Kamis, 07/07/2016 07:21 WIB
Petani Rembang menggelar Shalat Ied di Tenda Perjuangan. (Dok. Istimewa)
Jakarta, CNN Indonesia
--
Belasan pengendara memacu sepeda motornya pada
Selasa malam lalu. Mereka hampir sampai di pintu masuk lokasi
pembangunan pabrik PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, yang terletak di
kawasan Gunung Watuputih, Rembang, Jawa Tengah.
Tak macam dua tahun lalu, rombongan pengendara itu tak lagi dicegat petugas keamanan—polisi dan satpam—yang berjaga di gerbang pintu masuk pabrik. Semua motor bisa memasuki gerbang. Setelahnya, mereka menempatkan sepeda motor itu di sebelah tenda-tenda yang terletak di pinggir jalan pabrik.
Para pemilik motor tersebut adalah warga Desa Tegaldowo dan Desa Timbrangan, Kecamatan Gunem, Rembang. Sejak dua tahun lalu, kebanyakan perempuan petani, menyuarakan penolakan pendirian pabrik dan penambangan semen dari batu gamping di Pegunungan Kendeng Utara. Penolakan itu ditunjukkan dengan aksi mendirikan tenda-tenda yang disebut mereka sebagai ‘Tenda Perjuangan’.
Tak macam dua tahun lalu, rombongan pengendara itu tak lagi dicegat petugas keamanan—polisi dan satpam—yang berjaga di gerbang pintu masuk pabrik. Semua motor bisa memasuki gerbang. Setelahnya, mereka menempatkan sepeda motor itu di sebelah tenda-tenda yang terletak di pinggir jalan pabrik.
Para pemilik motor tersebut adalah warga Desa Tegaldowo dan Desa Timbrangan, Kecamatan Gunem, Rembang. Sejak dua tahun lalu, kebanyakan perempuan petani, menyuarakan penolakan pendirian pabrik dan penambangan semen dari batu gamping di Pegunungan Kendeng Utara. Penolakan itu ditunjukkan dengan aksi mendirikan tenda-tenda yang disebut mereka sebagai ‘Tenda Perjuangan’.
Kali ini, warga kedua desa itu ingin menyongsong Lebaran keesokan harinya. Ini adalah kali ketiga bagi warga Desa Tegaldowo dan Desa Timbrangan menjalankan ibadah Ramadan dan Idul Fitri di tenda tersebut. Seluruh aktivitas pada bulan suci, seperti tarawih, sahur, dan berbuka puasa dilakukan di sana. Demikian pula Salat Idul Fitri. Mereka melakukannya di depan tenda tersebut.
"Begitu ada pengumuman dari Kementerian Agama bahwa besok Lebaran, maka kami kumandangkan takbir di tenda, sebagian warga ikut takbiran di tenda,” ujar petani asal Desa Tegaldowo yang juga bekerja sebagai pendamping gerakan tenda perjuangan, Joko Prianto, kepada CNNIndonesia.com, Rabu (6/7).
Joko menuturkan tak pernah sekali pun warga ingin meninggalkan tenda perjuangan, sebelum pabrik semen membatalkan operasinya. Setelah takbiran, ada beberapa warga yang menginap di tenda.
Pada Rabu pagi, seratusan warga Tegaldowo dan Timbrangan mulai berdatangan ke Tenda Perjuangan. Mereka berangkat hampir bersamaan. Ada yang memakai sepeda motor atau menumpang truk milik salah seorang warga. Namun, ada juga yang berjalan kaki.
Warga juga mulai bersuci di tempat penampungan air dari sumber mata air pegunungan. Mereka yang siap melaksanakan Salat Id pun mulai memenuhi area yang ditutupi terpal dan tikar.
Begitu ada pengumuman dari Kementerian Agama, kami kumandangkan takbir di tendaJoko Prianto (Petani Rembang) |
"Kyai yang memimpin khotbah dan imam berasal dari kedua desa atau desa sekitar dan setiap tahunnya berbeda-beda. Untuk tahun ini, imam dan pemberi khotbah adalah Ustaz Ahmad Salim dari Desa Bitingan," kata Joko.
PT Semen Indonesia menargetkan pabrik semen di Rembang akan memproduksi sekitar 3 juta ton per tahun setelah beroperasi, memperkuat kapasitas produksi saat ini sekitar hampir 30 juta ton. Pada Juni lalu, perusahaan itu juga mendapatkan kucuran Kredit Investasi dari PT Bank Mandiri Tbk (Persero) senilai Rp3,96 triliun yang porsi terbesarnya digunakan untuk merampungkan pabrik di Rembang. Secara umum, pasokan semen nasional diperkirakan mencapai 107 juta ton pada 2017.
Saat Lebaran, warga pun membawa baskom berisi makanan. Mulai dari nasi, berbagai macam lauk-pauk, sayuran, dan buah-buahan. Seluruh makanan yang dibawa itu nantinya akan dikumpulkan menjadi satu dan dimakan bersama-sama pada acara kenduri.
"Setelah Salat Id, kami selamatan dan saling memaafkan. Saat selamatan, kami berdoa upaya kami selama ini bisa membuahkan keberhasilan, lingkungan desa dan sekitarnya selalu lestari. Kami kemudian makan bersama. Jadi benar-benar merayakan Idul Fitri di tenda," ujar Joko.
Lihat juga:Merendam Kaki di Semen demi Pegunungan Kendeng |
Salah seorang perempuan petani Rembang, Sukinah mengatakan bahwa tradisi kenduri setelah Salat Id itu sudah berkembang di Rembang sejak dirinya bocah.
"Dari saya masih kecil sudah ada tradisi itu, jadi kami meneruskan. Kalau dulu sebelum ada Tenda Perjuangan, warga beramai-ramai selamatan di perempatan jalan atau depan balai desa," katanya.
Tradisi kenduri petani Rembang usai salat id. (Dok. Istimewa)
|
Walaupun demikian, Sukinah menyayangkan masih adanya kendaraan pabrik yang lalu-lalang. Tetapi, tak macam tahun lalu, kali ini yang lewat adalah sepeda motor saja, bukan truk pengangkut material. Dia menyatakan petani pun mengajak para satuan pengaman untuk makan bersama usai Salat Id. Ada yang mau dan yang tidak.
“Mungkin sungkan atau bagaimana. Walaupun satpam ada yang suka mengejek, tapi tetap ada yang baik. Namanya juga manusia kan macam-macam,” ujar Sukinah.
Dia juga menyampaikan harapannya. Petani tidak lagi dipandang sebagai kaum kotor yang pantas untuk dicemooh dan tidak dihargai. Menurutnya, menjadi petani adalah suatu kebanggaan. Oleh karena itu, sambungnya, petani jangan diacuhkan dan disingkirkan lahannya.
Selain menjalankan ikhtiar di tenda, lanjut Sukinah, warga juga terus melakukan dialog dengan pemerintah. Sebagian mereka menemui Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan di kantornya pada 21 Mei lalu. Tak hanya itu, petani Rembang juga meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya untuk mengkaji kembali izin pabrik semen.
Sukinah yakin suatu hari nanti perjuangannya akan membuahkan hasil. “Kami yakin kejujuran akan terlihat. Kami yakin menang, entah itu kapan, tapi kemenangan akan terjadi," ujarnya. (asa/asa)
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160707062135-20-143415/doa-lebaran-petani-rembang/
0 komentar:
Posting Komentar