Kendal, 18 Januari 2017.
Sidang Kriminalisasi 3 orang Petani Desa Sorokonto Wetan, Pageruyung, Kendal, kembali digelar pada siang tadi Rabu, 18 Januari 2017 di PN Kendal dengan agenda pembacaan Putusan. Sebelumnya 3 Orang petani yang dikriminalisasi tersebut dijadikan terdakwa dengan menggunakan pasal 94 ayat (1) huruf a dan b UU No 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H).
Dalam putusannya, Majelis Hakim menghukum para terdakwa dengan hukuman masing-masing 8 tahun penjara dan denda masing-masing 8 milyar.
Dalam putusannya majelis hakim tidak bulat, Ketua majelis hakim disennting oponion dan menyebutkan masih ada upaya persuasif yang dapat dilakukan perhutani agar warga dapat mengarap di lahan tersebut. Tetapi majelis hakim berpendapat bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan pidana dan oleh karenanya itu majelis yang disenting-opinion menyampaikan, terdakwa 1 (Nur Aziz) pidana selama 3 tahun, terdakwa 2 (Sutrisno Rusmin) dan terdakwa 3 (Mujiono) dihukum masing masing 2 tahun.
Seusai dibacakan putusan para terdakwa menyatakan secara pribadi permohonan bandingnya.
Kriminalisasi 3 orang Petani Surokonto Wetan bermula saat lahan garapan warga secara sepihak ditetapkan sebagai kawasan hutan melalui SK Menhut No: SK.0321/Menhut-VII/KUH/2014, tertanggal 17 April 2014. Penetapan kawasan hutan itu sendiri lahir setelah sebelumnya lahan garapan masyarakat dijadikan objek lahan pengganti (tukar guling) kawasan hutan yang dipakai oleh PT Semen Indonesia di Rembang untuk pendirian Pabrik Semen.
Warga yang telah puluhan tahun mengelola dan memanfaatkan lahan kini telah menyandang status sebagai terpidana.
Mengenai putusan tersebut, Kahar Muamalsyah mewakili tim advokasi menyatakan "bahwa majelis hakim dalam putusannya gagal memahami tentang ketentuan dalam pasal pidana dalam UU PPPH, hal ini terlihat dengan pendapat majelis hakim yang menyebutkan pengecualian pemidanaan hanya diperuntukkan pada masyarakat adat. Padahal masyarakat yang tinggal disekitar kawasan hutan dalam hal ini masyarakat desa Surokonto seharusnya juga masuk ke dalam pengecualian pidana".
Lebih lanjut lagi, Kahar menjelaskan "pasal 11 ayat (3) UU-PPPH dengan sangat jelas menyebutkan pada pokoknya ancaman pidana tidak ditujukan kepada kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar hutan yang melakukan perladangan tradisional."
"Atas putusan tersebut kami dari Tim Kuasa Hukum akan mengajukan banding sebagai upaya hukum yang akan kami tempuh" tutup Kahar.
Narahubung
Kahar Muamalsyah PBHI (08156592812);
Samuel LBH Semarang (082326046489);
Eko Roesanto LRC KJHAM (082133740718)
0 komentar:
Posting Komentar