Kamis, 16 Maret 2017

Bebal

Kamis, 16/03/2017 00:35 WIB
Oleh: KBR


Sejumlah petani Pegunungan Kendeng bersiap memasung kakinya dengan semen saat aksi di depan Istana Merdeka, Rabu (15/3) (Foto: Antara)
Jalan petani Kendeng di Rembang, Jawa Tengah, mempertahankan tanahnya dari rakusnya investasi tambang semen, sungguh ruwet. Tapi, mereka tak menyerah, meski kerap dikalahkan.
Perjuangan mereka sudah dimulai sejak 2012. Menggelar tenda penolakan persis di depan pabrik semen PT Semen Indonesia. Melakukan aksi jalan kaki dari Rembang ke Semarang. Berdemonstrasi di depan kantor Gubernur Jawa Tengah, hingga menggugat secara hukum ke Mahkamah Agung.
Tapi, berkali-kali, mereka dibuat kalah.
Tenda dan mushala yang sudah lima tahun berdiri, dihancurkan dan dibakar pada Februari lalu. Demonstrasi di depan kantor Gubernur Ganjar Pranowo, tak dipedulikan. Politisi PDI Perjuangan ini malah protes karena membuat macet. Dan, begitu menang di Mahkamah Agung pada Oktober tahun lalu, malah disiasati dengan menerbitkan izin baru lewat diskresi. Padahal hakim MA terang menyebut Amdal PT Semen Indonesia sudah cacat secara prosedur. Artinya, sudah semestinya PT Semen Indonesia angkat kaki dari sana.
Para petani penolak tambang semen itu sebetulnya tak menuntut apapun dari pemerintah. Hanya minta tanah mereka tak diusik agar mereka bisa terus memanen hasil padi dan jagung –seperti yang dilakukan Februari lalu. Mereka tak ingin menggantungkan hidup dengan bekerja di pabrik semen. Karena para petani itu percaya, tanah di Kendeng membawa kesejahteraan sampai anak cucu kelak.
Melihat kondisi seperti ini, siapa sesungguhnya yang bebal?
Kini, 20 petani dari Rembang, Pati, Blora, dan Grobogan, kembali memasung kaki dengan semen di depan Istana Negara untuk kali kedua. Pak Presiden, tolong lihat dan dengar permintaan mereka; tambang semen disingkirkan dari pegunungan kapur Kendeng. 

http://kbr.id/opini/03-2017/bebal/89246.html

0 komentar:

Posting Komentar