Selasa, 23 Oktober 2018

Aksi Perpag Tolak Tambang Berlanjut



PROFIL KBAK: Profil Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Gombong selatan yang tengah menghadapi ancaman kerusakan ekologi jika dijadikan areal tambang industri semen. Warga menolak dengan membangun organisasi Persatuan Rakyat Penyelamat Karst Gombong (Perpag). Foto: [Dok.Perpag] 

Pertemuan informal warga Persatuan Rakyat Penyelamat Karst Gombong selatan (Perpag) digelar berbarengan di beberapa dukuh (21/10) malam itu. Bukan hanya di Desa Sikayu, pertemuan informal persiapan dan sosialisasi aksi massa Perpag juga digelar di desa lainnya; Nagaraji, Banyumudal, Redisari, Ragadadi (Meto) dan sekitarnya. Desa Sikayu sendiri terdiri dari 6 pedukuhan: Semende, Kewunen, Kopek, Jeblosan, Karangkamal dan Karangreja; masing-masing menggelar pertemuan di tempat berbeda.

Sekitar 100 warga pedukuhan Kewunen juga menggelar rapat informal membahas persiapan aksi penolakan perpanjangan IUP (Ijin Usaha Pertambangan) di rumah keluarga Riso; salah satu warga dukuh Kewunen. Kadus Tukul Waluyo nampak hadir di tengah warga. Beberapa ibu-ibu dan perwakilan organisasi perempuan Muslimat dan Fatayat NU juga hadir meski di teras rumah seberangnya.

Sebagaimana diketahui warga Perpag, IUP pt Semen Gombong telah mendapat persetujuan perpanjangan sejak September 2018 lalu, seiring dengan momentum revisi Perda RTRW Jawa Tengah 2009-2029; dan dinilai memberi peluang luas bagi daerah yang diproyeksikan sebagai “lumbung tambang”. Dalam kaitan mana, Perpag sangat menentangnya.

Perpag Meluruskan Kampanye Hitam

RAPAT WARGA: Persatuan Rakyat Penyelamat Karst Gombong (Perpag) menggelar rapat warga dusun (21/10) hingga tingkat kampung dan lintas desa-desa yang berada di kawasan karst Gombong selatan [Foto: Dok.Perpag]

Tak semua pengurus inti organisasi Perpag hadir di perteman ini, karena masing-masing bertugas di pedukuhan yang berbeda. Wakil Ketua Perpag Lapiyo yang hadir di pertemuan dusun Kewunen berkali mengingatkan sehubungan dengan gencarnya issue yang mendeskreditkan dirinya maupun organisasi Perpag.
“Saya tegaskan disini, bahwa yang kami perjuangkan itu bukan soal kembalinya tanah yang telah dibeli pihak investor (pt Semen Gombong_Red)”, tegas Lapiyo.  Dia menambahkan soal pengembalian yang dimaksud adalah pengembalian kawasan bentang alam karst (KBAK) yang sejak awalnya telah ditetapkan sebagai kawasan lindung atau eco-karst.
Siapa pun harus mengerti bahwa di kawasan lindung ini tak boleh ada kegiatan yang berpotensi merusak ekologi.
“Dan juga tak bisa direkayasa (dimanipulasi_Red) untuk kepentingan industri tambang”, tambahnya. Dia mensinyalir munculnya issue pengembalian tanah yang menyebar di masyarakat, sebagai upaya membuat bias persoalan dan berpotensi memecah-belah masyarakat.

Bertemu Investor dan Bappeda

WATER-TRACING: Para pemuda Perpag membantu penelitian ilmiah yang dilakukan kalangan akademik melakukan penelusuran gua (Caving) dan uji aliran sungai bawah tanah di Gua Pucung (23/09) dengan metode “water-tracing” untuk memastikan posisi sumber-sumber air dan aliran sungai bawah tanah yang menghidupi penduduk di kawasan karst Gombong selatan [Foto: Riyan/Dok.Perpag]

Paska dibatalkannya analisis dampak lingkungan (Amdal) pt Semen Gombong dalam uji Amdal dua tahun lalu, yang juga didemo oleh massa Perpag di Semarang; masyarakat di sekitar kawasan karst Gombong selatan kembali dengan tenang. Namun ketenangan ini tak berlangsung lama, ketika diketahui bahwa Ijin Usaha Pertambangan (IUP) pt Semen Gombong ternyata telah diperpanjang sejak dua bulan lalu.
“Belajar dari pengalaman yang terjadi di Kendeng utara, kita tak mau mengalami kejadian dimana tahu-tahu industri semen telah diijinkan operasionalnya”, papar Nanang Tri di rapat teknis warga yang digelar (22/10) di Desa Sikayu.
Keresahan warga di sekitar kawasan karst Gombong selatan malam itu dibahas panjang lebar. Intinya mempertanyakan seputar perpanjangan IUP yang diberikan itu maksudnya bagaimana. Padahal semua telah mengetahui bahwa masyarakat menolak operasionalisasi tambang di kawasan karst yang berkaitan langsung dengan kepentingan dan hajat hidup orang banyak.
“Dan pembatalan Amdal itu telah final membuktikan bahwa di wilayah ini tidak layak untuk industri semen”, pungkas Nanang. []

0 komentar:

Posting Komentar