Perpag Aksi Tanam Pohon

Menghijaukan kembali kawasan karst Gombong selatan, tengah diritis menjadi tradisi aksi berkelanjutan yang dimulai dari Desa Sikayu Buayan [Foto: Div.Media-Perpag]

Bentang Karst Kendeng Utara di Pati

Perbukitan Karst selalu identik dengan sumber-sumber air yang bukan hanya menjadi andalan kebutuhan domestik harian, melainkan juga kebutuhan utama sektor pertanian, perikanan dan kebutuhan agraris lainnya

KOSTAJASA

Koperasi Taman Wijaya Rasa membangun komitmen Bersama Hutan Rakyat - Kostajasa; berslogan "Tebang Satu Tanam Lima" [Foto: Div.Media-Perpag]

Ibu Bumi Dilarani

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

UKPWR

Warga UKPWR (Ujungnegoro, Karanggeneng, Ponowareng, Wonokerso, Roban) tengah melakukan aksi penolakan PLTU Batubara Batang. Aksi dilakukan di perairan Roban (9/1) yang sekaligus merupakan perairan tempat para nelayan setempat mencari ikan [Foto: Uli]

Jumat, 24 Februari 2017

Perpag: Ketua DPRD Jangan Terus Menghindar

PERPAG: Untuk kesekian kalinya Perpag menyampaikan surat permohonan audiensi kepada Ketua DPRD Kebumen 23/2). (Dari kiri ke kanan): Tulus Wijayanto, Samtilar, Siti Hanifah, Lapiyo) tengah diterima Sekretaris DPRD Ir Hj Siti Karisah [Foto: Perpag.Doc]

KEBUMEN - Ketua DPRD Kebumen dinilai selalu menghindar untuk menemui masyarakat kawasan karst Gombong selatan yang telah beberapa kali melakukan upaya audiensi dengan Ketua DPRD Kebumen. Alih-alih mengasah kepekaan terhadap aspirasi masyarakat, para wakil rakyat ini malah abai dalam menyikapi perkembangan situasi; di tengah gencarnya penolakan masyarakat terhadap tambang semen di Jawa Tengah.    

Ketua Persatuan Rakyat Penyelamat Karst Gombong (Perpag), Samtilar tak bisa menyembunyikan kekesalannya. Pihaknya sangat kecewa akan sikap Ketua DPRD kebumen yang terkesan menghindari audiensi sebagaimana diupayakan Perpag dalam beberapa kali surat permohonannya. Terakhir, bersama beberapa perwakilan warga Perpag mendatangi DPRD Kebumen (23/2) namun gagal menemuinya juga.

“Kami baru saja menemui Sekretaris Dewan (Sekwan_Red) di ruang kerjanya”, kata Samtilar bernada kecewa setelah menemui Sekwan Ir. Hj. Siti Karisah
“Seyogyanya kami ditemui Ketua DPRD Kebumen, Cipto Waluyo, akan tetapi selalu tidak berhasil”, cetusnya melanjutkan.  


Jangan Menghindar  

Berulang kali Perpag melayangkan surat permohonan audiensi kepada Ketua DPRD Kebumen. Menurut Samtilar, pihaknya sangat mengharapkan dukungan politik dari lembaga legislatif ini. Keinginan beraudiensi semata agar masyarakat bisa menjelaskan secara langsung perihal apa yang dirasakan dan diinginkan masyarakat sekitar kawasan karst Gombong  selatan.

Dukungan politik dari politisi daerah mutlak diperlukan dalam hal perjuangan warga yang ingin melindungi dan melestarikan keberadaan kawasan karst. Terlebih ada wacana seputar prakarsa masyarakat untuk adanya penetapan kawasan KBAK Gombong Selatan dan Museum Geologi Karangsambung sebagai "Geopark Kebumen" masa depan. Ihwal wacana ini menguat jadi usulan daerah setelah melalui diskusi di LIPI Karangsambung belum lama ini. 

Menurut Samtilar, pihaknya juga bermaksud mengembalikan penetapan KBAK (Kawasan Bentang Alam Karst) Gombong selatan ini ke posisi semula sebagaimana ketentuan sebelumnya. Pihaknya menyadari bahwa persoalan yang terkait aturan penetapan ini bukan berdiri sendiri. Ada faktor-faktor politik dan kekuasaan yang ikut mewarnai, meskipun dengan mengatasnamakan otonomi daerah dan issue-issue ramah investasi namun mengabaikan issue ekologi karstnya sendiri.

Dukungan politik yang jadi kebutuhan perjuangan masyarakat ini juga pernah dijanjikan para wakil rakyat. DPRD Kebumen sendiri pernah menjanjikan akan dibentuk Pansus (panitia khusus) guna menindaklajuti tuntutan masyarakat akan pentingnya pengembalian KBAK Gombong Selatan pada posisi semula. Alih-alih merealisasikan janjinya, bahkan untuk menemui perwakilan masyarakat yang datang pun segan.

Kekecewaan serupa juga disampaikan Tulus Wijayanto yang mendampingi Perpag menyerahkan surat permohonan audiensi untuk kesekian kalinya. Tulus menyatakan pentingnya posisi legislatif daerah agar bersedia duduk bersama rakyat yang diwakilinya. Membahas dan mencari solusi terbaik bagi pelestarian kawasan karst serta menyikapi perkembangan situasi yang menunjukkan kuatnya resistensi masyarakat dalam menentang ekspansi modal yang tak ramah lingkungan.

“Kami mengajak para anggota Dewan yang terhormat untuk bersama-sama rakyat dalam melindungi kawasan karst Gombong selatan; bukan malah menghindar”, papar Tulus.

Menanggapi maksud kedatangan Perpag, Sekretaris Dewan Ir. Hj. Siti Karisah sepakat mempertemukan Perpag dengan Ketua dan anggota DPRD dalam waktu dekat.

Kamis, 23 Februari 2017

Perpag: "Perlindungan Kawasan Karst Menjadi Topik Utama"

Menginisiasi Perdes Lingkungan Hidup


PERDES LH: Kades Sikayu, Buayan; Teguh Priyatin (kiri) menerima salinan dokumen insiasi Perdes LH dari Ketua Perpag H. Samtilar (kanan) di Balai Desa setempat (22/2) paska pertemuan [Foto: Perpag.Doc]

Sikayu – Persatuan Rakyat Penyelamat Karst Gombong (Perpag) telah mulai mengambil inisiatif bagi lahirnya Peraturan Desa (Perdes) tentang Lingkungan Hidup. Langkah rintisan ini dilakukan dengan cara mendorong Pemerintah Desa Sikayu berikut BPD (Badan Perwakilan Desa) setempat menggelar pertemuan khusus untuk itu.

Dalam pertemuan awalnya (22/2) di Balai Desa setempat, dibahas dan dijajaki segala ihwal terkait pentingnya policy lingkungan sebagai manifestasi politik yang akan ikut mempedomani jalannya pemerintahan desa ke depan, agar lebih baik dan berperspektif lingkungan. Sekaligus pada pertemuan awal ini disepakati membentuk panitia khusus (pansus).

Hadir dalam pertemuan ini: Teguh Priyatin (Kades Sikayu), Salim Pramono (Ketua BPD Sikayu), Samtilar (Ketua Perpag), Siti Hanifah (elemen perempuan), tokoh masyarakat, tokoh agama serta unsur Muspika Kecamatan Buayan.

Dalam sambutannya, Kepala Desa Sikayu Teguh Priyatin mengapresiasi inisiatif Perpag dan menyatakan dukungan desa bagi lahirnya Peraturan Desa (Perdes) tentang Lingkungan Hidup ini. Diharapkan, Pansus ini akan dapat merumuskan policy yang benar-benar sesuai dengan keinginan masyarakat dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

Hal senada disampaikan Ketua BPD Sikayu, Salim Pramono yang juga mengapresiasi langkah-langkah Perpag, termasuk dalam membangun konsistensi pada perjuangan yang mengarusutamakan issue kelestarian lingkungan selama ini.
“BPD Sikayu sangat mendukung lahirnya Perdes lingkungan ini”, ujar Salim.


Perdes Percontohan


PANSUS: Tak hanya DPR yang bisa bikin Pansus. Ini situasi rapat perdana pembentukan Pansus (panitia khusus) bagi penyusunan Perdes LH di Balai Desa Sikayu, Kec. Buayan; dihadiri oleh unsur pemerintah desa, BPD, Toma/Toga serta unsur Muspika Kecamatan Buayan [Foto: Perpag.Doc]
________

Rapat inisiasi Perdes tentang Lingkungan Hidup (Perdes LH) di Sikayu Buayan ini juga dihadiri oleh praktisi hukum dari LBH-YLBHI Yogyakarta. Menurut Satrio, pengacara publik dari Yogya ini, proses kelahiran Perdes LH merupakan langkah yang sangat penting artinya bagi proyeksi kehidupan bersama di masa datang.

“Perdes ini, sebagaimana tertuang dalam Kepmendagri Nomor 111, Tahun 2014 tentang Peraturan Desa; memiliki kekuatan hukum yang sangat besar”, jelas Satrio.
“Sebuah Perdes dapat dipergunakan untuk jangka waktu yang tidak terbatas”, sambungnya.

Hal yang lebih strategis lagi bahwa di dalam Perdes itu nantinya juga akan menjadi acuan untuk dijadikan landasan pemerintah dalam penyusunan Perda (Peraturan Daerah). Oleh sebab itu, pihaknya merasa terpanggil untuk concern pada aspek advokasi bagi penguatan masyarakat luas. Mekanisme penyusunan Perdes melibatkan Kepala Desa, BPD dan masyarakat. Penyusunan draft akan dimulai pada awal Maret 2017 yad. Sangat diharapkan terbitnya Perdes LH di Desa Sikayu ini akan menjadi percontohan bagi desa-desa lainnya.

Sebagai inisiator perencanaan Perdes LH ini, Perpag juga menggandeng praktisi hukum LBH-YLBHI Yogyakarta guna ikut mengawal proses sampai pada asistensi dalam membidani kelahirannya. Wakil Ketua Perpag Lapiyo merefleksikan bahwa apa yang diperjuangkan Perpag selama ini, sejatinya, tak melulu soal kelestarian sumber daya air. Tetapi secara keseluruhan berkaitan langsung dengan ekosistem karst yang menjadi andalan mencukupi kebutuhan kehidupan, bukan saja masyarakat satu dua desa saja, melainkan mencakupi kehidupan beberapa kecamatan di sekitarnya; seperti Buayan, Rowokele dan Ayah serta lainnya.

“Oleh karena itu menjadi kewajiban semua warga masyarakat untuk melestarikannya”, tegas Lapiyo.

Pernyataan serupa dikemukakan Ketua Perpag, H Samtilar sembari menyoroti desa-desus yang menuduh Perpag berkepentingan untuk mengambil-alih tanah-tanah milik masyarakat dan tanah yang telah dikuasai pt Semen Gombong. Bagi Samtilar, ini resiko dalam perjuangan organisasinya, meski diakui bahwa fitnah seperti ini kelibat keji.

“Perpag terbentuk untuk misi menjaga lingkungan demi kesejahteraan hidup generasi sekarang hingga generasi yang akan datang”, tegasnya.


Apa yang merupakan rintisan Perpag disadari sepenuhnya sebagai kesadaran bahwa dalam hal menginisiasi penyusunan Perdes LH ini akan menjadi tanggung jawab partisipasi organisasinya bagi desa-desa lain yang menghendaki adanya Perdes serupa. [K.04]  

Pernyataan Sikap Atas Terbitnya “Izin Lingkungan” untuk PT Semen Indonesia


Pada 23 Februari 2017, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengeluarkan izin lingkungan baru untuk PT Semen Indonesia. Terbitnya izin bernomor 660.1/6 tahun 2017 tertanggal 23 Februari 2017 tersebut menurut Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia melanggar beberapa hal, diantaranya:
1. Melanggar Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung yang sudah membatalkan izin lingkungan pembangunan pabrik semen sebelumnya;
2. Perintah presiden untuk tidak membangun pabrik semen dan mengeluarkan izin tambang di Pegunungan Kendeng sampai ada hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHK) yang sedang disusun oleh Kantor Staff Presiden (KSP) dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Sebagai Kepala Daerah, Gubernur Jawa Tengah seyogyanya mempertimbangkan beberapa aspek dalam menjalankan amanah sebagai pimpinan daerah. Tertib dan patuh terhadap hukum yang berlaku, mempertimbangkan kepatuhan kepada kesepakatan dan kebijakan pemerintah pusat, serta mempertimbangkan kehidupan rakyat yang lebih baik. Hal-hal itu seharusnya menjadi landasan bagi Gubernur Jawa Tengah dalam mengambil keputusan.
Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Pegunungan Kendeng sendiri sudah melakukan beberapa upaya untuk mencegah agar izin tidak dikeluarkan,  diantaranya adalah mendatangi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kantor Staf Presiden (KSP), Ombudsman Republik Indonesia, dan beberapa pihak lainnya. Akan tetapi Gubernur Jawa Tengah tetap pada pendiriannya yaitu menerbitkan izin lingkungan baru.
Atas putusan tersebut, berikut adalah analisa kami:
1. Gubernur Melakukan Pembangkangan Hukum (Obstruction Of Justice) dan Melakukan Pelanggaran Konstitusi
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.” (Pasal 28D ayat 1 UUD Negara RI 1945)
Dengan adanya Izin Lingkungan baru untuk PT Semen Indonesia menunjukkan Gubernur Jawa Tengah sedang mempermainkan hukum dan konstitusi, melanggar Pasal 28D ayat 1 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Klausul tersebut merupakan bentuk pengabaian dan penolakan atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum.
Dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jelas disebutkan Indonesia adalah negara hukum, dan diatur pula tentang Kekuasaan Kehakiman. Ini merupakan sebuah preseden yang sangat buruk dalam penegakkan hukum, merusak rasa keadilan masyarakat, memberikan contoh buruk melawan putusan pengadilan dan Konstitusi, serta bisa berakibat hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap Pengadilan dan dunia hukum Indonesia.
Pelanggaran terhadap pembangkangan hukum dan konstitusi merupakan pelanggaran serius, pelanggaran terhadap sumpah jabatan Gubernur dan kewajibannya sebagai Aparat Sipil Negara.
2. Gubernur Bertindak Sewenang-wenang
Dalam putusan pengadilan jelas amar putusan dan perintahnya adalah membatalkan, bukan merevisi atau memperbaiki.
Dalam UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang dalam Pasal 18 ayat (3) huruf b jelas menyatakan adalah tindakan sewenang-wenang adalah apabila keputusan dari pejabat bertentangan dengan membuat Keputusan yang bertentangan dengan Putusan pengadilan yang berkekuatan tetap. Jelas melalui perintah penyempurnaan Dokumen dan Penilaian kembali bertentangan dengan asas legalitas, asas perlindungan hak asasi manusia, dan asas umum pemerintahan yang baik.
Dalam keputusan ini juga nampak gubernur telah bertindak mencampur adukan kewenangan untuk mencabut SK Izin Lingkungan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung dengan Kewenangan untuk memerintahkan penyempurnakan dokumen Andal dan RKL-RPL.
3. Gubernur Melakukan Pembohongan Publik
Dalam Konferensi Persnya Ganjar Pranowo mengatakan, “Keputusan mencabut izin lingkungan sudah sesuai dengan yang diperintahkan oleh MA. Selanjutnya izin lingkungan dapat dilaksanakan apabila PT. Semen Indonesia melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi.”[1]
Gubernur telah salah mengutip dan menjadikan Pertimbangan Hakim sebagai dasar keputusan. Gubernur salah mengartikan Pertimbangan Hakim untuk dijadikan dasar perbaikan dan penyempurnaan, dan menyatakan bahwa ini adalah perintah Mahkamah Agung.
Jelas ini adalah penyesatan informasi dan juga merupakan kebohongan publik. Jelas dalam amar putusannya, MA hanya menyebutkan membatalkan dan memerintahkan untuk mencabut, sama sekali tidak ada perintah untuk memperbaiki. Pertimbangan-pertimbangan adalah bagian dari argumentasi untuk pembatalan, bukan penyempurnaan izin.
4. Gubernur Melanggar UU 32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup dan Melakukan Kejahatan Lingkungan Hidup[2]
Ganjar dalam pernyataannya bersikeras bahwa akan melanjutkan pembangunan pabrik PT. Semen Indonesia walau putusan sudah membatalkan izin lingkungan.
 “(Di putusan MA itu) ada tidak (perintah) menutup pabrik? Tidak ada kan,” kata Ganjar Pranowo di sela menghadiri ujian promosi politikus PDIP, Ahmad Basarah, di Universitas Diponegoro, Semarang, Sabtu, 10 Desember 2016. Karena tidak ada perintah penutupan, kata Ganjar, pendirian pabrik PT Semen Indonesia tersebut akan jalan terus. “Pasti dia (pabrik semen) akan jalan terus,” kata Ganjar[3].
Pasal 40 Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup disebutkan:
(1) Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
(2) Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan.
Dengan ketentuan ini maka jika izin lingkungaan dibatalkan, maka izin kegiatan pun harus dibatalkan.
Izin lingkungan juga digunakan selain “mencegah bahaya bagi lingkungan” maka harus sesuai dengan Ketentuan Lingkungan Hidup Strategis (KLHS sebagaimana diatur didalam pasal 15 UU Lingkungan Hidup) selain juga memperhatikan “daya dukung dan daya tampung (Pasal 8 UU Lingkungan Hidup).
Perintah Pengadilan untuk “membatalkan” SK Gubernur Jawa Tengah tidak dapat kemudian “diartikan” sebagai Gubernur Jawa Tengah membatalkan SK Gubernur,  “namun” kemudian “menerbitkan” SK Nomor Nomor 660.1/4 Tahun 2017 yang berisi  “Memerintahkan kepada PT Semen Indonesia (Persero) Tbk untuk menyempurnakan dokumen adendum Andal dan RKL-RPL dan Komisi Penilai AMDAL Provinsi Jawa Tengah untuk melakukan proses penilaian dokumen adendum Andal dan RKL-RPL yang saat ini sedang berlangsung untuk memenuhi Putusan Peninjauan Kembali Nomor 99 PK/TUN/2016 tanggal 5 Oktober 2016”. Perintah ini adalah “sesat” dan bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung sendiri.
5. Gubernur Melanggar Pasal 50 PP No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
Bahwa SK Izin Lingkungan yang baru telah melanggar hukum karena didasarkan pada Addendum ANDAL RKL RPL yang tidak layak. Alasan perubahan yang berpengaruh terhadap lingkungan ataupun karena alasan lainnya sebagaimana diatur dalam pasal 50 PP 27/2012 adalah untuk kegiatan/usaha yang telah memiliki izin lingkungan dan masih berlaku Karena itu penerbitan izin lingkungan (baru) dipastikan cacat syarat materiil.
Dengan alasan-alasan di atas, Koalisi Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng menyatakan sebagai berikut:
1. Mengecam keras tindakan Gubernur Jawa Tengah atas keluarnya Izin lingkungan yang baru;
2. Mengecam keras Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang diam saja dan tidak melakukan tindakan apapun meski perintahnya diabaikan oleh Gubernur Jawa Tengah;
3. Mengecam Keras Kantor Staf Presiden (KSP) yang telah gagal dalam mengambil langkah-langkah cepat untuk menghentikan keluarnya izin lingkungan baru;
4. Menuntut Gubernur Jawa Tengah membatalkan Izin LIngkungan baru yang telah diterbitkan untuk PT Semen Indonesia.
5. Mendorong dan menghimbau kekuatan organisasi rakyat bersatu padu, untuk menegakkan keadilan dan kedaulatan rakyat dari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah.
6. Pemakjulan terhadap Gubernur Jawa Tengah yang telah melakukan pembangkangan terhadap perintah Presiden untuk tidak membangun pabrik semen;
Hormat Kami
Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Pegunungan Kendeng
Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Desantara, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), KontraS, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Sajogyo Institute, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Institute of Speleological Society (ISS), Acintyacunata Speleological Club (ASC)

[1] Kutipan-Kutipan langsung terhadap Pernyataan Ganjar bisa dilihat di
[2] Dalam Poin ke-4 ini banyak menggunakan dan mengutip dengan memperbaharui sebagian  dari  http://musri-nauli.blogspot.co.id/2016/12/rezim-izin-lingkungan.html

Senin, 20 Februari 2017

Petani Bersatu Desak Jokowi Hentikan Kriminalisasi dan Perampasan Tanah Rakyat

Oleh: MH Elbiy


DAULATANI - Pembangunan hanya membawa musibah, proyek-proyek pembangunan itu sebenaranya hanya akal-akalan untuk merampas tanah rakyat. Perampasan tanah senyatanya memang sedang gencar diberlakukan di beberapa wilayah Indonesia, setidaknya ada pola-pola serupa yang dijalankan: intimidasi, represifitas, kriminalisasi serta upaya lain yang jelas-jelas melanggar Hukum.


Atas masifnya perampasan tanah yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia belakangan ini, dapat disimpulkan bahwa pembangunan semakin tidak manusiawi, pada kenyataanya berpotensi menggusur ruang-ruang hidup masyarakat yang menjadi korbanya yang rata rata adalah petani, yang mana mereka sangat bergantung pada tanahnya. Selain daripada ruang hidup yang memberi nilai ekonomi, namun juga ruang hidup dari nilai sejarah, sosial, budaya dan lain sebagainya yang turut termusnahkan oleh dampak pembangunan yang tak lagi manusiawi.


Merespon penindasan ini, petani mengkonsolidasikan perlawanannya. Perwakilan kelompok tani dari beberapa wilayah konflik agraria seperti Wahana Tri Tunggal (WTT) Kulonprogo Jogja, Perkumpulan Petani Surokonto Wetan (PPSW) Kendal, Serikat Tani Kubu Raya (SKTR) Kalimantan Barat, Organisasi Petani Wongsorejo Banyuwangi (OPTB) dan Organisasi Petani Perempuan Wongsorejo Banyuwangi (OP2WB) berkumpul di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta. Mereka melakukan pernyataan sikap bersama atas perampasan tanah yang terjadi di desanya masing-masing juga di seluruh Indonesia.


Tercatat, para petani juga membuat pernyataan sikap bersama dan ditandatangani masing-masing perwakilan kelompok tani untuk dikirim kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Di dalam siaran pers yang dirilis oleh persatuan Tani ini memapaparkan bahwa pembangunan yang dilakukan secara masif di Indonesia saat ini kenyataannya tidak manusiawi. Mereka menolak kejahatan pembangunan bandara internasional Yogyakarta dan perampasan tanah petani di desa Surokonto Wetan.


Martono dari WTT menceritakan bahwa rencana pembangunan bandara telah mengancam sejarah kehidupan desanya.


“Kami sudah turun temurun di sini. Ada sejarah desa kami baik dari peninggalan sebelum masehi sampai sekarang. Ada bukti prasasti dan sebagainya.”


Ancaman terhadap nilai-nilai sejarah yang telah dibangun juga dipaparkan oleh Hasan Bisri dari (Perkumpulan Petani Surokonto Wetan (PPSW). Ia mengatakan bahwa sejak dulu Petani Surokonto Wetan hidup dari lahan pertanian yang mereka garap secara turun temurun. 


“Lihatlah makam leluhur kami di tanah ini sebagai bukti sejarah bahwa kami sudah puluhan tahun mengelola tanah ini,” kata Hasan Bisri bertestimoni.


Dengan persatuan kelompok-kelompok Tani ini kemudian mereka menuntut presiden Jokowi untuk:

1. Menghentikan perampasan tanah di seluruh wilayah Indonesia.
2. Menghentikan represifitas terhadap petani.
3. Menghentikan kriminalisasi terhadap petani Surokonto Wetan dan petani Kubu Raya Kalimantan Barat.
4. Membatalkan pembangunan bandara internasional Kulonprogo.
5. Menghentikan proses pengadaan tanah di kecamatan Temon Kulonprogo sekarang juga.
6. Membatalkan penetapan kawasan hutan Surokonto Wetan.
7. Menghentikan sengketa tanah di Wongsorejo.
8. Melaksanakan putusan MA dan menarik semua aparat dari Kubu Raya.
9. Laksanakan reforma agraria. 


Terkait pernyataan sikap bersama ini Bara Pratama dari SKTR berharap kaum tani terus membangun silaturahmi dan kekuatan bersama untuk melawan segala bentuk perampasan tanah yang terjadi di Indonesia. Ia berharap kaum tani membangun solidaritas yang seluas-luasnya dengan unsur rakyat tertindas lainnya.


"Selain itu, kami dari SKTR juga mendukung penuh perjuangan kaum tani di Indonesia yang menuntut haknya atas tanah,” paparnya.


Hal yang sama juga diungkapkan oleh Nurkholis dari OP2WB yang mengungkapkan kepada setiap kelompok tani untuk dapat menemani mereka memperjuangkan hak-haknya sebagai petani, agar mereka tidak dianiaya oleh pemerintah dengan alasan industrialisasi.


“Intinya, petani hanya mau hidup tenang dan damai. Sampai anak cucu kami,” tegasnya.


Ia pun berharap acara tersebut bisa menjadi bagian dari perjuangan kaum tani. Serta, acara tersebut dapat menyebarluaskan penindasan yang dialami kaum tani yang terjadi di daerahnya dan juga daerah-daerah lainnya.


Mengomentari pertemuan antar kelompok tani yang berlangsung, Hamzal Wahyudi, Direktur LBH Yogyakarta mengatakan bahwa acara tersebut adalah momentum untuk menyatukan gerakan rakyat di Indonesia.


“Momentum rakyat sebagai korban yang digusur dari lahan pertaniannya dan akan dialihfungsikan untuk pembangunan rezim Jokowi.”


Hamzal juga mengomentari pembangunan di masa pemerintahan Presiden Jokowi yang tidak partisipatif. Hal ini mengacu pada banyaknya penolakan yang terjadi terhadap rencana pembangunan yang dicanangkan di Indonesia.


Terkait pembangunan menurut Hamzal ada dua aspek yang perlu diperhatikan oleh pemerintah yakni pertama adalah daya dukung. Artinya setiap pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah harus diterima oleh masyarakat. Jangan sampai masyarakat tidak diberikan ruang partisipasi.


“Jika sampai (rakyat-red) tak diberikan tempat untuk bisa berpartisipasi artinya kita kembali ke zaman Soeharto. Tidak partisipatif dan otoriter,” tegas Hamzal.


Kedua adalah daya tampung. Menurutnya pemerintah harusnya bisa melihat apakah ketika akan melakukan pembangunan di suatu lokasi, akan menggusur ruang hidup masyarakat atau tidak.


“Apakah ketika melakukan perencanaan pembangunan ada sumber penghidupan warga atau tidak. Apakah pemerintah melihat jika di lokasi pembangunan sudah ada pemukimannya atau belum. Itu juga harus menjadi perhatian penting bagi pemerintah ketika berbicara soal rencana pembangunan nasional,” papar Hamzal.


Terakhir Hamzal juga menyampaikan bahwa pertemuan ini menjadi pesan kepada Presiden Jokowi bahwa di Yogyakarta sudah ada pertemuan organisasi besar di Indonesia yang ingin menyampaikan keluh kesahnya.


Penulis: Hasan Bisri

http://petanisurokontowetan.blogspot.co.id/2017/02/petani-bersatu-desak-jokowi-hentikan-kriminalisasi-dan-perampasan-tanah-rakyat.html

Selasa, 14 Februari 2017

Soal Semen Rembang, Warga Laporkan Pembakaran ke Polisi, Koalisi Adukan Gubernur Jateng ke Ombudsman

February 14, 2017
Tommy Apriando, dan Indra Nugraha, Jakarta

Warga Rembang penolak semen tutup jalan ke pabrik SI. Foto: Tommy Apriando

Hujan gerimis di Desa Tegaldowo, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Sabtu, (11/2/17), tak menyurutkan Ngatiban warga Desa Tegaldowo dan Murtini warga Desa Timbrangan, berangkat ke Kepolisian Daerah Jateng. Mereka melaporkan tindak pidana peusakan tenda perjuangan dan pembakaran mushola Jumat malam, (10/2/17), pukul 19.40, di lokasi pabrik PT. Semen Indonesia.
“Kami melapor ke Polda Jateng perusakan dan pembakaran mushola,” kata Ngatiban, warga Tegaldowo.
Menggunakan truk terbuka, mereka tiba di pertigaan Sungkel Mereng, Desa Kadiwono, Rembang, sekitar pukul 10.20. Ratusan warga pro semen sudah menghadang. Melihat truk warga penolak semen, mereka menghentikan dan mencoba menyerang.
Ivan, salah satu pembela hukum dari LBH Semarang, hampir dipukul. Saya sendiri ada di dalam bak truk. Mereka juga melemparkan kacamata dan helm proyek, namun hanya mengenai bak truk dan pecah.
“Warga tolak itu. Hentikan!,” seru warga pro semen.
Tidak lebih lima menit, truk seharusnya menuju Polda Jateng, berbalik arah lagi ke Desa Tegaldowo. Melewati jalan berlubang dan kehujanan.
“Itu warga pro semen.”
Pukul 17.00, Ngatiban dan beberapa rekan saksi lain tiba di Polda Jateng. Mereka didampingi kuasa hukum dari LBH Semarang. Hadir pula Koordinator KontraS Jakarta, Haris Azhar.
Haris bilang, ada sejumlah aspek dilanggar dari tindakan pembongkaran dan pembakaran ini, yakni perampasan kebebasan bereksperesi, berkumpul dan hak atas properti mereka. Ini semua terjadi karena perusahaan, SI tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) yang sudah mencabut izin lingkungan.
“Kami akan kawal terus kasus ini. Polisi wajib berlaku adil memeriksa dan meindaklanjuti laporan warga. Masak Polda ataupun Polres tak bisa menangani, seharusnya tak susah proses hukum, karena nama pelaku sudah jelas ada,” katanya.
Pukul 20.30, warga selesai lapor ke Polda Jateng. Menurut Zainal Arifin, kuasa hukum warga mengatakan, Polda Jateng tak mau menerima laporan warga dengan alasan Polres Rembang telah bergerak.
Polisi bilang, ada laporan tipe A, artinya polisi melakukan tindakan penyelidikan dan membuat LP tanpa harus laporan. Adapun nomor laporan LP/A/17/II/2017/JATENG/Res.Rbg tertanggal 10 Februari 2017.
“Kami akan melaporkan ke Polres Rembang, besok Minggu,” kata Zainal.
Minggu, (12/2/17),  dua warga yakni Ngatiban dan Murtini, didampingi kuasa hukum dari LBH Semarang mendatangi Polres Rembang untuk pelaporan dugaan tindak pidana perusakan dan pembakaran tenda perjuangan dan mushola.
Warga menghadap Kasat beserta Kanit Reskrim. Kasat Reskrim menyampaikan soal peristiwa perusakan sudah mulai proses, telah terbit LP (laporan), tidak bisa terbit LP baru.
Laporan warga diterima sebagai pengaduan dan ditindaklanjuti dengan pemanggilan saksi dan korban.
“Saksi juga menyampaikan dalam aduan tertulis beberapa nama orang yang diduga melakukan tindak pidana. Kasat Reskim menuturkan akan menindaklanjuti para terlapor,” ucap Zainal.
Kepada wartawan, Wakapolres Rembang Kompol Pranadya Subiyakto memastikan tak ada insiden pembakaran sarana ibadah dalam pembongkaran tenda milik warga pendukung dan penolak pabrik semen di Desa Kadiwono, Bulu Rembang.
Bangunan dari kayu untuk sarana ibadah warga penolak semen hanya dirobohkan. Bangunan tenda milik warga penolak juga tak dibakar massa. Dia membantah berita yang beredar di media sosial yang menyebut, tenda dan sarana ibadah dibakar.
“Semua barang dalam banguan kayu diamankan Satreskrim Polres Rembang. Apabila ada orang menyebut al-Qur’an dan sarana ibadah dibakar, itu tidak benar.”
Yang terjadi, massa terlebih dahulu membongkar tenda warga pendukung semen, dipindahkan lalu dibakar.
Tenda warga penolak semen tak ada dibakar massa. Kayu dan terpal sebagai tenda dan tempat beribadah masih diamankan di Polres Rembang.
“Sedikitnya lima saksi terdiri dari dua orang polisi dan tiga petugas keamanan di area pabrik telah dimintai keterangan,” katanya.
Saya sendiri ketika pembakaran berada di Desa Tegaldowo. Bukti foto dan video pembakaranpun didapat dari saksi di lapangan. Dalam video, ibu-ibu nembang lagu sembari menyaksikan tenda-tenda dirobohkan dan musolla dibakar. Siang hari, saya menyaksikan tindakan massa pro semen ketika menghadang warga penolak pabrik semen di Sungkel Mereng, Desa Kadiwono, Rembang.

Penyerahan laporan dugaan maladministrasi Gubernur Jateng, dari Koalisi Masyarakat Sipil kepada Ombudsman RI. Foto: Indra Nugraha

Lapor Ombudsman
Di Jakarta, Selasa (14/2/17), Koalisi Masyarakat Sipil melaporkan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo ke Ombudsman RI. Laporan ini mewakili masyarakat Rembang. Mereka antara lain YLBHI, Desantara dan Jatam. Laporan dibuat karena Gubernur Jateng dianggap telah maladministrasi terkait putusan MA soal pabrik Semen Indonesia di Rembang.
“Kami menilai ada proses maladministrasi Gubernur dan jajaran Pemprov Jateng termasuk Bupati Rembang dalam proses melaksanakan perintah pengadilan. MA sudah membatalkan dan memerintahkan mencabut izin,” kata M Isnur, advokat YLBHI.
Dia menilai, ada proses sangat buruk, dan tergesa-gesa memaksakan izin baru. Pada 16 Januari,  keluar perintah membuat addendum rencana pengelolaan lingkungan (RKL) baru, sehari berselang, langsung ada dokumen Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) Semen Indonesia, terdiri dari ribuan lembar.
“Bayangkan dalam sehari bisa beres ribuan lembar dokumen Amdal. Pada 18 Januari sudah terbit surat perintah dan surat permintaan sidang Amdal 2 Februari. Jadi dalam waktu hanya dua hari sudah keluar perintah sidang Amdal. Langsung ditunjuk lima kepala desa,” katanya. Seharusnya,  kalau mau mengakomodir warga, pembahasan dulu bukan main langsung tunjuk lima kepala desa. Kemudian pada 19 Januari, semua bahan-bahan sudah sampai ke warga. “Hanya tiga hari sejak ada perintah Gubernur. Itu aneh dan tak masuk akal. Proses sangat cepat.”
Pada 17 Januari, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, menerbitkan Surat Keputusan Nomor 6601/4 tahun 2017. Isinya mencabut SK Gubernur Nomor 6601.1/30 tahun 2016 tentang izin lingkungan kegiatan bahan baku dan pembangunan serta pengoperasian pabrik Semen Indonesia.
Dalam SK itu juga dinyatakan ada perintah membuat Amdal baru dan memerintahkan Dinas LIngkungan Hidup untuk memproses izin lingkungan.
Isnur menilai,  Gubernur Jateng tak mematuhi perintah MA menghentikan kegiatan Semen Indonesia. Seharusnya,  ketika MA mencabut izin, semua kegiatan berhenti. Karena secara substantif dan hukum, dia tak boleh lagi beroperasi.
Kondisi di Rembang sangat mencekam. Warga tak bisa kemana-mana karena akses jalan dihadang preman.
“Warga kan awalnya greget karena hukum tak dihormati. Kita juga kirim peringatan kepada pemda untuk menutup pabrik. Akhirnya, warga simbolis menutup jalan ke pabrik. Tenda dan mushala warga dibakar. Setelah itu oleh preman, jalan keluar ditutup,” katanya.
Saat kejadian, aktivis LBH Semarang ada di lapangan punya dokumentasi berupa foto-foto, video dengan wajah-wajah pelaku.
Anehnya lagi, Semen Indoensia mengatakan peristiwa itu hoax. Padahal bukti jelas bahwa sudah terjadi pembakaran tenda dan mushala warga.
“Warga ada yang dilaporkan terkait pemalsuan bukti di persidangan. Kami juga dapat laporan, warga ada yang diancam dilaporkan terkait pernyataan di rilis yang menyatakan ada pembakaran.  Dikatakan mereka itu berita hoax.”
“Kemudian Wakapolres Rembang menyatakan tak ada pembakaran. Kan ini lucu, mereka sendiri yang buat laporan internal tapi mereka sendrii yang mengatakan tak ada pembakaran. Jadi yang hoax siapa?”
Sobirin dari Desantara mengatakan, situasi di lapangan pasca pembakaran tenda dan mushala mencekam. Akses warga ke kota Rembang tertutup.
“Mereka tak bisa keluar. Satu akses jalan menuju Kota Rembang ini dihadang preman dan dikawal polisi. Jalan satu lagi, jembatan putus.”
Dia menilai polisi berlebihan. Sehari setelah pembakaran, polisi menyatakan tak ada pembakaran mushala. Padahal, katanya, ada delapan saksi warga berada di tenda dan menyaksikan pembakaran oleh sekelompok orang.
Anggota Ombudsman Ninik Rahayu akan menindaklanjuti laporan dengan klarifikasi.
Dari pelaporan YLBHI dan pendamping lain yang mewakili korban, katanya, indikasi maladministrasi cukup kuat. Gubernur Jateng,  tak menindaklanjuti putusan MA. MA sudah mengabulkan gugatan penggugat keseluruhan, kataya, Gubernur lalu mencabut izin, tetapi malah membuat keputusan mengurus izin baru.
“Artinya secara substantif dan hakikat, tetap perusahaan itu akan berdiri. Padahal, nilai kerugian dialami masyarakat sangat besar,” katanya.
Jika merujuk UU 12 Tahun 2011, indikasi maladministrasi oleh Gubernur Jateng cukup kuat. Seharusnya Gubernur dalam membuat kebijakan secara partisipatif.
Ombudsman, katanya, akan mempelajari dokumen termasuk kelengkapan legal standing dari pelapor. Kemudian akan klarifikasi kepada Gubernur Jateng.
“Kita akan pemanggilan kepada para pihak untuk didengar keterangan, baik pelapor maupun terlapor.”
Kalau memang ada maladministrasi, katanya, lembaga ini akan mengeluarkan  saran maupun rekomendasi kepada pemerintah.

Aksi pemblokira jalan masuk ke pabrik PT SI oleh warga pada 10 Februari 2017. Foto: Tommy Apriando

Pengajar HAM:  Setop Semen Indonesia
Serikat Pengajar Hak Asasi Manusia (Sepaham) Indonesia dan  Centre for Human Rights, Multiculturalim and Migration (CHRM2) Fakultas Hukum Universitas Jember menyatakan sikap bersama, mereka meragukan komitmen Presiden Joko Widodo terkait penegakan hukum, perlindungan HAM dan penyelamatan lingkungan.
Herlambang P. Wiratraman, dari Pusat Studi Hukum HAM, Fakultas Hukum Universitas Airlangga mengatakan, rencana operasi pertambangan  Semen Indonesia Rembang harus setop, karena setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil.
Dia bilang, sungguh memprihatinkan, upaya warga petani Rembang yang menghendaki penegakan hukum harus berhadapan dengan cara-cara kekerasan yang diduga dilakukan pendukung tambang.
Kekerasan ini, dengan perusakan tenda posko perjuangan penolakan tambang semen dan pembakaran mushola.
“Seharusnya tak terjadi bila Gubernur Ganjar Pranowo, mematuhi putusan MA dalam bentuk mencabut izin, bukan addendum,” katanya.
Dia meragukan niat baik Gubernur Jateng sejak awal, karena membiarkan Semen Indonesia membangun pabrik hingga menelan biaya, kabarnya mendekati Rp5 triliun.  Padahal, kalau Gubernur taat hukum dan menghormati proses peradilan, seharusnya pembangunan ditunda.
Sepaham meminta  Presiden menghentikan rencana pembangunan Semen Indonesia, untuk menantikan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS).
Instruksi Jokowi kepada Kepala Staf Kepresidenan, Teten Masduki, di lapangan terabaikan. Pembangunan terus berjalan dan berulangkali menyatakan kesiapan beroperasi.
Para pengajar HAM lain yang menyatakan sikap serupa antara lain Al Hanif, dari CHRM2 Fakultas Hukum Universitas Jember, Soelistyowati Irianto, dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Khairani Arifin, dari Pusat Studi HAM Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Lalu, Aloysia Vira Herawati, Rights Edu dari Pusat Studi HAM Universitas Surabaya, Siti Rakhma Mary Herwati, dosen Prodi Hukum President University, Jakarta, Ayu Wahyuningroem, dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia, Jakarta.
Ada pula Rosita Indrayati, dari Fakultas Hukum Universitas Jember, Zainal Arifin Mochtar, dari Pusat Studi Anti Korupsi/Pukat, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogjakarta. Tisnanta dari Pusat Kajian Kebijakan Publik dan HAM Universitas Lampung, I Wayan Titib S dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga.
Lalu Adam Muhshi, dan Dina Tsalist Wildana, Fiska Maulidan Nugroho, sama-sama dari CHRM2, Fakultas Hukum Universitas Jember dan Haidar Adamdari Pusat Studi Hukum HAM Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Kemudian Rachminawati, dari Paham Fakultas Hukum Universitas Padjajaran.
http://www.mongabay.co.id/2017/02/14/soal-semen-rembang-warga-laporkan-pembakaran-ke-polisi-koalisi-adukan-gubernur-jateng-ke-ombudsman/

Jumat, 10 Februari 2017

Mushola Warga Dibakar Pekerja Pabrik Semen, Al Qur'an Ikut Terbakar


Kronologi Pembakaran Tenda Perjuangan dan Mushola Warga Tolak Semen di Rembang*

Mushola yang dibakar sekelompok pekerja pt. Semen dimana peralatan sholat, mukena, sajadah dan bahkan Kitab Suci Al-Qur'an ikut terbakar. Indeks timer menunjukkan waktu mushola dibakar [Foto: Kiriman Warga]  
Pasca aksi "TEGAKKAN HUKUM, TUTUP PABRIK PT SI" hari ini Jum'at, 10 Februari 2017, sekitar pukul 19.50 wib; sebanyak 50-an orang pekerja semen datang di lokasi tenda perjuangan yang berada di dekat pintu masuk menuju tapak pabrik semen pt. Semen Indonesia. Para pekerja semen tersebut antara lain: Sulat (Tegaldowo), Jamin (Karanganyar), Maimun (Timbrangan), Juwahir (Timbrangan).
Di tenda saat itu ada 8 (delapan) warga, termasuk ibu-ibu yang tengah berjaga, setelah aksi, berada di dalam tenda perjuangan pabrik semen. Tiba-tiba mereka berteriak memaksa warga yang sedang berada di dalam tenda untuk keluar dan meninggalkan tenda, mengancam akan merobohkan tenda dan membakar tenda perjuangan dengan alasan mengganggu pekerjaan mereka di pt Semen Indonesia. Ibu-ibu yang di dalam tenda ketakutan dan keluar tenda.
Selanjutnya mereka membongkar portal ‘segel’ yang telah didirikan warga tolak semen pada Jumat 10 Februari 2017 siang. Mereka kemudian membongkar tenda yang didirikan oleh warga pro-semen, dilanjutkan dengan membongkar dan merobohkan dapur dan tenda perjuangan tolak pabrik semen.
Setelah itu, pukul 19.55 WIB, pekerja semen bersama-sama mengangkat mushola yang dibangun warga pada 15 Februari 2016 lalu, yang di dalamnya berisi mukena, sajadah, peci dan kitab suci Alquran. Tenda perjuangan dan mushola serta peralatan ibadah yang berada di dalamnya dibakar. Dalam hitungan menit, pukul 20.11 WIB tenda dan mushola ludes dilalap api.
Rembang, 10 Februari 2017.
Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK)
Joko Prianto
[indeks timer foto, menunjukkan waktu tindakan mereka - foto kiriman warga]