Jumat, 30 Desember 2016

Mereka Payung Kita !

Penulis: Kafha
Terus terang, berlebihanlah kalau saya itu mendukung para Sedulur Kendeng, terutama ibu-ibu petani itu! Apalagi membela! Jelas bukan kapasitas saya. Sesungguhnya yang terjadi pada saya adalah “ngalap berkah”. Saya ingin memperoleh cipratan berkah dari mereka. Saya ingin mendapat resonansi kemuliaan Sedulur-sedulur Kendeng.
Mereka itu petani. Mereka adalah orang-orang mulia. Mereka tak punya apa-apa selain ketulusan berderma untuk anak-cucu. Yang mereka kerjakan adalah mempertahankan hak hidup generasi mendatang. Sama sekali bukanlah untuk kepentingan sesaat seperti: terbukanya lapangan pekerjaan atau peluang kesejahteraan ragawi semata.
Berhari-hari, mereka rela beratap terpal, kemudian berlanjut hanya berteduh di bawah payung. Mereka juga ikhlas berjalan kaki dengan jarak tempuh 150 km. Jadi, betapa mulianya mereka dan betapa bodohnya saya jika sampai tak bergegas mendekat serta sujud takzim di bawah telapak kaki mereka. Sungguh merugilah hidup ini, jika sampai melepas kesempatan untuk mencium telapak dan punggung tangan mereka.
Mereka memang bukan orang-orang sekolahan. Namun, selama bertenda dan berpayung di depan kantor Gubernur Jawa Tengah itu, mereka telah memperlihatkan adat sopan-santun yang sangat mengerti etika. Artinya, keadiran mereka di Kota Semarang sesungguhnya sedang mengajari kita yang mendaku sebagai kalangan terdidik atau kaum terpelajar untuk menghargai alam. Memahami alam. Bahkan menghayati irama alam. Bahwa kemarahan alam akan jauh lebih dahsyat dari yang kita bayangkan. Kehadiran para sedulur tak lain untuk mencegah murka alam.
Jelas sudah, bahwa kitalah yang sedang membutuhkan kehadiran petani Kendeng itu. Lantaran mereka, murka Tuhan akibat ulah penguasa brengsek yang gemar merusakbinasakan alam jadi tertunda. Karena keikhlasan mereka untuk menderita, Jawa Tengah tak diazab Tuhan. Nah, tunggu apa lagi? Masihkah kita berlagak gagah di hadapan para Sedulur Kendeng? Masihkah kita akan berdalih bahwa petani-petani itu bodoh? Sehingga Pegunungan Kendeng pun boleh dikangkangi PT Semen Indonesia? Masihkah kita berpangku tangan tak bergegas duduk di sebelah mereka? Atau tegakah kita berpaling dari ibu-ibu mulia itu? Tegakah kita dengan justru berpihak pada penguasa pabrik Semen Indonesia?
Astaghfirullah!
Ungaran, 30 Desember 2016: 06.07

0 komentar:

Posting Komentar