Perpag Aksi Tanam Pohon
Menghijaukan kembali kawasan karst Gombong selatan, tengah diritis menjadi tradisi aksi berkelanjutan yang dimulai dari Desa Sikayu Buayan [Foto: Div.Media-Perpag]
Bentang Karst Kendeng Utara di Pati
Perbukitan Karst selalu identik dengan sumber-sumber air yang bukan hanya menjadi andalan kebutuhan domestik harian, melainkan juga kebutuhan utama sektor pertanian, perikanan dan kebutuhan agraris lainnya
KOSTAJASA
Koperasi Taman Wijaya Rasa membangun komitmen Bersama Hutan Rakyat - Kostajasa; berslogan "Tebang Satu Tanam Lima" [Foto: Div.Media-Perpag]
Ibu Bumi Dilarani
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
UKPWR
Warga UKPWR (Ujungnegoro, Karanggeneng, Ponowareng, Wonokerso, Roban) tengah melakukan aksi penolakan PLTU Batubara Batang. Aksi dilakukan di perairan Roban (9/1) yang sekaligus merupakan perairan tempat para nelayan setempat mencari ikan [Foto: Uli]
Rabu, 29 Juni 2016
Pemkab Kebumen Keluarkan SK Penolakan Pendirian PT Semen Gombong, Berikut Petikannya
Selasa, 28 Juni 2016
Penolakan Penambangan Karst Berlanjut
KEBUMEN – Penolakan penambangan kawasan karst Gombong Selatan dari Komisi A DPRD Kabupaten Kebumen berlanjut dengan rekomendasi dibentuk Panitia Khusus (Pansus). Ini sekaligus sebagai pintu masuk untuk menelusuri lebih jauh permasalahan di kawasan yang dilindungi tersebut.
Terutama penyusutan kawasan bentang alam karst (KBAK). Mengingat, pada tahun 2003 telah ditetapkan melalui keputusan menteri terkait KBAK di kawasan karst Gombong Selatan yang mencapai 48 km2.
Namun kemudian menjadi tidak lebih dari 8 km2. Padahal selama ini PT Semen Gombong belum beroperasi. ”Jadi, setelah Pansus dapat membahas dan mengkaji secara serius persoalan tersebut.
Tentu yang diharapkan tidak ada pihakpihak yang dirugikan di kemudian hari,” terang juru bicara Komisi A DPRD Kabupaten Kebumen Muhsinun saat membacakan isi rekomendasi, Senin (27/6).
Sosialisasi
Dengan dibentuk Pansus, lanjut Muhsinun, maka akan ada kejelasan pula tentang duduk permasalahan yang sebenarnya di kawasan karst Gombong Selatan.
Pembacaan rekomendasi itu dilakukan usai rapat terbatas yang dipimpin ketua Komisi A DPRD Kabupaten Kebumen Yudhy Tri Hartanto. Yudhy didampingi sekretaris Chumndari, wakil ketua Sarwono dan anggota, antara lain Kurniawan, Sri Parwati, Danang Adi Nugroho, Musito, dan Muhsinun.
Dalam kesempatan itu juga diikuti wakil ketua DPRD Kabupaten Kebumen Miftahul Ulum. Anggota DPRD Kabupaten Kebumen Dian Lestari Subekti Pertiwi mengatakan, pembentukan Pansus perlu mekanisme panjang.
Pihaknya pun menyurati Ketua DPRD Kabupaten Kebumen Cipto Waluyo terlebih dahulu. Selanjutnya akan ditindaklanjuti dengan rapat pimpinan dengan mengundang masing-masing fraksi untuk membahas kesiapan pansus tersebut, dari mulai materi hingga target waktu penyelesaian pembahasannya.
’’Adanya pansus ini juga atas permintaan warga,’’ terang Dian sembari menambahkan, permintaan warga itu saat kunjungan Komisi A ke sekretariat persatuan rakyat penyelamat karst Gombong (Perpag) di Desa Sikayu, Kecamatan Buayan, Kebumen, Jumat (24/6) lalu.
Surat rekomendasi agar dibentuk pansus itu juga ditembuskan kepada kepala Badan Penanaman Modal Perizinan Terpadu (BPMPT) Kabupaten Kebumen Aden Andri Susilo dan Camat Buayan Supoyo.
Saat dikonfiirmasi secara terpisah, Supoyo mengaku akan menindaklanjuti dengan menyosialisasikan kepada Perpag. (K5-32)
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/penolakan-penambangan-karst-berlanjut/
Minggu, 26 Juni 2016
Tanah Air, Pasar, dan Neoliberalisme
Deforestasi pun berlangsung. Siasat menegakkan kekuasaan yang merampok dan menjarah. Dalam nilai tradisional Kenya, tanah dan hutan dimiliki kolektif. Pengikat dan penguat kebersamaan suatu suku, sekaligus sumber penghidupan bersama. Deforestasi menjadi cara sistematis merusak kolektivitas. Subject population pun jadi orang-seorang. Pencerabutan, diikuti pemiskinan, memudahkan tercipta tenaga kerja murah dalam rantai perbudakan.
“Kita harus menemukan tanah sumber bahan mentah dan pada waktu yang sama mengeksploitasi pribumi sebagai budak murah,” teriak Cecil Rhodes. Dimulailah eksploitasi manusia oleh keserakahan modal di mulut meriam. Jutaan orang dari Asia dan Afrika memenuhi lantai geladak kapal-kapal kolonial, menyeberangi Atantik sejauh ribuan mil. Cecil Rhodes pun jadi manusia super kaya, king of finance, dan manusia yang paling bertanggung jawab atas pecahnya Perang Boer.
Persediaan makanan mereka jauh lebih banyak dari kita. Mereka terlihat lebih sehat dan lebih bersih dari kita, demikian bunyi petikan surat Pero Vaz Caminha kepada Raja Manoel I. Dalam suratnya, Pero Vaz Caminha mengisahkan kemakmuran pribumi di wilayah utara Brasil. “Tanah adalah milik semua orang. Ia seperti matahari dan air. Orang-orang hidup dalam kemakmuran,” ujar Pietro Martire d’Anghiera mengenang masa lalu wilayah utara Brasil itu.
Berbilang tahun kolonialisme, bersambung proyek develomentalis di rezim fasis militer, disusul situasi Neoliberalisme yang menggila sejak 1980-an, wilayah utara Brasil yang makmur berubah jadi salah satu kawasan termiskin di dunia. Nancy Scheper-Hughes dalam penelitian di awal 90-an menggambarkan bagaimana wilayah utara Brasil itu menjadi lumbung kelaparan, wabah penyakit, dan anak-anak yang meninggal tanpa dapat ditolong. Nyaris separuh anak-anak di kawasan rural dijangkiti kelaparan dan tumbuh dalam situasi kekurangan pangan.
Market Access
Orientasi pasar luar (market access), alih-alih mengurangi kemiskinan, sebaliknya justru menjadi bencana kemanusiaan, bahkan ledakan krisis pangan. Vandana Shiva membuat komparasi yang apik untuk pengertian market access. Menurut Shiva, market access merupakan satu senjata mematikan yang digunakan (negara) kaya untuk menghabisi (negara) miskin. Frances Moore Lappe dalam World Hunger (1998) dan Mattew Clement dalam Rice Imperialism (2004) mendedahkan bagaimana teror market access itu terjadi.
Thailand, misalnya, dalam kurun waktu sepuluh tahun, antara 1985-1995, ekspor agrikultur meningkat di atas 65 persen. Di kisaran awal 90-an, tidak kurang dari 35 persen produk beras Asia berasal dari negeri Gajah Putih itu. Namun, di periode sama, hanya dalam perkiraan kotor, 43 persen dari populasi mereka yang tinggal di pedesaan hidup di bawah garis kemiskinan, dan secara nasional ada 21.5 persen anak-anak mengalami pertumbuhan yang terhambat karena kekurangan pasokan gizi.
Di Brasil, oleh iming-iming keuntungan komparatif, tanah-tanah produktif yang sebelumnya ditanami beras berubah jadi ladang kedelai. Tidak kurang 11.6 juta hektare tanah ditanami kedelai, termasuk memangkas hutan dan menyepak petani miskin untuk jadi buruh tanam. Hasilnya, di akhir 90-an, Brasil adalah pengekspor kedelai terbesar ketiga di dunia (setelah Cina dan Amerika Serikat). Kedelai Brasil menggemukkan ternah di Jepang dan Eropa. Di waktu yang bersamaan, 2/3 rakyat Brasil hidup dalam kondisi kurus dan kelaparan.
Demi mengejar pasar luar hutan hujan Sumatera dan Kalimantan disulap menjadi lautan kebun sawit. Dan apa yang terjadi? Di kedua pulau itu, setiap tahun orang-orang menggantang kabut asap. Puncaknya di 2015 lalu. Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana, sepanjang tiga bulan saja (Juli-Oktober 2015), 50 juta jiwa dipaksa bernafas di udara sewarna tembaga karena dipenuh karbon monoksida.
Hanya rentang tiga bulan, setengan juta jiwa terpapar infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), puluhan bayi dari keluarga miskin yang tidak memiliki pendingin udara tewas tanpa pernah tahu tahu apa warna bendera tanah airnya.
Di Muara Kaman, Kalimantan Timur, warga sudah tidak dapat lagi menjala ikan. Limbah sawit memenuhi sungai. Di Provinsi Sumatera Selatan, warga dihalau dari tanah garapan demi sawit yang dijual sebatas raw material. Orang-orang Sakai di Riau tersepak dari perbatin. Perempuan tua dan anak-anak terpaksa memaku di tepi jalan Pekanbaru-Dumai, menadahkan tangan ke mobil yang melintas.
Di Jambi, Suku Anak Dalam berhadapan dengan kekerasan korporasi sawit yang datang dari dunia terang. Industri sawit dengan rantai produksi-distribusi membentuk rantai eksploitasi perkebunan kolonial mengisahkan tanah-tanah yang terampas dan penduduk asli dihalau seperti hewan ternak.
Potret Neoliberalisme
Dalam suratnya yang ditujukan kepada Baud, Van den Bosch menulis, “… Di mana pun, paksaan adalah dasar suatu industri. Tanpa melakukan cara seperti ini, maka di mana pun tak mungkin diciptakan industri…”
Bosch yang dulu dicela kaum liberal, kini nasehatnya diamini. Situasi Neoliberlisme dilahirkan lewat praktik perampasan tanah (land grabbing) yang dikawal bedil kekuasaan. Negara melemah, demokrasi mengangkang. Penetrasi kapital dan supremasi pasar leluasa menyerbu, salah satunya lewat berbagai proyek agrobisnis skala besar.
Program food estate lantang dikampayekan sebagai model industri pertanian nasional di masa depan. Alhasil, struktur ketidakadilan tercipta. Ada jutaan petani tanpa tanah, juga komunitas-komunitas adat yang dirampas properti ulayatnya. Di Pulau Jawa saja, hampir separuh atau 49, 5 persen petani tidak bertanah.
Sementara di luar Jawa, ada 18,7 persen. Di sisi lain, sebanyak 35 persen luas daratan produktif berpindah ke pemilik modal besar. Ketahanan pangan berganti ketergantungan pada produk impor dan korporasi. Sebanyak 65 persen kebutuhan pangan nasional dipenuhi lewat impor dengan menyedot anggaran mencapai ratusan trilun. Beras didatangkan dari Vietnam, garam dari Australia, jagung dari India, kedelai dari Amerika Serikat, termasuk buah-buahan dan ikan yang dibanjiri produk Cina.
Selama 18 tahun Reformasi pembangunan ekonomi Indonesia makin tersesat dalam Neoliberalisme yang dikoridori Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia. Satu-satunya cara guna menghindari krisis ekonomi 1998 ialah menggenjot ekspor. Kas negara dikatakan akan terisi, Indonesia akan memiliki kesanggupan menyicil angsuran dan bunga utang, mengatasi soal kemiskinan dan kerusakan ekologis.
Argumentasi optimistik ini berujung negara absen dari membela the sovereign right of people. Wajah Neoliberalisme tidaklah sekadar policy-making di wilayah ekonomi makro, tetapi operasional dari keseluruhan praktik ekonomi-politik yang menderet perubahan pada otoritas konstitusi, pun bangunan sosio-budaya.
Neoliberalisme kini melahirkan ironi kebangsaan sebagai konsekuensi koneksitas tanpa batas antara supremasi pasar dan modal yang mengatur dengan secuil kesenangan yang dinikmati para elite. Betapa ngilu mengingat pidato Bung Karno 64 tahun lalu saat peletakan batu pertama gedung Fakulteit Pertanian Universiteit Indonesia 27 April 1952:
Rilis Global Hunger Index tahun 2012 yang dikeluarkan International Food Policy Research Institute di Washington menempatkan Indonesia di urutan 50 dari 120 negara. Indonesia berada di kategori extremely alarming. Mundur ke tahun 2011, rilis The United Nation World Food Program menyebutkan hampir 1 juta balita di Indonesia terkategori kronis malnutrisi, dengan kasus terbanyak terjadi di Nusa Tenggara Timur. Bahkan, 48 persen balita mengalami gizi buruk di Papua.
Di tahun 2015 lalu, ada 11 orang meninggal terpapar krisis pangan di Kabupaten Lani Jaya, Papua. Padahal Papua digadang-gadangkan sebagai lumbung pangan nasional, bahkan lumbung pangan dunia lewat megaproyek Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE).
MIFEE gencar dipromosikan, diterbangkan ke New York dalam pertemuan Promoting Responsible International Investment in Agriculture. Dijajakan ke Jepang dalam Tokyo Seminar on Indonesia. Motifnya satu: menarik dana swasta membangun industri pertanian skala besar dari tepi Indonesia. Tapi, hari ini, MIFEE tidak jelas riwayatnya selain memuluskan akuisisi lebih dari 2 juta hektare tanah adat oleh korporasi untuk ditanami komoditas ekspor.
MIFEE pada akhirnya menjelaskan bagaimana desain desentralisasi untuk tujuan luhur merayakan kedaulatan lokal berubah arah di bawah potret Neoliberalisme yang dimodifikasi keserakahan kolonialisme di masa lalu.
Sabtu, 25 Juni 2016
9 Kartini Kendeng "sowan" mBah Maemun
Ucap ndiko kulo tiru
Kangge keslametan
Mundi dawuh poro wali
Tansah kudu..nyekel jejegke paugeran.
Kanggo timbangan satuhu
Aning jagatroyo
Monggo sami dipunjagi
Kangtan kendhat..anyekapi sandhang boga."
Sabtu 25 Juni 2016 - jam 16:00 WIB, sembilan orang perempuan petani Kendeng yang dikenal sebagai 9 Kartini Kendeng sowan ke Mbah Maemun pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Rembang, Jawa Tengah. Kedatangan Sembilan Kartini Kendeng ke kyai kharismatis ini adalah wujud bakti dan kasih sayang seorang anak-anak perempuan pada ayahnya sekaligus bagian dari perjuangan mereka untuk mempertahankan kelestarian Pegunungan Kendeng Utara dari ancaman industri semen.
Sembilan perempuan Kendeng yang terdiri dari Sukinah, Sutini, Karsupi, Ambarwati, Surani, Deni, Murtini, Ngadinah dan Giyem mendapatkan predikatnya sebagai 9 Kartini Kendeng sejak mereka melakukan aksi menyemen kakinya untuk menolak kehadiran industri semen di depan Istana Negara beberapa waktu yang lalu. Sebutan Kartini Kendeng juga diberikan kepada ibu-ibu yang lain yang telah mendirikan tenda di tapak pabrik semen di Rembang sejak tanggal 16 Juni 2014 untuk perjuangan yang sama.
Mbah Maemun sendiri adalah kyai kharismatis yang mempunyai pengaruh yang besar di tingkat lokal maupun nasional. Dalam kawasan basis "Kyai-Pesantren-Santri", Mbah Maemun mempunyai peran yang sentral bagi masyarakat di sekitarnya, termasuk bagi ibu-ibu yang tergabung dalam 9 Kartini Kendeng. Seperti halnya Alissa Wahid yang datang di tenda 26 juni 2014 dan komunitas GUSDURIAN, FN-KSDA ( Front Nadhliyin untuk Kedaulatan Sumberdaya Alam) dll, yang sudah bertekad bulat menolak industri semen, ibu-ibu tersebut berharap Mbah Maemun berkenan memberikan doa dan dukungan pada perjuangan mereka.
Selain wajib dijaga karena alasan lingkungan, Sembilan Kartini Kendeng melihat bahwa Pegunungan Kendeng juga harus dijaga karena memiliki berbagai situs sejarah dan budaya yang penting, seperti Makam Kartini, Makam Nyai Ageng Ngerang, Pertapan Ibu Kunthi, Situs Sunan Bonang, dll. Kepemimpinan Mbah Maemun sebagai tokoh kyai amat menentukan upaya untuk merawat situs Walisanga dan situs sejarah yang lain yang terserak di Pegunungan Kendeng Utara.
Pembangunan tapak pabrik semen hendak didirikan di Rembang dikhawatirkan akan mengancam keberlanjutan Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih yang merupakan kawasan lindung geologi dan kawasan resapan air terbesar yang memasok sumber-mata air yang ada di sekitarnya. Volume air yang dihasilkan oleh mata air-mata air yang ada di pegununungan karst ini dalam satu hari mencapai sekitar 51.840.000 liter air. Sekitar 10% diantaranya dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat dan sisanya didistribusikan ke lahan pertanian, termasuk sebagai pasokan PDAM Rembang. Jika nilai ini divaluasi sebagai potensi ekonomi, maka nilai air yang dihasilkan akan melebihi nilai yang didapat dari sektor pertambangan, yang justru berpotensi mengurangi bahkan menghilangkan pasokan dan distribusi air pada sumber mata air yang ada.
Seperti diketahui dalam pelbagai kajian lingkungan, bahwa produksi semen memiliki potensi mengancam lingkungan hidup. Ancamannya menjadi berlipat ganda jika ia berada dalam lingkungan padat penduduk seperti Jawa.
Perebutan sumber daya akan terjadi antara penduduk dan korporasi.
Pertambangan memiliki potensi mengubah lanskap, siklus air dan ekosistem Bumi. Emisi gas rumah kaca dari proses pembuatan semen, yaitu penyinteran batu gamping setidaknya menyumbang sejumlah 5% atas emisi panas global. Sementara emisi industri semen di seluruh dunia adalah empat kali lebih besar dari keseluruhan emisi pesawat terbang di dunia. Bahan dasar semen adalah batu kapur dan tanah liat, kemudian bahan-bahan ini dipanaskan dengan pasir dan bijih besi dalam suhu 1450 derajat (proses sinter) dan digiling dengan bahan-bahan lainnya (pasir, batu kapur, abu dan gips) menjadi semen.
Proses ini juga membawa efek ikutan seperti debu, asap dan pencemaran udara di lingkungan pabrik semen dan juga ikutan lain, yaitu asap beracun seperti nitrogen oksida, sulfur dioksida, dan lain-lain. Jika ia berada dalam kawasan padat penduduk, maka ini amat problematis karena akan mengancam peri kehidupan di sekitarnya, baik ekologi dan manusianya.
Persoalan Rembang merupakan representasi persoalan pulau Jawa pada umumnya dimana banjir dan longsor yang kian intens melanda Jawa menunjukkan kerusakan dayadukung lingkungan yang terdampak buruk akibat gencarnya pembangunan industri ekstratif di Jawa.
Perlu dicatat 52 persen bencana nasional terjadi di Jawa, dan pada tahun 2015,dari 118 Kabupaten kotamadya Jawa, 80% mengalami banjir bandang, sementara 90% mengalami kekeringan yang berkepanjangan.
Produksi semen di Indonesia mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi.
Antara tahun 2009 dan 2013 produksi semen naik sekitar 50% untuk menggenjot pembangunan infrastruktur dalam negeri. Klaim pemenuhan kebutuhan dalam negeri ini juga belum dapat diverifikasi, karena menurut laporan Berita Satu dan rilis Global Cement sendiri, justru rencana produksi semen Rembang akan digunakan untuk ekspor. Ini adalah sebuah pernyataan yang kontradiktif, bahwa semen adalah untuk dalam negeri, tetapi ternyata untuk ekspor.
Menurut laporan BeritaSatu (http://www.beritasatu.com/…/349635-industri-semen-kelebihan…): “Dengan beroperasinya enam pabrik baru, industri semen nasional mengalami kelebihan kapasitas produksi hampir 30% pada 2016 dengan total kapasitas semen naik menjadi 92 juta ton, sedangkan permintaan semen domestik diperkirakan sekitar 65 juta ton pada tahun ini”.
Di sisi lain, kata Widodo, produsen semen akan melakukan sejumlah langkah strategis. Salah satunya adalah dengan menggenjot ekspor ke sejumlah negara. “Ekspor rencananya ditujukan ke negara-negara di Afrika, Srilanka, Bangladesh, Timur Tengah, Australia, Filipina, Papua Nugini, dan Timor Leste,” terang dia.
Berdasarkan data ASI, total ekspor semen nasional pada 2015 mencapai 1,00 juta ton, naik 280% dari tahun sebelumnya 265,16 ribu ton. Sebanyak 561,76 ribu ton berupa ekspor dalam bentuk semen, dan sisanya 445,74 ribu ton ekspor clinker.
Dalam rilisnya Global Cement pada 25 Februari 2016 (http://www.globalcement.com/news/itemlist/tag/Indonesia) menyatakan bahwa ekspor semen Indonesia rencananya diambil dari produksi di Rembang. Data ini menunjukkan bahwa rencana produksi pabrik semen dari Rembang bukan untuk dalam negeri, tetapi untuk ekspor.
Kontak Person
Joko Prianto 082314203339
Sukinah 082329975823
Komisi A Tolak Penambangan Kawasan Karst
KEBUMEN – Ribuan warga kawasan kars Gombong Selatan berkumpul di kediaman sekretariat persatuan rakyat penyelamat karst Gombong Selatan (Perpag) Lupiyo, Desa Sikayu, Kecamatan Buayan, Kebumen, Jumat (24/6).
Sikap tersebut merupakan rangkaian unjuk rasa yang dilakukan Perpag pada hari sebelumnya di Gedung DPRD Kabupaten Kebumen. Komisi A DPRD Kabupaten Kebumen pun menemui mereka dan menegaskan penolakannya terhadap penambangan kawasan karst Gombong Selatan.
Terlebih sebelumnya Bupati Yahya Fuad telah menjanjikan saat ditemui perwakilan Perpag di pendapa. Orang nomor satu di kabupaten berslogan Beriman ini akan membuat surat pernyataan untuk menertibkan izin lingkungan terkait penambangan kawasan karst Gombong Selatan.
“Insya Allah apa yang menjadi aspirasi warga akan kami bawa karena kami pun mendukung pelestarian lingkungan di kawasan karst Gombong Selatan,” kata Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Kebumen Yudhy Tri Hartanto.
Hadir Kepala Badan Penanaman Modal Pelayanan Perizinan Terpadu (BMPPT) Kabupaten Kebumen Aden Andri Susilo, Camat Buayan Supoyo dan Kades Sikayu Teguh Priyatin.
Kawasan Dilindungi
Yudhy juga didampingi Sekretaris Komisi A DPRD Kabupaten Kebumen Chumndari, wakil ketua Komisi A Sarwono, serta para anggota antara lain Nur Hidayati, Sri Parwati, Danang Adi Nugroho, Musito, Dian Lestari Subekti Pertiwi, dan Mukhsinun. Pemerhati kars Gombong Selatan Supriyanto menyampaikan penyusutan kawasan bentang alam karst (KBAK).
Pasalnya, pada 2003 telah ditetapkan melalui keputusan menteri terkait KBAK di kawasan karst Gombong Selatan yang mencapai 48 km2. Namun saat ini menyusut dan bentangannya tidak lebih dari 8 km2. “Diharapkan KBAK yang mencapai 48 km2 itu dikembalikan seperti semula,” terangnya.
Anggota Komisi ADPRD Kabupaten Kebumen Dian Lestari Subekti Pertiwi menjelaskan, Komisi A DPRD Kabupaten Kebumen pada prinsipnya menolak segala penambangan di kawasan karst Gombong Selatan.
Kawasan tersebut harus terjaga kelestariannya sesuai keinginan dan harapan masyarakat setempat. “Siapa pun itu tidak boleh menambang di kawasan yang dilindungi tersebut,” imbuh politisi PDIP ini. (K5-49)
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/komisi-a-tolak-penambangan-kawasan-karst/
Rabu, 22 Juni 2016
Warga Unjuk Rasa Tolak Pabrik Semen Gombong
Pengunjuk rasa dari Persatuan Rakyat Penyelamat Karst Gombong (PERPAG) ini mendemo Kantor DPRD Kebumen untuk menyampaikan aspirasi kepada para wakil rakyat. “Kami menuntut pembatalan ijin tambang PT Semen Gombong,” kata Samtilar, seorang pendemo, Rabu 22 Juni 2016.
PERPAG juga mendesak dikembalikannya Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Gombong Selatan sebagai kawasan lindung sesuai Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 27 tahun 2012 tentang penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Gombong Selatan.
Para pengunjuk rasa akhirnya ditemui salah satu anggota DPRD Kebumen, Miftakhul Ulum. Politisi PKB ini berharap agar polemik pendirian pabrik semen segera selesai. “Nanti aspirasi bapak/ibu semua akan kami sampaikan,” katanya. Setelah itu, para pengunjuk rasa membubarkan diri.
Pabrik semen PT Gombong direncanakan bisa memproduksi 2,3 juta ton semen per tahun atau 1,9 ton clinker per tahun. Luasan tambang batu lempungnya 124 hektare dan tambang batu gamping 147,5 hektare. Selama ini, warga di lima desa di Kecamatan Buayan, Kabupaten Kebumen terus bergerak menolak dibangunnya pabrik semen oleh PT Semen Gombong. Lima desa itu adalah Desa Sikayu, Karangsari, Ronggodono, Banyumudal, dan Desa Nogoraji.
Mereka menuntut izin penambangan untuk bahan semen dibatalkan. Pemerintah kabupaten Kebumen melalui Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) secara resmi mengumumkan izin lingkungan yang dilakukan oleh PT Semen Gombong melalui surat nomor 503/ 03/P-IL/II/ 2016.
Pengunjuk rasa yang kebanyakan para petani itu khawatir pabrik semen di Gombong bisa mengancam kelestarian alam. Apalagi, Komisi Penilai Amdal Provinsi Jawa Tengah telah mengeluarkan rekomendasi dokumen amdal yang diajukan PT Semen Gombong tidak memenuhi kelayakan lingkungan.
Koordinator Tim Pakar Komisi Penilai Amdal Jawa Tengah Dwi Purwantoro Sasongko menyatakan kawasan IUP (izin usaha penambangan) eksplorasi PT Semen Gombong dinyatakan bagian dari ekosistem kawasan karst. "Sehingga tidak boleh ditambang,” kata Dwi.
Ekosistem kawasan karst ini juga masuk Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Gombong yang sudah ditetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. KBAK masuk kategori kawasan lindung karst atau kategori karst kelas satu sehingga tidak bisa ditambang. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 17 tahun 2012 tentang Penetapan Kawasan Bentang Karst.
Dwi menyatakan karena kawasan IUP ekplorasi PT Gombong merupakan ekosistem karst maka penambangan batu gamping di kawasan tersebut akan menyebabkan perubahan pola karst, baik eksokarst maupun endokarst-nya. “Akan menganggu sistem air bawah tanah di kawasan karst tersebut,” kata Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Diponegoro tersebut.
ROFIUDDIN
https://m.tempo.co/read/news/2016/06/22/206782250/warga-unjuk-rasa-tolak-pabrik-semen-gombong
Senin, 20 Juni 2016
Ketika Tim Pakar Tolak Dokumen Amdal PT Semen Gombong
Waktu menunjukkan pukul 9.00, kala Samtilar bersama ratusan warga dari Lereng Pegunungan Gombong tiba di Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jateng. Spanduk berisikan penolakan tambang terbentang di bagian depan. Warga berbaris memanjang ke belakang.
Samtilar, adalah Ketua Persatuan Rakyat Penyelamat Karst Gombong (Perpag). Bersama perwakilan warga di ruang BLH Jateng, dia tampak serius mendengarkan presentasi para pakar dan pemrakarsa Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), PT. Semen Gombong.
Di luar, warga aksi teatrikal, orasi dan doa bersama. Sekitar pukul 16.00, Koordinator Tim Pakar Komisi Penilai Amdal Jateng, Dwi Purwantoro Sasongko mengatakan, dokumen Amdal Semen Gombong tak layak.
Sontak warga bergembira. Mereka mengucapkan takbir dan sujud syukur. Ada yang membakar dokumen Amdal.
Sedari awal, katanya, tim Amdal dari masyarakat Gombong menyatakan Amdal tak layak dan banyak penipuan. Dia mencotohkan, dalam Amdal tak menyebutkan ada goa dan ponor. Padahal, hasil penelusuran warga lebih tiga goa dalam peta izin usaha pertambangan (IUP). Kala ada pertambangan akan memotong aliran sungai bawah tanah.
“Pendirian pabrik semen dan penambangan batu gamping dapat merugikan rakyat dan melanggar hak asasi sekitar pabrik dan tambang,” kata Samtilar dihubungi pada hari itu, 8 Juni 2016.
Siti Hanifah, warga Sekayu mengatakan, penolakan tambang karena khawatir sumber mata air hilang. Air untuk minum, pertanian, perikanan dan kegiatan lain. “Kaum perempuan akan merasakan sekali dampak sumber air hilang. Menolak tambak harga mati,” katanya.
Sedang Koordinator Tim Pakar Komisi Penilai MAdal Jateng, Dwi Purwantoro Sasongko mengatakan, ada beberapa alasan pertambangan pabrik semen di karts Gombong Selatan tak layak. Pertama, kawasan IUP eksplorasi Semen Gombon bagian ekosistem karts, hingga tak boleh ditambang. “Penambangan batu gamping di situ akan menyebabkan perubahan pola karts, baik eksokarts maupun endokarts,” katanya.
Kedua, ekosistem karst ini, masuk kawasan bentang alam karst (KBAK) Gombong yang ditetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. KBAK kategori kawasan lindung karst atau karst kelas satu, hingga tak bisa ditambang. Ini sesuai Keputusan Menteri ESDM, Nomor 17 tahun 2012, tentang Penetapan Kawasan Bentang Karst.
Semen Gombong mengajukan IUP batu gamping seluas 99,7 hektar dari area seluas 147,5 hektar. Karena penambangan utama bagian hulu untuk penyiapan bahan baku semen dan tak layak, maka seluruh rencana kegiatan tak layak lingkungan. “Baik penambangan dan proses produksi pabrik semen.”
Di dalam rencana pengelolaan lingkungan/rencana pemantauan lingkungan (RKL/RPL) tak jelas letak. “Koordinat tak ada. Spesifikasi kontruksi, apakah dinding tanah, beton terbuka, atau tertutup kemiringan tidak disebutkan. Padahal ampibi katak dan organisme menuju kepunahan karena habitat ciut,” katanya.
Petrasa Wacana, Koordinator Bidang Konservasi, Advokasi dan Kampanye Masyarakat Speleologi Indonesia (MSI) mengatakan, Amdal Semen Gombong tak layak sebuah sejarah. Tak banyak pemerintah tak meloloskan Amdal investasi, apalagi pabrik semen. Di beberapa lokasi jika ingin membatalkan, masyarakat harus berjuang dan tak banyak kemenangan warga.
Dia menilai, terjadi pergeseran Amdal, tak lagi sebagai alat mengurangi dampak lingkungan. Kala lingkungan sudah terdampak , bahkan risiko-risiko buntutan jarang dikaji dalam Amdal. Misal, risiko bencana karena perubahan lahan akibat pertambangan, risiko dampak konflik sosial, risiko sumber-sumber penghidupan daerah hilang.
“Investasi hanya dipandang sebagai obyek ekonomi daerah seperti peningkatan pendapatan daerah. Selama investasi berjalan, keberlanjutan lingkungan selalu diabaikan,” katanya.
Pemerintah daerah, katanya, harus memiliki komitmen tinggi menjaga karst Gombong— menjadi kawasan Warisan Dunia era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004. Ia bentang alam karst yang harus dilindungi. “Jangan sampai mengorbankan kawasan karst hanya untuk memenuhi kebutuhan dunia.”
MSI menyarankan, untuk menyelamatkan karst, perlu kebijakan moratorium. Tak hanya karst Jawa, tetapi seluruh Indonesia. Dari 150 juta kilometer persegi batugamping Indonesia, 90% karst. Belum semua kawasan ditetapkan sebagai kawasan karst.
Indonesia, sadarlah!
Di Tiongkok, setelah 2010, menutup 762 pabrik semen karena menyumbang polutan terbesar. Indonesia malah berlomba-lomba membuka kran investasi pabrik semen dan menciptakan polutan.
Analisis MSI dari data Kementerian Perindustrian, tiga perusahaan semen sedang berproduksi di Jawa, yakni, PT. Indocement (tiga lokasi) memiliki cadangan batugamping 11.773,43 juta ton, dengan produksi 10.007,42 juta ton. PT Semen Indonesia cadangan batugamping pada tiga lokasi 2.026,18 juta ton dengan produksi 1.722,26 juta ton dan PT. Holcim cadangan batugamping dua lokasi 130,99 juta ton, produksi 111,34 juta ton.
Pada 2025, berdasarkan asumsi pertumbuhan konsumsi 10% tiap tahun, rata-rata pertumbuhan konsumsi semen hanya 5%. Total kebutuhan semen Indonesia 2015-2025 diperkirakan 1.259,8 juta ton. Cadangan batugamping tertambang dihimpun dari delapan IUP batugamping milik tiga perusahaan semen terbesar itu tercatat 13.930,60 juta ton. Dengan asumsi efisiensi bahan baku 85%, cadangan batugamping ini bisa menjadi produk semen 11.841,01 juta ton.
Nilai ini, katanya, belum memperhitungkan cadangan batugamping di IUP tujuh perusahaan semen besar lain. Kondisi ini menunjukkan, Indonesia tak perlu investasi baru semen, karena cadangan surplus alias sudah melebihi kebutuhan semen nasional.
“Indonesia tak sedang krisis semen, bahkan surplus. Tanpa harus membangun pabrik lagi, kebutuhan semen sangat cukup.”
Pakar Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unisula) Semarang, Rakhmat Vowo Suharto mengatakan, melihat dari aturan tata ruang, semua komponen fisika, kimia, sosial budaya, biologi, Amdal bisa dikatakan layak. Namun, ada hal tak layak, terutama penambangan batu gamping. Karst bahan baku pabrik semen, ketika penambangan tak layak, maka kelayakan lain menjadi tak bermakna. Jadi, pabrik semen di Gombong tak layak dari kaca mata Amdal.
“Jika amdal tak layak, tidak akan keluar izin lingkungan. Tak ada izin operasional, apalagi eksploitasi oleh Semen Gombong,” katanya.
Hasil tim penilai Amdal akan diberikan kepada Gubernur. Selanjutnya provinsi merekomendasikan kepada Bupati Kebumen. Semen Gombong tak bisa revisi Amdal, karena kegiatan pertambangan ditolak. Jika membuat Amdal baru, desain kegiatan berubah. Jika mereka tetap mendirikan pabrik semen, tak mungkin mendatangkan bahan baku semen dari lokasi lain. Amdal juga harus diubah.
Pada Mei lalu, Direktur Semen Gombong Aries Tarjimanto mengatakan, pabrik semen ini berkapasitas produksi 2,3 juta ton semen atau 1,9 ton clinker per tahun dengan luas tambang batu lempung 124 hektar. Tambang batu gamping 147,5 hektar. Penyusunan Amdal oleh tim sudah menerapkan konservasi lahan, revegetasi, hingga pembuatan embung.
Ketika Tim Pakar Tolak Dokumen Amdal PT Semen Gombong
“Pendirian pabrik semen dan penambangan batu gamping dapat merugikan rakyat dan melanggar hak asasi sekitar pabrik dan tambang,” kata Samtilar dihubungi pada hari itu, 8 Juni 2016.
“Kaum perempuan akan merasakan sekali dampak sumber air hilang. Menolak tambak harga mati,” katanya.
“Penambangan batu gamping di situ akan menyebabkan perubahan pola karts, baik eksokarts maupun endokarts,” katanya.
“Baik penambangan dan proses produksi pabrik semen.”
“Investasi hanya dipandang sebagai obyek ekonomi daerah seperti peningkatan pendapatan daerah. Selama investasi berjalan, keberlanjutan lingkungan selalu diabaikan,” katanya.
“Jangan sampai mengorbankan kawasan karst hanya untuk memenuhi kebutuhan dunia.”
“Indonesia tak sedang krisis semen, bahkan surplus. Tanpa harus membangun pabrik lagi, kebutuhan semen sangat cukup.”
“Jika amdal tak layak, tidak akan keluar izin lingkungan. Tak ada izin operasional, apalagi eksploitasi oleh Semen Gombong,” katanya.