Selasa, 17 Januari 2017

Seolah Patuhi Putusan MA, Gubernur Bersiasat Lagi: Terobosan Politik Presiden Dibutuhkan

Pernyataan Sikap Konsorsium Pembaruan Agraria atas Pencabutan Izin Lingkungan PT. Semen Indonesia di Rembang.


Jakarta (kpa.or.id) – Tepat sehari sebelum batas waktu 60 hari, akhirnya Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah mengumumkan mematuhi amar putusan Mahkamah  Agung (MA) untuk mencabut izin lingkungan PT. Semen Indonesia. Pencabutan diumumkan dalam konferensi pers yang dilaksanakan di Wisma Perdamaian, Semarang, Senin, (16/1) malam.
Pencabutan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur No.6601/4 tahun 2017 tertanggal 16 Januari 2017 Tentang Pencabutan Keputusan Gubernur No. 660.1/30 tahun 2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku dan Pembangunan serta Pengoperasian Pabrik Semen PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk.
Dalam keterangannya, pada poin satu, Ganjar menyebutkan; “Menyatakan batal dan tidak berlaku” keputusan Gubernur No. 660.1/17 tahun 2012 tanggal 7 Juni 2012 sebagaimana telah diubah oleh Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 660.1/30 tahun 2016 tanggal 9 November 2016 tentang Izin Lingkungan Penambangan Bahan Baku Semen dan Pembangunan serta Pengoperasian Pabrik Semen PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk di Rembang.
Namun di poin kedua, menyatakan berdasarkan putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung, Gubernur memerintahkan kepada PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk untuk menyempurnakan dokumen adendum Andal dan RKL-RPL. Selain itu, Komisi Penilai AMDAL Provinsi Jawa Tengah untuk melakukan proses penilaian dokumen adendum Andal dan RKL-RPL, yang saat ini sedang berlangsung untuk memenuhi Putusan Peninjauan Kembali No. 99/PK /TUN/2016 tanggal 5 Oktober 2016.
Dilihat secara seksama, ada yang ganjil dari isi  keputusan Ganjar tersebut. Bahwa apa yang dilakukan oleh Ganjar ini pada dasarnya bukanlah tindakan mematuhi amar putusan MA.  Dalam keputusannya terlihat jelas bahwa Ganjar bersiasat kembali atas putusan MA dengan menyatakan bahwa proses pembangunan pabrik semen PT. Semen Indonesia di Rembang dapat dilanjutkan apabila mampu melengkapi syarat dokumen.
Seperti dilansir CNNIndonesia.com, Senin (16/1) malam pukul 20.10 WIB, dalam keterangannya, Ganjar mengatakan, “Keputusan mencabut izin lingkungan sudah sesuai dengan yang diperintahkan oleh MA. Selanjutnya izin lingkungan dapat dilaksanakan apabila PT. Semen Indonesia melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi.” Jelas ini keputusan yang ganjil dan sarat siasat.
Di dalam Peraturan Pemerintah No. 27/2012 tentang Izin Lingkungan telah jelas dinyatakan bahwa bahwa KA AMDAL wajib ditolak apabila lokasi bertentangan dengan peruntukkan dalam tata ruang. Pertimbangan hukum hakim MA sebagai dasar memutuskan semuanya secara jelas menyangkut ruang, cacat data, dan keberadaan ekosistem kars.
Lebih-lebih operasi pabrik akan mengancam daerah Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih di Pegunungan Kendeng yang menopang kebutuhan air bagi sekitar 153.402 petani Rembang dan menimbulkan bencana ekologis seperti kekeringan dan pencemaran. Sementara CAT Watuputih merupakan wilayah yang telah ditetapkan oleh Presiden melalui Keputusan Presiden RI nomor 26/2011 sebagai salah satu CAT yang seharusnya dilindungi, sebagai bagian dari kawasan ekosistem karst yang memiliki fungsi ekologis dan hidrologis.
Selain itu, dasar Ganjar bersikeras mendorong operasi penambangan bahan baku semen dan pabrik semen untuk kepentingan nasional juga tidak relevan. Mengingat produksi semen di Indonesia juga telah mengalami suplus (oversupplay) sekitar 25 % dari kebutuhan, di mana menurut Asosiasi Semen Indonesia (ASI), oversupplayproduksi semen di dalam negeri mencapai 25-30 % dari konsumsi yang mencapai 65 juta ton. Di sisi lain kepemilikan saham Semen Indonesia pun tidak seratus persen milik negara. Sejak 2010, kepemilikan saham Pemerintah Indonesia sebesar 51% dan 49% publik. Jelas sekali pertarungan kepentingan ekonomi lebih banyak bermain dalam manuver politik dan hukum yang dilakukan Ganjar selama ini.
Mengacu konstitusi agraria kita, bahwa bumi, termasuk tanah, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, merupakan sumber kekayaan agraria yang harus dilindungi oleh Negara dan diperuntukkan sebesar-besarnya untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat sesuai Pasal 33 UUD 1945 dan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5/1960. Jika operasi tambang dan pabrik semen terus dijalankan, tidak hanya menghilangkan sumber agraria yang menjadi penopang kehidupan dan penghidupan warga Rembang, namun juga berdampak pada proses pemiskinan sistematis yang akan dialami petani Rembang.
“Pernyataan Ganjar jelas bersayap. Seolah sebagai Gubernur sudah mematuhi putusan MA namun terus menyusun strategi dan bersiasat agar pembangunan pabrik PT. Semen Indonesia terus berjalan. Di sisi lain ia kemudian mengarahkan bahwa “bola panasnya” ke pihak perusahaan, dengan tetap memberi ruang kepada perusahaan untuk melengkapi persyaratan dokumen setelah keputusan ini keluar.
Atas situasi yang berkembang, KPA menilai bahwa pada dasarnya Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jateng tidak pernah memiliki itikad baik untuk mematuhi amar putusan MA. Ia hanya berusaha terus berkelit dan mengakali segala putusan hukum agar bisa terus melanjutkan pembangunan pabrik PT. Semen Indonesia di Rembang.
“Ini preseden buruk bagi pemerintahan Jokowi, mengingat kasus semen di Rembang telah masuk ke Istana, bahkan sedulur Kendeng telah ditemui Presiden, dan telah ada kesepakatan politik untuk segera diselesaikan. Sayangnya kita saksikan justru seorang Gubernur bisa leluasa bersiasat terus dan mengakibatkan penyelesaian kasus yang diminta Presiden menjadi berlarut,” demikian dinyatakan Dewi Kartika, Sekretaris Jenderal KPA.
Lebih lanjut Dewi menyatakan, “Ada multi-tafsir terhadap putusan MA yang terjadi di kalangan pemerintah sendiri. Untuk memutus rantai kesimpangsiuran tafsir tersebut, sekaligus menertibkan aparat di bawahnya, Presiden selaku kepala pemerintahan segera memanggil Gubernur Jawa Tengah, Ketua MA, Kepala KSP dan Menteri KLHK. Presiden segera memerintahkan Gubernur dan kementerian terkait untuk menghentikan operasi penambangan dan pembangunan pabrik semen, menegakkan keadilan agraria dengan memulihkan hak-hak konstitusional warga Rembang.
Disaksikan Presiden, Ketua MA pun harus mempertegas amar putusannya langsung kepada Ganjar, sehingga tak ada lagi multi-tafsir dan siasat politik dari Ganjar. Kasus Rembang, seperti kebanyakan konflik agraria struktural menuntut sebuah terobosan politik langsung dari seorang Presiden. Jangan dibiarkan berlarut dan terlalu lama warga berhadap-hadapan dengan aparat di lapangan, yang bisa menimbulkan dampak lebih luas serta jatuhnya korban.” tegas Dewi.
Jakarta, 17 Januari 2016

Dewi Kartika,
Konsorsium Pembaruan Agraria
http://www.kpa.or.id/news/blog/seolah-patuhi-putusan-ma-gubernur-bersiasat-lagi-terobosan-politik-presiden-dibutuhkan/

0 komentar:

Posting Komentar