Selasa, 14 Juni 2016 | 14:03 WIB
Dua aktivis lingkungan membentangkan poster yang berisi sindiran
terhadap blasting perdana PT Bumi Suksesindo di pinggir jalan dekat
akses masuk area tambang Tumpang Pitu, Pesanggaran, Banyuwangi, 27 April
2016. TEMPO/DAVID PRIYASIDHARTA
Suap diberikan dalam bentuk donasi politik saat pemilihan kepala daerah, dan uang pelicin. Juga gratifikasi kepada pejabat pemerintahan.
Korupsi sumber daya alam terjadi mulai proses legislasi, seperti mengubah pasal dalam Undang Undang demi menguntungkan kelompok usaha tertentu. Mempengaruhi Peraturan Gubernur, dan Peraturan Daerah. Selain itu juga dalam proses perizinan, dan suap kepada aparat penegak hukum.
"Meski bermasalah aparat penegak hukum membiarkan," kata Dadang. Persoalan kompleks, kata dia, mulai dari birokrasi, partai politik dan penegakan hukum terlibat. Ada jejaring korupsi multi level yang disebut korupsi politik. Dampaknya terjadi kerusakan lingkungan dan konflik horizontal.
Menurut dia, sumber daya alam adalah aset publik yang dikorupsi. Korupsi terjadi melalui kerjasama antara swasta, politikus, penegak hukum dan birokrat. "Seperti kasus Salim Kancil di Lumajang. Banyak yang terlibat, termasuk polisi."
KPK digoyang, Dadang menambahkan, setelah masuk wilayah pertambangan. Industri tambang, merupakan industri paling politis. Politikus pun terlibat. Mereka memiliki tambang, dan pejabat tinggi juga berperan. Bahkan juga melibatkan militer dan aparat hukum. Sedangkan kemampuan masyarakat sipil tak bisa membendung, perlu strategi dan diasah.
Survei TII menemukan lapangan usaha yang berisiko suap tinggi selain pertambangan adalah sektor konstruksi. Sektor ini menempati urutan paling tinggi.
EKO WIDIANTO
https://m.tempo.co/read/news/2016/06/14/206779701/suap-di-sektor-tambang-terjadi-dari-hulu-sampai-hilir
0 komentar:
Posting Komentar