Sebegitu
mudahkah orang merubah aturan yang telah ditetapkan?
Atas kepentingan siapakah
perubahan itu dipaksakan?
Saat masyarakat sekitar Kawasan
Bentang Alam Karst Gombong Selatan resah karena dihadapkan pada hantu rencana operasionalisasi pabrik
semen, dimunculkan hantu kedua di sisi bentangan lainnya. Realitas bahwa kini
ada 2 investor yang siap memporak-porandakan pegunungan karst Gombong selatan;
adalah realitas yang memunculkan penolakan massarakyat penghuninya.
Sebagian fihak menghinakan
penolakan itu dengan menebarkan stigma bodoh kepada masyarakat yang mulai
membangun organ resistensi.
“Bagaimana mau maju, jika masyarakat
menolak industri semen”, begitu kata seorang aktivis LSM benalu tapi sok pinter
itu.
Dalih setengah melecehkan
ini jalan beriringan dengan tahap penyiapan dokumen Amdal pt. Semen Gombong.
Sebelumnya, pada tahun 2013, atas usulan Pemkab Kebumen dilakukan lah perubahan
regulasi yang memungkinkan sulap kawasan
bentang alam karst K-1 jadi boleh dieksploitasi. Lahirlah Permen ESDM No: 17
Tahun 2012 sebagai anak kandung konspirasi antara birokrasi dengan investor,
sembari datangkan masuk satu lagi investor lain dalam carut-marut yang sama.
Maling Regulasi
Dalam idiom budaya lokal,
masyarakat menggolongkan 3 jenis maling di dunia; yakni maling linggis, maling tulis dan
maling hadist. Sebutan maling linggis
identik dengan pencuri tradisional yang karena desakan kebutuhan hidup
melakukan pencurian. Sedangkan maling
tulis sebagai identivikasi terhadap mereka yang melakukan pencurian, dalam
konteks ini, pencurian sumber daya alam; dengan cara merubah regulasi sesuai
dengan kewenangan dalam hal kebijakan regulasi. Tak jauh berbeda dengan maling hadist yang memanipulasi
ayat-ayat dogmatis untuk tujuan memuluskan kepentingan strategisnya.
Permen ESDM No.17/2012 ini
lahir untuk menyingkirkan regulasi yang melindungi KBAK Gombong selatan di era
sebelumnya. Modus perubahan regulasi demikian memang menjadi trend dalam memanipulasi realitas
ekologis. Rantai regulasi yang melarang kegiatan ekstraktif di kawasan karst terumbu sebagaimana diatur Kepmen ESDM No:
1456 K/20/MEM/2000, Kepmen ESDM No: 961 K/40/MEM/2003 dan Kepmen ESDM No: 1659
K/40/MEM/2004; pupus lah sudah.
Perilaku maling tulis ini setidaknya telah secara
signifikan merubah [baca: menyusut] luasan KBAK Gombong Selatan seluas 8 Km2
dari total 48,94 Km2 ; sebagaimana yang tercatat pada
Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2003 lalu. Penetapan Kawasan Karst Gombong
Selatan sebagai Kawasan Eco-Karst oleh
Presiden SBY pada 6 Desember 2004 di Wonosari, Gunungkidul; pun tak luput dari
pencurian si maling tulis ini.
0 komentar:
Posting Komentar