektor pertambangan, yang justru berpotensi mengurangi bahkan menghilangkan pasokan dan distribusi air pada sumber mata air yang ada.

Seperti diketahui dalam pelbagai kajian lingkungan, bahwa produksi semen memiliki potensi mengancam lingkungan hidup. Ancamannya menjadi berlipat ganda jika ia berada dalam lingkungan padat penduduk seperti Jawa. 
Perebutan sumber daya akan terjadi antara penduduk dan korporasi. 
Pertambangan memiliki potensi mengubah lanskap, siklus air dan ekosistem Bumi. Emisi gas rumah kaca dari proses pembuatan semen, yaitu penyinteran batu gamping setidaknya menyumbang sejumlah 5% atas emisi panas global. Sementara emisi industri semen di seluruh dunia adalah empat kali lebih besar dari keseluruhan emisi pesawat terbang di dunia. Bahan dasar semen adalah batu kapur dan tanah liat, kemudian bahan-bahan ini dipanaskan dengan pasir dan bijih besi dalam suhu 1450 derajat (proses sinter) dan digiling dengan bahan-bahan lainnya (pasir, batu kapur, abu dan gips) menjadi semen. 
Proses ini juga membawa efek ikutan seperti debu, asap dan pencemaran udara di lingkungan pabrik semen dan juga ikutan lain, yaitu asap beracun seperti nitrogen oksida, sulfur dioksida, dan lain-lain. Jika ia berada dalam kawasan padat penduduk, maka ini amat problematis karena akan mengancam peri kehidupan di sekitarnya, baik ekologi dan manusianya.
Persoalan Rembang merupakan representasi persoalan pulau Jawa pada umumnya dimana banjir dan longsor yang kian intens melanda Jawa menunjukkan kerusakan dayadukung lingkungan yang terdampak buruk akibat gencarnya pembangunan industri ekstratif di Jawa.

Perlu dicatat 52 persen bencana nasional terjadi di Jawa, dan pada tahun 2015,dari 118 Kabupaten kotamadya Jawa, 80% mengalami banjir bandang, sementara 90% mengalami kekeringan yang berkepanjangan.

Produksi semen di Indonesia mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi. 
Antara tahun 2009 dan 2013 produksi semen naik sekitar 50% untuk menggenjot pembangunan infrastruktur dalam negeri. Klaim pemenuhan kebutuhan dalam negeri ini juga belum dapat diverifikasi, karena menurut laporan Berita Satu dan rilis Global Cement sendiri, justru rencana produksi semen Rembang akan digunakan untuk ekspor. Ini adalah sebuah pernyataan yang kontradiktif, bahwa semen adalah untuk dalam negeri, tetapi ternyata untuk ekspor.

Menurut laporan BeritaSatu (http://www.beritasatu.com/…/349635-industri-semen-kelebihan…): “Dengan beroperasinya enam pabrik baru, industri semen nasional mengalami kelebihan kapasitas produksi hampir 30% pada 2016 dengan total kapasitas semen naik menjadi 92 juta ton, sedangkan permintaan semen domestik diperkirakan sekitar 65 juta ton pada tahun ini”. 
Di sisi lain, kata Widodo, produsen semen akan melakukan sejumlah langkah strategis. Salah satunya adalah dengan menggenjot ekspor ke sejumlah negara. “Ekspor rencananya ditujukan ke negara-negara di Afrika, Srilanka, Bangladesh, Timur Tengah, Australia, Filipina, Papua Nugini, dan Timor Leste,” terang dia. 

Berdasarkan data ASI, total ekspor semen nasional pada 2015 mencapai 1,00 juta ton, naik 280% dari tahun sebelumnya 265,16 ribu ton. Sebanyak 561,76 ribu ton berupa ekspor dalam bentuk semen, dan sisanya 445,74 ribu ton ekspor clinker. 
Dalam rilisnya Global Cement pada 25 Februari 2016 (http://www.globalcement.com/news/itemlist/tag/Indonesia) menyatakan bahwa ekspor semen Indonesia rencananya diambil dari produksi di Rembang. Data ini menunjukkan bahwa rencana produksi pabrik semen dari Rembang bukan untuk dalam negeri, tetapi untuk ekspor. 

Kontak Person
Joko Prianto 082314203339
Sukinah 082329975823

0 komentar:

Posting Komentar