Muhamad Ridlo | 26 Okt 2018, 22:05 WIB
Ribuan warga Kebumen penolak pabrik semen berdemonstrasi menolak pabrik semen dan penambangan pegunungan karst. (Foto: Liputan6.com/Perpag Kebumen/Muhamad Ridlo)
Kebumen - Matahari mulai meninggi ketika puluhan truk pengangkut demonstran penolak pabrik semen mulai menurunkan ribuan penumpangnya di area alun-alun Kebumen, Jawa Tengah.
Mereka adalah warga desa-desa yang diperkirakan langsung terdampak jika pabrik semen Gombong benar-benar mengekploitasi pegunungan karst Gombong selatan. Kamis, 25 Oktober 2018, sebanyak 1.500-an demonstran memadati jalan menuju kantor DPRD Kebumen.
Puluhan spanduk, banner dan poster sederhana yang terbuat dari kertas karton rata-rata berisi penolakan rencana pendirian pabrik semen yang dinilai mengancam Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Gombong Selatan.
Layaknya petani, sebagian demonstran menggunakan caping. Caping adalah simbol kehidupan mereka. Dengan caping, mereka hendak menyampaikan bahwa ribuan warga Kebumen bakal terancam jika pegunungan karst itu dieksploitasi pabrik semen.
Ribuan warga ini mendampingi pertemuan atau audiensi antara Persatuan Rakyat Penyelamat Pegunungan Karst Gombong Selatan (Perpag) dengan Pemkab Kebumen, DPRD Kebumen, dan perwakilan PT Semen Gombong.
Mereka terutama berasal dari enam desa wilayah yang kemungkinan paling terdampak pabrik semen. Di antaranya, Desa Muktisari, Nogoraji, Banyumudal, Regadana, Karangsari, Sikayu dan Desa Buayan.
"Warga ini dari ring satu di sekitar pabrik semen dan pegunungan karst. Pabrik semen itu nanti berdiri di tengah desa,” kata Lapiyo, Wakil Ketua Persatuan Rakyat Penyelamat Pegunungan Karst Gombong Selatan (Perpag), Kamis (25/10/2018).
Warga menganggap, Pemkab Kebumen tak responsif terhadap suara warga yang menolak rencana pembangunan semen. Pemkab juga dianggap tutup mata terhadap riwayat Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Pabrik Semen Gombong yang ditolak Komisi Amdal, 2016 lalu.
Yang aneh, menurut Lapiyo, usai Amdal ditolak, pada 2017 lalu justru muncul Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Semen Gombong. Bahkan, ada rencana mengubah rencana tata ruang wilayah RTRW dari yang semula
"Saya melihat, Pemkab Kebumen setengah-setengah ini. Tidak legowo," ungkap Lapiyo.
Ribuan warga ini pun tetap bertahan saat perwakilan warga beraudiensi di dalam gedung DPRD Kebumen. Mereka tetap mengawal tim perwakilan kendati audiensi berjalan alot dan baru berakhir Kamis petang, sekitar pukul 17.00 WIB.
Warga menuntut agar pemerintah mencabut IUP batu gamping PT Semen Gombong lantaran dinilai bakal menjadi jalan proses pendirian pabrik semen Gombong. Munculnya IUP batu gamping telah meresahkan warga.
Perpag juga meminta Pemerintah Kebumen mengevaluasi keutuhan kawasan karst lindung Gombong Selatan, serta mengembalikan luasan kawasan karst lindung yang hilang.
Selain itu, warga menolak rencana revisi Peraturan Daerah (Perda) yang akan menetapkan pegunungan karst Gombong Selatan sebagai kawasan pertambangan.
Lapiyo mengemukakan, semula luas KBAK adalah 48,94 kilometer persegi, namun belakangan melalui Permen Nomor 17 dan Kepmen ESDM Nomor 3043, luasannya berkurang hanya menjadi 40,94 kilometer persegi.
Itu berarti, KBAK akan berkurang 8 kilometer persegi. Anehnya, ujar Lapiyo, wilayah yang dihilangkan itu adalah kawasan yang berada dalam IUP eksplorasi batu gamping.
"Jadi ini sudah seperti direncanakan," dia mengungkapkan.
Janji Pemkab Kebumen
Mediasi antara Perpag atau warga penolak pabrik semen Gombong dengan Pemkab dan PT Semen Gombong di DPRD Kebumen. (Foto: Liputan6.com/Perpag Kebumen/Muhamad Ridlo)
Lapiyo menerangkan, penolakan warga terhadap perubahan RT RW itu pun bukan tanpa alasan. Perubahan status KBAK menjadi kawasan pertambangan bisa dipastikan bakal membuka kesempatan pabrik semen untuk mengeksplorasi pegunungan karst ini.
Dampaknya, di dalam perut pegunungan karst itu banyak gua dan sungai bawah tanah yang mengairi ribuan hektar sawah dan ari bersihnya digunakan oleh puluhan ribu orang. Mata air dipastikan mati jika gunung kapur ini dieksploitasi.
"Kami pernah mengalirkan air yang diberi warna. Keluarnya di kawasan IUP itu," dia menambahkan.
Padahal, ribuan warga menggantungkan hidupnya dari pegunungan yang berfungsi sebagai spon raksasa yang menyimpan dan mengirimkan air ke puluhan desa di 10 kecamatan wilayah Kebumen kala musim kemarau. Di antaranya, Kuwarasan, Puring, Petanahan, Adimluyo, Gombong, dan ima kecamatan lainnya.
Bahkan, Pemda Kebumen pun sebenarnya memiliki kepentingan di pegunungan karst ini. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) memanfaatkan sumber air dari pegunungan kapur di selatan Kebumen ini.
"Masa Pemda sendiri tidak tahu? Mereka kan juga punya PDAM di situ," dia menjelaskan.
Lapiyo mengemukakan, pertemuan yang digelar itu belum menghasilkan kata sepakat. Hanya saja, secara prinsip warga dan Pemkab, PT Semen Gombong dan DPRD Kebumen bersepakat untuk mengkaji ulang hal-hal yang meresahkan dan ditolak warga.
Pekan depan rencananya warga akan kembali bertemu dengan Pemkab, DPRD Kebumen, dan PT Semen Gombong. Bedanya, pertemuan nanti akan difasilitasi oleh Pemkab Kebumen.
Pertemuan itu diharapkan juga dihadiri langsung oleh Plt Bupati Kebumen, berbeda dari pertemuan di DPRD yang hanya diwakilkan. Dalam pertemuan itu, rencananya Perpag bakal menyodorkan bukti bahwa Pegunungan Karst Gombong Selatan tak layak ditambang.
Sumber: Liputan6.Com
0 komentar:
Posting Komentar