Selasa, 14 Februari 2017

Soal Semen Rembang, Warga Laporkan Pembakaran ke Polisi, Koalisi Adukan Gubernur Jateng ke Ombudsman

February 14, 2017
Tommy Apriando, dan Indra Nugraha, Jakarta

Warga Rembang penolak semen tutup jalan ke pabrik SI. Foto: Tommy Apriando

Hujan gerimis di Desa Tegaldowo, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Sabtu, (11/2/17), tak menyurutkan Ngatiban warga Desa Tegaldowo dan Murtini warga Desa Timbrangan, berangkat ke Kepolisian Daerah Jateng. Mereka melaporkan tindak pidana peusakan tenda perjuangan dan pembakaran mushola Jumat malam, (10/2/17), pukul 19.40, di lokasi pabrik PT. Semen Indonesia.
“Kami melapor ke Polda Jateng perusakan dan pembakaran mushola,” kata Ngatiban, warga Tegaldowo.
Menggunakan truk terbuka, mereka tiba di pertigaan Sungkel Mereng, Desa Kadiwono, Rembang, sekitar pukul 10.20. Ratusan warga pro semen sudah menghadang. Melihat truk warga penolak semen, mereka menghentikan dan mencoba menyerang.
Ivan, salah satu pembela hukum dari LBH Semarang, hampir dipukul. Saya sendiri ada di dalam bak truk. Mereka juga melemparkan kacamata dan helm proyek, namun hanya mengenai bak truk dan pecah.
“Warga tolak itu. Hentikan!,” seru warga pro semen.
Tidak lebih lima menit, truk seharusnya menuju Polda Jateng, berbalik arah lagi ke Desa Tegaldowo. Melewati jalan berlubang dan kehujanan.
“Itu warga pro semen.”
Pukul 17.00, Ngatiban dan beberapa rekan saksi lain tiba di Polda Jateng. Mereka didampingi kuasa hukum dari LBH Semarang. Hadir pula Koordinator KontraS Jakarta, Haris Azhar.
Haris bilang, ada sejumlah aspek dilanggar dari tindakan pembongkaran dan pembakaran ini, yakni perampasan kebebasan bereksperesi, berkumpul dan hak atas properti mereka. Ini semua terjadi karena perusahaan, SI tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) yang sudah mencabut izin lingkungan.
“Kami akan kawal terus kasus ini. Polisi wajib berlaku adil memeriksa dan meindaklanjuti laporan warga. Masak Polda ataupun Polres tak bisa menangani, seharusnya tak susah proses hukum, karena nama pelaku sudah jelas ada,” katanya.
Pukul 20.30, warga selesai lapor ke Polda Jateng. Menurut Zainal Arifin, kuasa hukum warga mengatakan, Polda Jateng tak mau menerima laporan warga dengan alasan Polres Rembang telah bergerak.
Polisi bilang, ada laporan tipe A, artinya polisi melakukan tindakan penyelidikan dan membuat LP tanpa harus laporan. Adapun nomor laporan LP/A/17/II/2017/JATENG/Res.Rbg tertanggal 10 Februari 2017.
“Kami akan melaporkan ke Polres Rembang, besok Minggu,” kata Zainal.
Minggu, (12/2/17),  dua warga yakni Ngatiban dan Murtini, didampingi kuasa hukum dari LBH Semarang mendatangi Polres Rembang untuk pelaporan dugaan tindak pidana perusakan dan pembakaran tenda perjuangan dan mushola.
Warga menghadap Kasat beserta Kanit Reskrim. Kasat Reskrim menyampaikan soal peristiwa perusakan sudah mulai proses, telah terbit LP (laporan), tidak bisa terbit LP baru.
Laporan warga diterima sebagai pengaduan dan ditindaklanjuti dengan pemanggilan saksi dan korban.
“Saksi juga menyampaikan dalam aduan tertulis beberapa nama orang yang diduga melakukan tindak pidana. Kasat Reskim menuturkan akan menindaklanjuti para terlapor,” ucap Zainal.
Kepada wartawan, Wakapolres Rembang Kompol Pranadya Subiyakto memastikan tak ada insiden pembakaran sarana ibadah dalam pembongkaran tenda milik warga pendukung dan penolak pabrik semen di Desa Kadiwono, Bulu Rembang.
Bangunan dari kayu untuk sarana ibadah warga penolak semen hanya dirobohkan. Bangunan tenda milik warga penolak juga tak dibakar massa. Dia membantah berita yang beredar di media sosial yang menyebut, tenda dan sarana ibadah dibakar.
“Semua barang dalam banguan kayu diamankan Satreskrim Polres Rembang. Apabila ada orang menyebut al-Qur’an dan sarana ibadah dibakar, itu tidak benar.”
Yang terjadi, massa terlebih dahulu membongkar tenda warga pendukung semen, dipindahkan lalu dibakar.
Tenda warga penolak semen tak ada dibakar massa. Kayu dan terpal sebagai tenda dan tempat beribadah masih diamankan di Polres Rembang.
“Sedikitnya lima saksi terdiri dari dua orang polisi dan tiga petugas keamanan di area pabrik telah dimintai keterangan,” katanya.
Saya sendiri ketika pembakaran berada di Desa Tegaldowo. Bukti foto dan video pembakaranpun didapat dari saksi di lapangan. Dalam video, ibu-ibu nembang lagu sembari menyaksikan tenda-tenda dirobohkan dan musolla dibakar. Siang hari, saya menyaksikan tindakan massa pro semen ketika menghadang warga penolak pabrik semen di Sungkel Mereng, Desa Kadiwono, Rembang.

Penyerahan laporan dugaan maladministrasi Gubernur Jateng, dari Koalisi Masyarakat Sipil kepada Ombudsman RI. Foto: Indra Nugraha

Lapor Ombudsman
Di Jakarta, Selasa (14/2/17), Koalisi Masyarakat Sipil melaporkan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo ke Ombudsman RI. Laporan ini mewakili masyarakat Rembang. Mereka antara lain YLBHI, Desantara dan Jatam. Laporan dibuat karena Gubernur Jateng dianggap telah maladministrasi terkait putusan MA soal pabrik Semen Indonesia di Rembang.
“Kami menilai ada proses maladministrasi Gubernur dan jajaran Pemprov Jateng termasuk Bupati Rembang dalam proses melaksanakan perintah pengadilan. MA sudah membatalkan dan memerintahkan mencabut izin,” kata M Isnur, advokat YLBHI.
Dia menilai, ada proses sangat buruk, dan tergesa-gesa memaksakan izin baru. Pada 16 Januari,  keluar perintah membuat addendum rencana pengelolaan lingkungan (RKL) baru, sehari berselang, langsung ada dokumen Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) Semen Indonesia, terdiri dari ribuan lembar.
“Bayangkan dalam sehari bisa beres ribuan lembar dokumen Amdal. Pada 18 Januari sudah terbit surat perintah dan surat permintaan sidang Amdal 2 Februari. Jadi dalam waktu hanya dua hari sudah keluar perintah sidang Amdal. Langsung ditunjuk lima kepala desa,” katanya. Seharusnya,  kalau mau mengakomodir warga, pembahasan dulu bukan main langsung tunjuk lima kepala desa. Kemudian pada 19 Januari, semua bahan-bahan sudah sampai ke warga. “Hanya tiga hari sejak ada perintah Gubernur. Itu aneh dan tak masuk akal. Proses sangat cepat.”
Pada 17 Januari, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, menerbitkan Surat Keputusan Nomor 6601/4 tahun 2017. Isinya mencabut SK Gubernur Nomor 6601.1/30 tahun 2016 tentang izin lingkungan kegiatan bahan baku dan pembangunan serta pengoperasian pabrik Semen Indonesia.
Dalam SK itu juga dinyatakan ada perintah membuat Amdal baru dan memerintahkan Dinas LIngkungan Hidup untuk memproses izin lingkungan.
Isnur menilai,  Gubernur Jateng tak mematuhi perintah MA menghentikan kegiatan Semen Indonesia. Seharusnya,  ketika MA mencabut izin, semua kegiatan berhenti. Karena secara substantif dan hukum, dia tak boleh lagi beroperasi.
Kondisi di Rembang sangat mencekam. Warga tak bisa kemana-mana karena akses jalan dihadang preman.
“Warga kan awalnya greget karena hukum tak dihormati. Kita juga kirim peringatan kepada pemda untuk menutup pabrik. Akhirnya, warga simbolis menutup jalan ke pabrik. Tenda dan mushala warga dibakar. Setelah itu oleh preman, jalan keluar ditutup,” katanya.
Saat kejadian, aktivis LBH Semarang ada di lapangan punya dokumentasi berupa foto-foto, video dengan wajah-wajah pelaku.
Anehnya lagi, Semen Indoensia mengatakan peristiwa itu hoax. Padahal bukti jelas bahwa sudah terjadi pembakaran tenda dan mushala warga.
“Warga ada yang dilaporkan terkait pemalsuan bukti di persidangan. Kami juga dapat laporan, warga ada yang diancam dilaporkan terkait pernyataan di rilis yang menyatakan ada pembakaran.  Dikatakan mereka itu berita hoax.”
“Kemudian Wakapolres Rembang menyatakan tak ada pembakaran. Kan ini lucu, mereka sendiri yang buat laporan internal tapi mereka sendrii yang mengatakan tak ada pembakaran. Jadi yang hoax siapa?”
Sobirin dari Desantara mengatakan, situasi di lapangan pasca pembakaran tenda dan mushala mencekam. Akses warga ke kota Rembang tertutup.
“Mereka tak bisa keluar. Satu akses jalan menuju Kota Rembang ini dihadang preman dan dikawal polisi. Jalan satu lagi, jembatan putus.”
Dia menilai polisi berlebihan. Sehari setelah pembakaran, polisi menyatakan tak ada pembakaran mushala. Padahal, katanya, ada delapan saksi warga berada di tenda dan menyaksikan pembakaran oleh sekelompok orang.
Anggota Ombudsman Ninik Rahayu akan menindaklanjuti laporan dengan klarifikasi.
Dari pelaporan YLBHI dan pendamping lain yang mewakili korban, katanya, indikasi maladministrasi cukup kuat. Gubernur Jateng,  tak menindaklanjuti putusan MA. MA sudah mengabulkan gugatan penggugat keseluruhan, kataya, Gubernur lalu mencabut izin, tetapi malah membuat keputusan mengurus izin baru.
“Artinya secara substantif dan hakikat, tetap perusahaan itu akan berdiri. Padahal, nilai kerugian dialami masyarakat sangat besar,” katanya.
Jika merujuk UU 12 Tahun 2011, indikasi maladministrasi oleh Gubernur Jateng cukup kuat. Seharusnya Gubernur dalam membuat kebijakan secara partisipatif.
Ombudsman, katanya, akan mempelajari dokumen termasuk kelengkapan legal standing dari pelapor. Kemudian akan klarifikasi kepada Gubernur Jateng.
“Kita akan pemanggilan kepada para pihak untuk didengar keterangan, baik pelapor maupun terlapor.”
Kalau memang ada maladministrasi, katanya, lembaga ini akan mengeluarkan  saran maupun rekomendasi kepada pemerintah.

Aksi pemblokira jalan masuk ke pabrik PT SI oleh warga pada 10 Februari 2017. Foto: Tommy Apriando

Pengajar HAM:  Setop Semen Indonesia
Serikat Pengajar Hak Asasi Manusia (Sepaham) Indonesia dan  Centre for Human Rights, Multiculturalim and Migration (CHRM2) Fakultas Hukum Universitas Jember menyatakan sikap bersama, mereka meragukan komitmen Presiden Joko Widodo terkait penegakan hukum, perlindungan HAM dan penyelamatan lingkungan.
Herlambang P. Wiratraman, dari Pusat Studi Hukum HAM, Fakultas Hukum Universitas Airlangga mengatakan, rencana operasi pertambangan  Semen Indonesia Rembang harus setop, karena setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil.
Dia bilang, sungguh memprihatinkan, upaya warga petani Rembang yang menghendaki penegakan hukum harus berhadapan dengan cara-cara kekerasan yang diduga dilakukan pendukung tambang.
Kekerasan ini, dengan perusakan tenda posko perjuangan penolakan tambang semen dan pembakaran mushola.
“Seharusnya tak terjadi bila Gubernur Ganjar Pranowo, mematuhi putusan MA dalam bentuk mencabut izin, bukan addendum,” katanya.
Dia meragukan niat baik Gubernur Jateng sejak awal, karena membiarkan Semen Indonesia membangun pabrik hingga menelan biaya, kabarnya mendekati Rp5 triliun.  Padahal, kalau Gubernur taat hukum dan menghormati proses peradilan, seharusnya pembangunan ditunda.
Sepaham meminta  Presiden menghentikan rencana pembangunan Semen Indonesia, untuk menantikan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS).
Instruksi Jokowi kepada Kepala Staf Kepresidenan, Teten Masduki, di lapangan terabaikan. Pembangunan terus berjalan dan berulangkali menyatakan kesiapan beroperasi.
Para pengajar HAM lain yang menyatakan sikap serupa antara lain Al Hanif, dari CHRM2 Fakultas Hukum Universitas Jember, Soelistyowati Irianto, dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Khairani Arifin, dari Pusat Studi HAM Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Lalu, Aloysia Vira Herawati, Rights Edu dari Pusat Studi HAM Universitas Surabaya, Siti Rakhma Mary Herwati, dosen Prodi Hukum President University, Jakarta, Ayu Wahyuningroem, dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia, Jakarta.
Ada pula Rosita Indrayati, dari Fakultas Hukum Universitas Jember, Zainal Arifin Mochtar, dari Pusat Studi Anti Korupsi/Pukat, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogjakarta. Tisnanta dari Pusat Kajian Kebijakan Publik dan HAM Universitas Lampung, I Wayan Titib S dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga.
Lalu Adam Muhshi, dan Dina Tsalist Wildana, Fiska Maulidan Nugroho, sama-sama dari CHRM2, Fakultas Hukum Universitas Jember dan Haidar Adamdari Pusat Studi Hukum HAM Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Kemudian Rachminawati, dari Paham Fakultas Hukum Universitas Padjajaran.
http://www.mongabay.co.id/2017/02/14/soal-semen-rembang-warga-laporkan-pembakaran-ke-polisi-koalisi-adukan-gubernur-jateng-ke-ombudsman/

0 komentar:

Posting Komentar