[Pernyataan Sikap Konsorsium Pembaruan Agraria
Atas Kekerasan Terhadap Warga Rembang yang Menolak Penambangan Karst
dan Pembangunan Pabrik Semen PT. Sermen Indonesia]
Belum selesai kasus konflik agraria antara TNI dengan Petani di
Kebumen; Konflik agraria antara petani Sambirejo, Sragen dengan PTPN IX
yang menyebabkan tiga petani, yaitu Sunarji, Sarjimin dan Suparno,
ditahan di Polda Jawa Tengah sejak 22 Maret 2014. Kini petani Rembang,
Jawa tengah mendapatkan kesempatan merasakan penderitaan akibat konflik
agraria (16/6/2014).
Adalah Para petani di desa Tegaldowo, Kecamatam Bunem, Kabupaten
Rembang, Jateng yang menolak penambangan karst dan pembangunan pabrik
semen PT. Semen Indonesia. Para petani warga Rembang yang menolak justru
mendapatkan kekerasan, penangkapan dan intimidasi dari aparat kemanan
yang selama ini memiliki jargon “melayani rakyat”. 4 orang petani
ditangkap serta ibu-ibu petani yang memblokade pabrik semen terluka
akibat kekerasan dari aparat keamanan.
Alasan penolakan warga desa yang mayoritas adalah petani yang
menggantungkan hidupnya dari tanah dan air di pegunungan Kendeng tak
pernah didengarkan oleh Pemda terkhususnya, Gubernur Jateng Ganjar
Pranowo. Ratusan mata air, gua dan sungai bawah tanah di kawasan karst
Watuputih yang dipertahankan warga dari penambangan Karst dan
pembangunan pabrik semen PT. Semen Indonesia justru ditanggapi dengan
kekerasan dari aparat, preman dan tentara yang mengawal pembangunan
pabrik semen. Penolakan warga terhadap penambangan karst dan pembangunan
pabrik semen cukup logis bagi keberlangsungan keselamatan rakyat dan
keberlanjutan hidup rakyat, yaitu:
- Sumber mata air di kawasan karst Watuputih harus dilindungi demi sumber air untuk kegiatan pertanian petani gurem dan sumber kehidupan seluruh mahluk hidup di pegunungan Kendeng.
- Proses produksi semen berpotensi merusak sumber agraria berupa tanah dan air warga Rembang . Pabrik semen mengancam lahan-lahan petani dan buruh tani yang selama ini menjadi sumber hidup petani.
- Dampak buruk keberadaan tambang karst dan pabrik semen berupa matinya sumber air, polusi debu dan terganggunya keseimbangan ekosistem akan membuat petani semakin menderita dan sengsara.
- Informasi rencana pabrik semen tidak pernah diketahui warga dan melibatkan warga dalam musyawarah sehingga pembangunan pabrik adalah pembangunan sepihak yang menganulir keberadaan petani dan warga desa. Bahkan dokumen AMDAL diragukan keberadaannya, karena warga tidak pernah mengetahui ada AMDAL terkait penambangan karst dan pendirian pabrik semen di Rembang
- Warga mencurigai ada korupsi yaitu gratifikasi dalam proses keluarnya izin tambang karst dan pembangunan pabrik semen PT. Semen Indonesia.
- Warga bahkan sering mendapatkan intimidasi karena gigih ingin mendapatkan informasi akan penambangan karst dan pembangunan pabrik semen.
- Ada beberapa pelanggaran hukum yang diabaikan begitu saja, antara lain:
a) Penggunaan daerah ini sebagai area penambangan batuan kapur untuk bahan baku pabrik semen melanggar Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 pasal 63 yang menetapkan area ini sebagai kawasan lindung imbuhan air dan Perda RTRW Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011 pasal 19 yang menetapkan area ini sebagai kawasan lindung geologi.
b) Penebangan kawasan hutan tidak sesuai dengan Persetujuan prinsip tukar menukar kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan, surat Nomor S. 279/Menhut-II/2013 tertanggal 22 April 2013, dalam surat tersebut menyatakan bahwa kawasan yang diijinkan untuk ditebang adalah kawasan hutan KHP Mantingan yang secara administrasi Pemerintahan terletak pada Desa Kajar dan Desa Pasucen kecamatan Gunem Kabupaten Rembang provinsi Jawa Tengah. Namun fakta dilapangan, Semen Indonesia menebang kawasan hutan Kadiwono kecamatan Bulu seluas kurang lebih 21,13 hektar untuk tapak pabrik. Perlu diketahui dalam Perda no 14 tahun 2011 tentang RTRW Kab. Rembang Kecamatan Bulu tidak diperuntukkan sebagai kawasan industri besar.
c) Dalam UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah diatur mengenai peran masyarakat, pasal 70: (1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (2) Peran masyarakat dapat berupa: a) Pengawasan sosial; b) Pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan dan /c. Menyampaikan informasi dan atau laporan. (3) Peran masyarakat dilakukan untuk: a. Meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; b. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan;; c. Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat; d. Menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; dan e. Mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Namun ketidaktransparanan dan ketidakadilan yang terjadi di lapangan saat ini telah mengakibatkan terjadinya perampasan hak rakyat atas informasi terkait rencana pembangunan pabrik semen. Ketidaktransparanan dan ketidakadilan ini muncul dalam proses penyusunan AMDALl, kebohongan publik dengan menggeneralisir bahwa seluruh masyarakat setuju dengan pembangunan pabrik semen, dan tidak adanya partisipasi masyarakat yang menolak rencana pembangunan ini.
d) Dalam UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 66 : Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.
e) Temuan KOMNAS HAM akan adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia di Kecamatan Gunem Rembang harus segera ditindak tegas. Aparat POLRI dan TNI harus netral.
Atas dasar tersebut, Konsorsium Pembaruan Agraria menyatakan sikap:
- Mendesak Gubernur Jawa Tengah untuk menghentikan dan mencabut segala rencana dan izin penambangan Karst dan pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng;
- Menuntut PT. Semen Indonesia Menarik alat berat yang sedang beroperasi menambang Karst di Rembang karena mengancam penghidupan warga Rembang;
- Mengusut tuntas kekerasan yang dilakukan aparat keamanan yang menyebabkan Petani yang melakukan aksi blokade luka-luka;
- Mendesak pihak kepolisian untuk segera membebasan keempat petani yang ditangkap dari segala tuduhan dan proses hukum, sekaligus melakukan pemulihan nama baik. Serta menuntut semua pihak khususnya aparat kepolisian dan TNI untuk menghentikan: cara-cara kekerasan dan tindakan represif terhadap warga; keterlibatan kepolisian dalam proses penanganan konflik agraria di Jawa Tengah;
- Mendesak Gubernur Jawa Tengah untuk menyelesaikan konflik agraria di Jawa Tengah secara tuntas dan menyeluruh dalam kerangka reforma agraria, khususnya di Kebumen, Sragen dan Rembang agar tercipta keadilan sosial dan kemakmuran bagi petani di Jawa Tengah.
Demikian Pernyataan Sikap ini dibuat untuk menjadi perhatian semua pihak.
Jakarta, 16 Juni 2014
Konsorsium Pembaruan Agraria
Iwan Nurdin,
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
Kontak lebih lanjut: Sdr. Suprayitno: 087782411103 dan Sdr. Lukito:085385588200 (DN KPA Jawa Tengah)
Sekretariat Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA): Jl. Pancoran Indah I Blok E-3 No. 1, Komplek Liga Mas Indah, Pancoran, Jakarta Selatan 12760. T/F. 021 7984540; 021 7993834; www.kpa.or.id; email: kpa@kpa.or.id. Fb: Konsorsium Pembaruan Agraria; Twitter: @SeknasKPA
http://www.kpa.or.id/news/blog/mengecam-keras-penangkapan-dan-kekerasan-terhadap-petani-rembang-serta-menolak-penambangan-karst-demi-pembangunan-pabrik-semen-di-rembang-jawa-tengah/
0 komentar:
Posting Komentar