- March 22, 2017
IndoPress, Kendeng – Peneliti Karst dan Aliran Air Bawah Tanah A. B. Rodhi Al-Falah menyebutkan, pabrik semen di pegunungan Kendeng mengancam sedikitnya 154 sumber mata air alam. Lelaki yang tergabung dalam Masyarakat Speologi Indonesia ini menyebutkan angka tersebut masih belum seluruhnya, karena hingga saat ini belum ada penelitian menyeluruh atas sistem hidrologi di pegunungan Kendeng.
“Sungai-sungai bawah tanah di gua, di lorong-lorong tanah, belum semuanya diidentifikasi,” ujar pria yang kerap masuk ke gua-gua bawah tanah meneliti sistem hidrologi di Kendeng ini, Rabu 22 Maret.
Wilayah Watu Putih Kendeng sendiri tuturnya, merupakan kawasan Cekungan Air Tanah (CAT), yang dalam Perda Kabupaten Rembang sudah ditetapkan sebagai lahan geologi yang dilindungi karena berfungsi sebagai wilayah resapan air. Tidak boleh ada penambangan di sana karena bisa merusak air.
Lebih lanjut Rodhi mengingatkan bahwa semua sistem hidrologi bawah tanah ini saling terhubung, sehingga satu terdampak, maka wilayah lainnya juga akan kena.
“Itu ada dalam AMDAL yang dibuat oleh PT Semen sendiri, tertulis di Bab 5 Halaman 75,” terang Rodhi.
Dalam AMDAL itu, disebutkan PT Semen Gresik pada 3 titik bor memasukkan perunut, berupa air garam sekitar 6000 liter. Perunut terdeteksi di Mata Air Brubulan setelah 3,5 hari (82 jam) dengan jarak antara titik bor 3 dan Mata Air Brubulan sekitar 4 Km. Artinya, tutur Rodhi, area terdampaknya bisa meluas ke mana-mana. Terlebih hingga saat ini belum ada penelitian lengkap sejauh mana sistem hidrologi ini tersebar dan akan terdampak.
“154 mata air itu yang sudah kami teliti ada di daerah pinggir. Untuk daerah tengah, belum bisa kami teliti karena ada di lahan privat milik pabrik, milik Perhutani, dan lainnya, jadi sulit,” tutur Rodhi. ”
Rodhi berharap pemerintah berpikir ulang menambang karst di pegunungan Kendeng. Rodhi mencontohkan wilayah Tuban, Gresik, dan Cibinong, masyarakat sekarang kesulitan mendapatkan air saat musim kemarau dan membuat pendapatan masyarakat hilang.
“Sekitar 30 tahun lalu, di Citeureup, Cibinong terkenal istilah Haji Durian, karena banyak orang bisa naik haji dari durian. Namun sekarang, 20 tahun setelah pabrik semen di sana, sudah tak ada lagi,” ujar Rodhi.
Akankah pegunungan Kendeng mengalami nasib sama seperti di Cibinong ini? [Ngaenan/Yudhi]
https://indopress.id/sedikitnya-154-sumber-air-kendeng-terancam-hilang-oleh-pabrik-semen/
0 komentar:
Posting Komentar