Di penghujung November 2016, seorang
petani Bohotokong Kab. Banggai Prov. Sulawesi Tengah kembali menjadi
tersangka atas tuduhan pencurian oleh pemegang Hak Guna Usaha (HGU) PT.
Anugerah Saritama Abadi. Aparat kepolisian melakukan penangkapan di Desa
Bohotokong pada tanggal 30 November 2016 tepat di lokasi Syafrudin
Madili, 43 tahun, melakukan aktivitas kesehariannya sebagai petani yang
mengolah buah kelapa menjadi kopra.
Kami mengecam keras tindakan aparat
kepolisian yang melakukan penangkapan tersebut. Sumber kami
mengidentifikasi bahwa beberapa aparat yang melakukan penangkapan
tersebut, adalah oknum yang diduga kuat memang menjadi “peliharaan”
pemilik HGU. Dari rentetan kejadian penangkapan petani Bohotokong sejak
tahun 2002, oknum aparat kepolisian Polres Banggai Teddy Polii, SH yang
saat ini berpangkat IPDA dan Raini Laato saat ini berpangkat AIPDA
diduga kuat adalah pelaku yang sejak awal kejadian tidak pernah absen
dalam proses penangkapan, hingga petani yang ke-23 ini masih menjadi
aktor utama penangkapan.
Penangkapan/kriminalisasi ini kami duga
sebagai bentuk intimidasi terhadap perjuangan petani Batohokong yang
menuntut hak-hak atas tanahnya, yang telah diserobot oleh PT. Anugerah
Saritama Abadi pada tahun 1997. Padahal sejak tahun 1984 hingga 1996,
sudah terhitung 4 kali petani mengajukan hak baru kepada BPN di atas
tanah negara tersebut.
Tak ada bedanya dengan rezim-rezim
sebelumnya. Pemerintahan Jokowi – JK masih menjadi rezim yang
memperlakukan petani sebagai “musuh” negara dan tidak menganggap petani
sebagai warga negara yang memiliki hak konstitusional serta telah
memberikan sumbangsih besar terhadap perbaikan perekonomian bangsa.
Petani seharusnya dijamin kehidupannya oleh negara karena turut berjasa
atas pemenuhan pangan nasional, bukan justru dipaksakan terpisah dari
sumber-sumber penghidupannya.
Pelaksanaan reforma agraria sebagaimana
dijanjikan oleh pemerintah, tidak akan pernah berhasil jika petani masih
terus direpresi, terus dipaksa mengaku bersalah atas penguasaan
tanahnya, dan terus menerus ditakut-takuti dengan surat penangkapan yang
belum tentu sesuai dengan ketentuan kitab undang-undang hukum acara
pidana (KUHAP), yang berlaku di Indonesia. Kejadian seperti ini juga
dilakukan di banyak wilayah di Republik Indonesia.
Kami akan terus menerus mengingatkan
rezim Jokowi – JK untuk tidak memperlakukan petani sebagai “musuh”
negara. Kapolri juga harus lebih tegas dalam melakukan pengawasan
terhadap jajarannya saat menjalankan tugasnya sebagai pelindung rakyat.
Kapolri juga harus memastikan untuk berlaku adil dan memberikan sanksi
tegas kepada jajarannya jika terbukti menjadi “peliharaan” pemilik HGU
di Kab. Banggai Prov. Sulawesi Tengah.
Kami menegaskan kepada Pemerintah untuk
secara konsisten menjalankan janji reforma agraria berupa redistribusi
tanah 9 juta hektar dan menyelesaikan konflik-konflik agraria. Termasuk
di dalamnya melakukan peninjauan kembali, sekaligus menertibkan HGU-HGU
yang terbit tanpa memperhatikan hak atas tanah dari masyarakat, sehingga
menimbulkan potensi-potensi konflik agraria serupa.
Kami juga mendesak Presiden Joko Widodo
dan Kapolri untuk segera membebaskan petani Syafrudin Madili yang sampai
hari ini masih ditahan oleh Polres Banggai, Prov. Sulawesi Tengah.
Harus menghentikan upaya penangkapan terus-menerus terhadap Petani
Bohotokong oleh Polres Banggai. Harus juga segera menurunkan Tim Propam
Mabes Polri untuk memeriksa oknum aparat kepolisian Polres Banggai yang
diduga kuat menjadi “peliharaan” pemilik HGU. Perlu ada pemulihkan
kehidupan petani Bohotokong dengan mengembalikan tanah mereka serta
menjamin keberlangsungan kehidupan pertaniannya.
WALHI, KPA, HUMA, ELSAM, TUK-Indonesia, KONTRAS
Jakarta, 11 Desember 2016
Narahubung:
Dewi Kartika 081394475884 (KPA)
Ahmad, SH 08135431170 (WALHI)
http://www.kpa.or.id/news/blog/siaran-pers-petani-dipaksa-hidup-tanpa-tanahnya-dikriminalkan-oknum-aparat-kepolisian-di-rezim-jokowi-jk/
0 komentar:
Posting Komentar