Senin, 27 Maret 2017

Surokonto Wetan: "Kurung Siji Kurung Kabeh"

KURUNG SIJI KURUNG KABEH 
[Penjarakan Satu Penjarakan Semua] 


Tak hanya petani Rembang, Pati dan Blora yang jadi korban tambang dan pabrik semen. Petani Surokonto Wetan di Kabupaten Kendal, juga menjadi korban tukar guling lahan untuk pabrik semen di Rembang. Kriminalisasi berawal dari masalalah ‘"Tanah Negara’’ yang dijadikan sebagai lahan tukar menukar yang ditetapkan melalui SK 3021/Menhut-VII/KUH/2014 tentang Penetapan Sebagian Kawasan Hutan Produksi Pada Bagian Hutan Kalibodri, seluas 127.821 Hektar di Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah. Sebagai lahan pengganti kawasan hutan yang digunakan oleh PT. Semen Indonesia di Rembang sebagai tapak pabrik. Dengan objek tukar menukar lahan berada di Desa Surokonto Wetan, Kabupaten Kendal dengan luas 127.821 Ha.
Hari ini, 27 Maret 2017 adalah hari dimana jaksa akan melakukan perintah penetapan Pengadilan Tinggi (PT) Jateng untuk menahan Kyai Nur Aziz dan kedua petani Surokonto Wetan, Kendal, lainnya.
Sebelumnya pada tgl 23 Maret 2017, istri ketiga Petani tersebut telah melayangkan permohonan penangguhan penahanan ke PT Jateng namun sampai saat ini belum ada keputusan diterima atau tidaknya. Oleh karena itu, hari ini ratusan petani surokonto wetan kendal kembali lagi mendatangi PT Jateng utk meminta agar majelis hakim PT mengabulkan penangguhan penahanan.
Sumber : LBH Semarang

Seruan Aksi

PANTANG PULANG SEBELUM PENANGGUHAN PENAHANAN DIKABULKAN
3 Petani di Vonis 8 Tahun Pidana Penjara dan Denda 10 Milyar!!!
[MASYARAKAT ADAT, MASYARAKAT DISEKITAR HUTAN, DAN MASYARAKAT DIDALAM HUTAN YANG MEMANFAATKAN KAWASAN HUTAN TIDAK DAPAT DIPIDANA]
.
Pada 18 Januari 2017, Pengadilan Negeri Kendal memvonis 3 petani di Desa Surokonto Wetan dengan pidana MASING-MASING PIDANA PENJARA 8 TAHUN DAN MASING-MASING DENDA 10 MILYAR RUPIAH, Pasal 94 ayat (1) huruf a UU PPPH dengan pertimbangan hakim, menyebutkan bahwa para petani tersebut terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan perbuatan melawan hukum dengan memanfaatkan lahan tersebut. Dan atas Vonis tersebut dilakukan upaya hukum banding di Pengadilan Tinggi Jawa Tengah.

Para Petani, tersebut adalah Nur Aziz (44), Sutrisno Rusmin (63), dan Mujiono (39), mereka adalah perwakilan masyarakat dari Perkumpulan Petani Surokonto Wetan (PPSW), ketiganya dilaporkan oleh Perhutani KPH Kendal, dengan tuduhan mengorganisir masyarakat dalam melakukan perlawanan terhadap Perhutani. Padahal, ketiga Petani tersebut hanya mempertanyakan, kebenaran dari lahan yang digarap lebih dari 400 masyarakat Desa Surokonto Wetan, sejak tahun 1970-an, Lahan tersebut merupakan lahan turun temurun yang sudah dimanfaatkan masyarakat Desa, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Penderitaan Petani, Desa Surokonto Wetan semakin menjadi-jadi dan sangat berat, dengan adanya Surat Penetapan Penahanan dari Pengadilan Tinggi Jawa Tengah, tertanggal berita penahanannya terhitung sejak 27 maret s.d. 25 April 2017., penahanan tersebut atas upaya hukum banding yang sedang dilakukan oleh para petani dan kuasa hukumnya.

Penetapan penahanan itu sangat memberatkan para petani Surokonto Wetan, atas kasus kriminaliasi yan dilakukan oleh Perhutani ini saja mereka harus wajib lapor saat penyidikan, proses peradilan harus sidang setiap minggu, dan sekarang akan ditahan. Hal ini justru, membuat hukum Indonesia semakin tumpul terhadap masyarakat kebawah, selama proses dari penyidikan hingga vonis, 3 Petani tersebut tidak pernah melakukan perbuatan yang bersifat menunda atau menggangu proses hukum, tetapi mengapa mereka akan ditahan? Dan pula kita mengenal asas praduga tidak bersalah (persumption of innocence), faktanya 3 petani tersebut tidak pernah menunda persidangan, dan menimbang bahwa penetapan tersebut berdasarkan bahwa petani akan merusak hutan, faktanya adalah perbuatan mereka seharusnya menghormati nilai-nilai asas praduga tak bersalah, bukan malah menyudutkan petani adakan merusak kawasan hutan. Kemudian, bila 3 petani tersebut di tahan, itu akan sangat memberatkan keluarganya khususnya, yang masih memiliki anak-anak yang butuh kehadiran Ayahnya, pula 3 petani tersebut adalah tulang punggung keluarga. maka penahanan tersebut sangat memberatkan dan menciderai para penghormatan hak asasi manusia di Indonesia!

Terhadap Putusan atau Vonis Hakim PN Kendal, menurut para penasihat hukum terdapat kekeliruan Majelis Hakim dalam mempertimbangkan aspek hukum. Bahwa jelas dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 95/PUU-XII/2014, menyebutkan bahwa: ‘’Memang seharusnyya masyarakat yang hidup secara turun temurun didalam hutan yang membutuhkan sandang, pangan, dan papan untuk kebutuhan sehari-hari dengan menebang pohon dan dapat dibuktikan tidak disalahgunakan untuk kepentingan pihak lain (komersial) sehingga bagi masyarakat tersebut tidaklah termasuk dalam larangan, sehingga tidak dapat dijatuhkan sanksi pidana terhadapnya. Sebaliknya negara justru harus hadir memberikan perlindungan terhadap masyarakat demikian. Dengan demikian permohonan para pemohon sepanjang mengenai pengecualian terhadap masyarakat yang hidup di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial, beralasan menurut hukum untuk sebagian sepanjang yang berkaitan dengan dan hanya terhadap masyarakat yang hidup secara turun temurun didalam hutan...,(vide Putusan MK No. 95/PUU-XII/2014 hal. 181). Lanjutnya, Bahwa masyarakat yang hidup dalam kawasan hutan harus dihubungkan akan sandang (kebutuhan pakaian), pangan (kebutuhan makanan), dan papan (kebutuhan perumahan) dari hutan, dengan demikian yang dimaksud masyarakat yang hidup dalam hutan adalah masyarakat yang mengantungkan kebutuhan hidupnya untuk keperluan sandang, pangan dan papan dari hutan. Dengan kata lain hanya masyarakat yang memiliki relasi kehidupan yang kuat dengan hutan. Atas pertimbangan MK tersebut, Majelis Hakim di PN Kendal terlihat tidak memhami putusan MK tersebut dengan baik.

Upaya Banding, adalah upaya hukum bagi petani untuk mencari keadilan atas tidak diprolehnya keadilan di PN Kendal. Biarlah upaya hukum tersebut berlangsung dengan baik dan memproleh keadilan seadilnya. Tetapi, untuk proses tersebut kiranya penghormatan terhadap hak-hak masyarakat, asas paraduga tidak berasalah, hak untuk menghidupu keluargnya, hak untuk berdudukan sama di mata hukum ,dan hak mendasar lainnya, atas dasar itu semoga permohonan penangguhan penahanan terhadap Petani diterima. Dan untuk itu, mengundang seluruh jaringan masyarakat di yang peduli terhadap nasib petani dan menyakini bahwa konflik-konflik terhadap petani masih terjadi sampai sekarang, untuk dapat datang dan menemani para warga Surokonto Wetan. Adapun aksinya akan dilakukan pada:

Hari dan Tanggal: Senin, 27 Maret 2017
Pukul: 10:00 WIB
Bertempat: Pengadilan Tinggi Jawa Tenggah
.
Aksi ini bertujuan untuk menangguhkan penahanan terhadap 3 Petani Surokonto Wetan.
#LawanKriminaliasiPetani
#WujudkanReformaAgrariaSejati
#LaksanakanPutusanMK95/2014
.
Kontak Person
Samuel Rajagukguk (YLBHI-LBH Semarang): 0823-2604-6489
Kahar Muamalsyah S.H. (PBHI Jawa Tengah) 0815-6592-812
Dian Puspita Sari S.H. (LRC KJ-HAM Semarang) 0856-4080-7986
________
Pres Release
CABUT PENETAPAN PENAHANAN 3 Petani Surokonto Wetan: 
"Negara Mengkhianati Petani, Negara Mengkhianati Reforma Agraria Sejati"
Reforma Agraria sejati hanya slogan belaka dalam Nawa Cita Presiden Jokowi, kekerasan-kerasan terhadap petani belakangan ini semakin menjadi-jadi, dan sudah berapa petani mengalami kekerasan dari aparatur-aparatur sipil negara, hingga militer. Negeri yang besar dan kaya akan kekayaan alam, khusus sumber pangan, dan terkenal sebagai negeri agraris hanya slogan saja. 
Pada 18 Januari 2017, Pengadilan Negeri Kendal mevonis 3 petani di Desa Surokonto Wetan dengan pidana MASING-MASING PIDANA PENJARA 8 TAHUN DAN MASING-MASING DENDA 10 MILYAR RUPIAH. Dengan pertimbangan hakim, bahwa Para Petani terbukti merusak kawasan hutan, yang dimana kawasan hutan tersebut hanya bentuk tidak berdayanya pejabat negara dan negara menegakkan hukum. Kawasan hutan tersebut ditetapakan sebagai kawasan hutan tidak melalui proses clean and clear, yang artinya cacat prosedur, karena bagaimana bisa tanah negara dapat diperjual-belikan.
Atas Vonis Hakim yang tidak berkeadilan, Para Petani melakukan upaya hukum banding di Pengadilan Jawa Tengah. DAN PADA TANGGAL 20 MARET 2017 PARA PETANI MENERIMA SURAT DARI PT JAWA TENGAH YANG MEMERINTAH UNTUK PARA PETANI DITAHAN. PENETAPAN PENAHANAN TERSEBUT MEMBUAT PENDERITAAN PARA PETANI SEMAKIN BERAT. SEBAB, PARA PETANI MASIH MEMILIKI KELUARGA DAN ANAK ANAK YANG MEMBUTUHKAN SOSOK SEORANG AYAH, DAN JUGA SEBAGAI TULANG PUNGGUNG KELUARGA. KEMUDIAN, MENIMBANG PASAL 31 KUHAP BAHWA DAPAT DILAKUKAN PENANGGGUHAN PENAHANAN.
Kriminalisasi berawal dari masalah ‘’Tanah Negara’’ yang dijadikan sebagai lahan tukar menukar yang sitetapakan melalui SK 3021/Menhut-VII/KUH/2014 tentang Penetapan Sebagian Kawasan Hutan Produksi Pada Bagian Hutan Kalibodri Seluas 127.821 Hektar di Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah. Sebagai lahan pengganti kawasan hutan yang digunakan oleh PT. Semen Indonesia di Rembang sebagai tapak pabrik. Dengan objek tukar menukar lahan berada di Desa Surokonto Wetan, Kabupaten Kendal dengan luas 127.821 Ha.
Jauh sebelum ada penetapan lahan 127.821 Ha. di Surokonto Wetan, Kabupaten Kendal. Masyarakat sudah menggarap lahan tersebut dari tahun 1972. Bahwa saaat itu PT. Sumurpitu dengan HGU yang diterbitkan oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri/ Dirjen Agraria Nomor SK 166/HGU/DA72 tanggal 13 Oktober 1972. HGU yang berlaku sampai 31 Desember 1997 dengan status tanah sebagai TANAH NEGARA. PT Sumurpitu Wringinsasi memiliki hak Pengelolahan.
Pada tahun 1972, PT Sumurpitu melakukan penanaman dilahan yang diterbitkan HGU tersebut. Penanaman hanya dilakukan sekali dan setelah itu PT Sumurpitu menelantarkan lahan tersebut. Melihat lahan yang tidak diolah secara baik, warga desa Surokonto Wetan menggarap lahan tersebut.
Bahwa tahun 2014, terbit SK Menhut dengan NomoR SK 3021/Menhut-VII/KUH/2014 tentang Penetapan Sebagian Kawasan Hutan Produksi Pada Bagian Hutan Kalibodri Seluas 127.821 Hektar di Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah. Dengan adanya SK Menhut tersebut, Perhutani KPH Kab. Kendal Mengadakan penawaran terhadap warga Desa Surokonto Wetan untuk kerjasama dalam pengelolahan kawasan hutan.
Warga menolak penawaran tersebut, dan melakukan penolakan pada saat penawaran yang dilakukan KPH Perhutani Kab. Kendal tersebut. Warga tidak tahu menahu persoalan perubahan status kepengolahan HGU PT Sumurpitu Wringinsari yang merupaka tanah negara telah berubah status menjadi milik perhutani KPH Kendal.
Pada 30 maret 2016, Perhutani KPH Kab. Kendal melakukan intimidasi terhadap warga Surokonto Wetan dengan mengadakan upacara simbolik penanaman pohon yang juga diiringi oleh ratusan aparat kepolisian, Brimbob, dan TNI. Brimbob juga mendirikan tenda dan berkemah disekitar SD Negeri 01 Surokonto Wetan sampai 2 April 2016.
Ketiga Terdakwa, Nur Aziz terdakwa I, Sutrisno Rusmin Terdakwa II, dan Mujiono Terdakwa III. Merupakan pengarap dilahan 127.821 Ha. tersebut. Ketiga Petani sudah mengarap lahan tersebut sejak dari tahun 1972, dan lahan tersebut merupakan lahan peninggalan dari orangtua dan leluhur mereka.
Vonis Hakim PN Kendal telah memposisikan hukum menjadi alat untuk menindas kalangan bawah, dan tumpul keatas. DalamVONIS HAKIM tersebut tampak bagaimana MAJELIS HAKIM tidak memahami kondisi sosial masyarakat Surokonto Wetan dan lebih memprioritaskan kepentingan Perhutani yang seringkali tidak memihak masyarakat sekitar hutan. Dominasi Perhutani dalam penguasaan Hutan di Jawa yang hingga hari ini tidak kunjung mendatangkan kesejahteraan masyarakat kian nyata, bahkan semakin kuat dengan diiringi ancaman nestapa bagi masyarakat. Hukum kini dijadikan oleh negara melalui Perhutani KPH Kendal bukan sebagai sarana mewujudkan keadilan serta kesejahteraan masyarakat melainkan sebagai sarana penindasan negara kepada rakyatnya.
Ini menjadi ironi di rezim Joko Widodo yang dalam Nawa Cita nya berkeinginan untuk menwujudkan Reforma Agraria. Konflik Agraria menjadi polemik yang berkepanjangan dan selalu mengorbankan para rakyat kecil, khususnya petani. Hal ini menambah pula semakin korban-korban dari timpangnya struktur Agraria di Indonesia. Jelas bahwa UUPA -sebagai salah perundang-undangan yang berorientasi rakyat- dibentuk untuk mengakhiri ketimpangan penguasaan lahan dan menwujudkan impelementasi atas Pasal 33 UUD 1945 NRI.
Untuk itu, tidak hanya sebatas kasus ini namun juga untuk seluruh kasus konflik agraria, negara hendaknya bertindak responsif dalam penegakan hukum. Bahwa yang semestinya dilayani oleh negara melalui aparaturnya adalah masyarakat banyak, bukan pihak-pihak yang ingin menguasai sumber daya namun tidak dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Kemudian, sebagai seruan kepada masyarakat umum dan jaringan solidaritas agar ikut menemani para petani melakukan aksinya. AKSI TERSEBUT ADALAH SEBAGAI UPAYA PERMOHONAN KEPADA PENGADILAN TINGGI JAWA TENGAH UNTUK TIDAK MENAHAN PARA PETANI, ATAS PENETAPAN YANG PENAHANAN YANG DIKELUARKAN OLEH PENGADILAN TINGGI JAWA TENGAH pada 18 maret 2017.
AKSI CABUT PENETAPAN PENAHANAN TERHADAP PARA PETANI SUROKONTO WETAN
HARI DAN TANGGAL: KAMIS, 23 MARET 2017
PUKUL: 10.00 WIB
BERTEMPAT: PENGADILAN TINGGI JAWA TENGAH
Kontak Person
Samuel Rajagukguk (YLBHI-LBH Semarang): 0823-2604-6489
Kahar M. S.H. (PBHI Jawa Tengah) 0815-6592-812
Dian Puspita Sari S.H. (LRC KJ-HAM Semarang) 0856-4080-7986

0 komentar:

Posting Komentar