Pangkur :
Ndika para Wakil rakyat
Niki wanci kawula nagih janji
Mring pangandikan rumuhun
Sumadya merjuwangna
Nasipe para kawula aning dhusun
Kang Niki nembe kaancam
Pabrik semen PTSI
Setelah 22 hari warga Kendeng bertahan di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah untuk menuntut dihentikannya aktivitas pabrik semen di Rembang belum juga ditanggapi oleh Gubernur, hari ini warga beserta segala elemen masyarakat yang bersolidaritas dan mendukung perjuangan warga Kendeng untuk mengetuk rumah rakyat di Kantor DPR Jawa Tengah untuk mengadu kepada wakilnya.
Seperti telah diketahui, pasca Putusan Mahkamah Agung yang memenangkan tuntutan warga Kendeng atas kasus pabrik semen di Rembang, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo belum juga menghentikan aktivitas PT. Semen Indonesia di Rembang. Sebaliknya pada tanggal 9 November 2016 Gubernur Jawa Tengah justru diam-diam menerbitkan ijin lingkungan baru pada PT. Semen Indonesia di Rembang. Tindakan tersebut merupakan siasat untuk meneruskan kehadiran pabrik semen di Rembang, sekaligus pembangkangan hukum atas Putusan Mahkamah Agung yang telah memenangkan perjuangan warga. Gubernur ditengarai juga mengeluarkan berbagai pernyataan yang mengindikasikan bahwa pabrik semen di Rembang boleh jalan terus. Oleh karena itu, warga bertahan di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah dan tidak akan pulang sebelum Gubernur melaksanakan Putusan MA.
Di kampung halaman warga, terhitung 939 hari sudah warga bertahan di Tenda Perjuangan di Gunung Bokong, Rembang sejak alat berat datang untuk membangun pabrik semen di Rembang. Sama seperti
saudara-saudaranya yang bertahan di depan Kantor Gubernur, mereka bertekad tidak akan membongkar tendanya sampai pabrik semen angkat kaki dari Kendeng. Penolakan atas kehadiran pabrik semen di pegunungan Kendeng tersebut didasari atas keinginan untuk menjaga dan melestarikan alam dan ruang hidup warga yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Terlebih karena warga menenggarai adanya kejanggalan dan manipulasi data di dalam AMDAL yang menjadi dasar bagi dikeluarkannya ijin lingkungan.
saudara-saudaranya yang bertahan di depan Kantor Gubernur, mereka bertekad tidak akan membongkar tendanya sampai pabrik semen angkat kaki dari Kendeng. Penolakan atas kehadiran pabrik semen di pegunungan Kendeng tersebut didasari atas keinginan untuk menjaga dan melestarikan alam dan ruang hidup warga yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Terlebih karena warga menenggarai adanya kejanggalan dan manipulasi data di dalam AMDAL yang menjadi dasar bagi dikeluarkannya ijin lingkungan.
Dalam perjuangannya warga telah mencoba mengadukan masalah ini ke berbagai lembaga negara, termasuk menempuh jalur hukum, berupa gugatan ke PTUN yang berlanjut ke tingkat banding hingga KASASI dan Peninjauan Kembali. Dari awal warga mendesak agar pembangunan pabrik dihentikan terlebih dahulu. Pada tanggal 22 Oktober 2014 Komnas HAM juga pernah menerbitkan rekomendasi penghentian pembangunan pabrik semen hingga selesainya proses menghasilkan keputusan hukum yang tetap. Tapi rupanya hal tersebut tidak dihiraukan dan pembangunan terus saja dilanjutkan. Kini saat putusan dari lembaga hukum tertinggi memenangkan tuntutan warga, atas nama investasi senilai 5 triliun berbagai pihak justru memaksakan dilanjutkannya pabrik semen tersebut.
Meskipun tidak sebanding dengan besarnya nilai kelestarian alam, investasi senilai 5 triliun bukanlah nilai yang kecil. Sebagai BUMN, investasi tersebut sebagian besar adalah milik negara yang diperoleh dari pajak yang dibayar oleh warga negara. Oleh karena itu, investasi tersebut seharusnya dikelola dengan prinsip kehati-hatian, bermartabat dan menghormati aturan hukum yang ada. Kekhawatiran akan kerugian atas investasi sebesar 5 triliun seharusnya tidak perlu terjadi, jika dari awal PT. Semen Indonesia menjalankan proses pembangunan pabrik di Rembang dengan prinsip kehati-hatian dan menghormati segala peraturan yang ada, termasuk mendengarkan permintaan warga dan rekomendasi Komnas HAM untuk menghentikan sementara pembangunan pabrik semen sampai keluarnya keputusan hukum tetap. Prinsip kehati-hatian seharusnya dijalankan dari awal, bukan dengan mengintimidasi dan mengkriminalisasi warga saat Putusan MA, tiba-tiba memerintahkan pencabutan ijin lingkungan atas pabrik. Ironis memang, warga yang telah memiliki kekuatan hukum oleh lembaga hukum tertinggi justru dicurigai sebagai alat kepentingan asing dan tidak nasionalis.
Berpegang teguh pada tujuan perjuangan mempertahankan pelestarian alam dan penghormatan terhadap hukum, maka warga beserta segala elemen masyarakat yang besolidaritas dan mendukung perjuangan warga menyerukan kepada wakil rakyat di DPR agar:
1. Sebagai Lembaga Legeslatif DPR mendesak Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk segera mematuhi putusan MA dan mendorong adanya moratorium tambang pabrik semen.
2. Memastikan bahwa keuangan negara berupa investasi yang ditanamkan dalam pabrik PT Semen Indonesia di Rembang dikelola dengan baik dan benar.
3. Menghentikan intimidasi dan usaha-usaha ke arah kriminalisasi terhadap warga yang menolak kehadiran pabrik semen di Rembang.
Salam Kendeng
Lestari !
Lestari !
Narahubung JM-PPK :
Gunretno : 0813 9128 5242
Joko Prianto : 0823 1420 3339
Gunretno : 0813 9128 5242
Joko Prianto : 0823 1420 3339
0 komentar:
Posting Komentar