Anugerah Perkasa
| Senin, 05/10/2015 05:53 WIB
Ilustrasi
Kabar24.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menelusuri masalah pertambangan batu kapur di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah terkait dengan upaya penyelamatan sumber daya alam dan pencegahan korupsi.
Pertambangan batu kapur di Pegunungan Kendeng Utara, Kabupaten Rembang, dalam 3 tahun terahir menjadi kontroversi karena PT Semen Indonesia Tbk (Persero) akan menambang batu kapur di kawasan Cekungan Air Tanah Watu Putih, yang selama ini berguna sebagai mata air warga lokal.
Rencana bisnis itu kemudian ditolak oleh pelbagai elemen masyarakat, mulai dari petani lokal, akademisi, sampai organisasi lingkungan. Penolakan berlangsung hingga kini.
Tim Pencegahan Korupsi Sumber Daya Alam (SDA) KPK mendatangi Kabupaten Rembang pada Jumat, pekan lalu untuk melakukan kajian awal pertambangan batu kapur atau yang dikenal sebagai karst.
Selain mendatangi Gua Wiyu, Tim Pencegahan Korupsi SDA KPK juga bertemu masyarakat dan ulama Mustofa Bisri, pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuth Thalibin, Rembang.
Ketua Tim Pencegahan Korupsi SDA KPK Dian Patria menuturkan kedatangan mereka merupakan upaya persiapan kajian sistem tata kelola pertambangan karst.
Dia menyatakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk batu kapur terdapat pada empat wilayah yakni Kabupaten Blora, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Pati dan Kabupaten Rembang.
"Ini baru langkah awal, persiapan kajian sistem tata kelola pertambangan karst," kata Dian ketika dikonfirmasi Bisnis di Jakarta, pekan lalu.
Selain bertemu dengan ulama Mustofa Bisri, KPK juga bertemu para ibu yang sudah setahun lebih tinggal di tenda sebagai protes penolakan operasi bisnis semen tersebut. Tak hanya itu, KPK pun mendatangi kawasan-kawasan yang memiliki IUP.
Kajian KPK menemukan sedikitnya sepuluh persoalan yang terdapat pada pengelolaan mineral dan batu bara. Di antaranya adalah penataan IUP; peningkatan sistem data dan informasi; pelaksanaan kewajiban reklamasi dan pasca tambang, serta pengoptimalan penerimaan negara.
Kebutuhan Air
Petani dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Joko Prianto—yang juga bertemu dengan Tim Pencegahan Korupsi SDA KPK— menuturkan jika perusahaan melakukan penambangan di pegunungan batu kapur, maka akan menyebabkan rakyat sengsara.
Dia menuturkan warga lokal hanya ingin hidup dengan damai menjadi petani.
“Kalau tambang semen berdiri, maka kiamat buat kami,” kata Joko ketika dikonfirmasi pada pekan lalu. “Kami hanya ingin hidup damai menjadi petani.”
JMPPK menyatakan Cekungan Air Tanah Watu Putih memiliki sejumlah mata air yang selama ini mampu memenuhi kebutuhan 607.198 jiwa di 14 kecamatan, Kabupaten Rembang.
Pegunungan Kendeng Utara juga memiliki sungai bawah tanah yang memasok kebutuhan air rumah tangga dan lahan pertanian seluas 15.873,9 ha di Kecamatan Sukolilo dan 9.063,232 ha di Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati.
Walaupun demikian, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang telah menolak gugatan yang diajukan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan masyarakat pada April lalu terkait izin lingkungan kepada perusahaan.
Majelis hakim menyimpulkan gugatan para penggugat terhadap surat izin Gubernur Jawa Tengah yang mengeluarkan izin lingkungan PT Semen Gresik (Persero) Tbk, yang kini berganti menjadi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, telah melewati waktu atau daluarsa.
Di sisi lain, PT Semen Indonesia (Persero) Tbk dalam keterangan resminya menyampaikan penjelasan Daud Silalahi, Guru Besar Hukum Universitas Padjajaran tentang izin lingkungan.
Dalam pernyataannya, Daud menyatakan izin lingkungan merupakan keputusan yang mengikat karena telah melalui serangkaian uji dari pihak dan melibatkan para ahli di bidangnya.
" mencegah hal- hal yang tidak diinginkan berkaitan dengan lingkungan sekitar maupun dalam proses pembangunan industri, dalam hal ini, pembangunan Pabrik Semen Rembang," kata Daud, "Semua proses perizinan lingkungan ini bertujuan untuk memastikan semua perizinan kualitasnya bagus dilihat dari berbagai pihak."
Kabar24.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menelusuri masalah pertambangan batu kapur di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah terkait dengan upaya penyelamatan sumber daya alam dan pencegahan korupsi.
Pertambangan batu kapur di Pegunungan Kendeng Utara, Kabupaten Rembang, dalam 3 tahun terahir menjadi kontroversi karena PT Semen Indonesia Tbk (Persero) akan menambang batu kapur di kawasan Cekungan Air Tanah Watu Putih, yang selama ini berguna sebagai mata air warga lokal.
Rencana bisnis itu kemudian ditolak oleh pelbagai elemen masyarakat, mulai dari petani lokal, akademisi, sampai organisasi lingkungan. Penolakan berlangsung hingga kini.
Tim Pencegahan Korupsi Sumber Daya Alam (SDA) KPK mendatangi Kabupaten Rembang pada Jumat, pekan lalu untuk melakukan kajian awal pertambangan batu kapur atau yang dikenal sebagai karst.
Selain mendatangi Gua Wiyu, Tim Pencegahan Korupsi SDA KPK juga bertemu masyarakat dan ulama Mustofa Bisri, pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuth Thalibin, Rembang.
Ketua Tim Pencegahan Korupsi SDA KPK Dian Patria menuturkan kedatangan mereka merupakan upaya persiapan kajian sistem tata kelola pertambangan karst.
Dia menyatakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk batu kapur terdapat pada empat wilayah yakni Kabupaten Blora, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Pati dan Kabupaten Rembang.
"Ini baru langkah awal, persiapan kajian sistem tata kelola pertambangan karst," kata Dian ketika dikonfirmasi Bisnis di Jakarta, pekan lalu.
Selain bertemu dengan ulama Mustofa Bisri, KPK juga bertemu para ibu yang sudah setahun lebih tinggal di tenda sebagai protes penolakan operasi bisnis semen tersebut. Tak hanya itu, KPK pun mendatangi kawasan-kawasan yang memiliki IUP.
Kajian KPK menemukan sedikitnya sepuluh persoalan yang terdapat pada pengelolaan mineral dan batu bara. Di antaranya adalah penataan IUP; peningkatan sistem data dan informasi; pelaksanaan kewajiban reklamasi dan pasca tambang, serta pengoptimalan penerimaan negara.
Kebutuhan Air
Petani dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Joko Prianto—yang juga bertemu dengan Tim Pencegahan Korupsi SDA KPK— menuturkan jika perusahaan melakukan penambangan di pegunungan batu kapur, maka akan menyebabkan rakyat sengsara.
Dia menuturkan warga lokal hanya ingin hidup dengan damai menjadi petani.
“Kalau tambang semen berdiri, maka kiamat buat kami,” kata Joko ketika dikonfirmasi pada pekan lalu. “Kami hanya ingin hidup damai menjadi petani.”
JMPPK menyatakan Cekungan Air Tanah Watu Putih memiliki sejumlah mata air yang selama ini mampu memenuhi kebutuhan 607.198 jiwa di 14 kecamatan, Kabupaten Rembang.
Pegunungan Kendeng Utara juga memiliki sungai bawah tanah yang memasok kebutuhan air rumah tangga dan lahan pertanian seluas 15.873,9 ha di Kecamatan Sukolilo dan 9.063,232 ha di Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati.
Walaupun demikian, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang telah menolak gugatan yang diajukan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan masyarakat pada April lalu terkait izin lingkungan kepada perusahaan.
Majelis hakim menyimpulkan gugatan para penggugat terhadap surat izin Gubernur Jawa Tengah yang mengeluarkan izin lingkungan PT Semen Gresik (Persero) Tbk, yang kini berganti menjadi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, telah melewati waktu atau daluarsa.
Di sisi lain, PT Semen Indonesia (Persero) Tbk dalam keterangan resminya menyampaikan penjelasan Daud Silalahi, Guru Besar Hukum Universitas Padjajaran tentang izin lingkungan.
Dalam pernyataannya, Daud menyatakan izin lingkungan merupakan keputusan yang mengikat karena telah melalui serangkaian uji dari pihak dan melibatkan para ahli di bidangnya.
" mencegah hal- hal yang tidak diinginkan berkaitan dengan lingkungan sekitar maupun dalam proses pembangunan industri, dalam hal ini, pembangunan Pabrik Semen Rembang," kata Daud, "Semua proses perizinan lingkungan ini bertujuan untuk memastikan semua perizinan kualitasnya bagus dilihat dari berbagai pihak."
http://kabar24.bisnis.com/read/20151005/16/478815/kpk-kaji-masalah-tambang-batu-kapur-di-gunung-kendeng-rembang.-ini-temuan-awalnya#.VhG3tyx5xog.twitter
0 komentar:
Posting Komentar