Kamis, 01 Oktober 2015

Membaca Kritis Perubahan Bentang Alam Karst Gombong Selatan [1]

Sebegitu mudahkah orang merubah aturan yang telah ditetapkan? 
Atas kepentingan siapakah perubahan itu dipaksakan?

Saat masyarakat sekitar Kawasan Bentang Alam Karst Gombong Selatan resah karena dihadapkan pada hantu rencana operasionalisasi pabrik semen, dimunculkan hantu kedua di sisi bentangan lainnya. Realitas bahwa kini ada 2 investor yang siap memporak-porandakan pegunungan karst Gombong selatan; adalah realitas yang memunculkan penolakan massarakyat penghuninya.

Sebagian fihak menghinakan penolakan itu dengan menebarkan stigma bodoh kepada masyarakat yang mulai membangun organ resistensi.

“Bagaimana mau maju, jika masyarakat menolak industri semen”, begitu kata seorang aktivis LSM benalu tapi sok pinter itu.

Dalih setengah melecehkan ini jalan beriringan dengan tahap penyiapan dokumen Amdal pt. Semen Gombong. Sebelumnya, pada tahun 2013, atas usulan Pemkab Kebumen dilakukan lah perubahan regulasi yang memungkinkan sulap kawasan bentang alam karst K-1 jadi boleh dieksploitasi. Lahirlah Permen ESDM No: 17 Tahun 2012 sebagai anak kandung konspirasi antara birokrasi dengan investor, sembari datangkan masuk satu lagi investor lain dalam carut-marut yang sama.

Maling Regulasi

Dalam idiom budaya lokal, masyarakat menggolongkan 3 jenis maling di dunia; yakni maling linggis, maling tulis dan maling hadist. Sebutan maling linggis identik dengan pencuri tradisional yang karena desakan kebutuhan hidup melakukan pencurian. Sedangkan maling tulis sebagai identivikasi terhadap mereka yang melakukan pencurian, dalam konteks ini, pencurian sumber daya alam; dengan cara merubah regulasi sesuai dengan kewenangan dalam hal kebijakan regulasi. Tak jauh berbeda dengan maling hadist yang memanipulasi ayat-ayat dogmatis untuk tujuan memuluskan kepentingan strategisnya.

Permen ESDM No.17/2012 ini lahir untuk menyingkirkan regulasi yang melindungi KBAK Gombong selatan di era sebelumnya. Modus perubahan regulasi demikian memang menjadi trend dalam memanipulasi realitas ekologis. Rantai regulasi yang melarang kegiatan ekstraktif di kawasan karst terumbu sebagaimana diatur Kepmen ESDM No: 1456 K/20/MEM/2000, Kepmen ESDM No: 961 K/40/MEM/2003 dan Kepmen ESDM No: 1659 K/40/MEM/2004; pupus lah sudah.


Perilaku maling tulis ini setidaknya telah secara signifikan merubah [baca: menyusut] luasan KBAK Gombong Selatan seluas 8 Km2 dari total 48,94 Km2 ; sebagaimana yang tercatat pada Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2003 lalu. Penetapan Kawasan Karst Gombong Selatan sebagai Kawasan Eco-Karst oleh Presiden SBY pada 6 Desember 2004 di Wonosari, Gunungkidul; pun tak luput dari pencurian si maling tulis ini.  

0 komentar:

Posting Komentar