Perpag Aksi Tanam Pohon

Menghijaukan kembali kawasan karst Gombong selatan, tengah diritis menjadi tradisi aksi berkelanjutan yang dimulai dari Desa Sikayu Buayan [Foto: Div.Media-Perpag]

Bentang Karst Kendeng Utara di Pati

Perbukitan Karst selalu identik dengan sumber-sumber air yang bukan hanya menjadi andalan kebutuhan domestik harian, melainkan juga kebutuhan utama sektor pertanian, perikanan dan kebutuhan agraris lainnya

KOSTAJASA

Koperasi Taman Wijaya Rasa membangun komitmen Bersama Hutan Rakyat - Kostajasa; berslogan "Tebang Satu Tanam Lima" [Foto: Div.Media-Perpag]

Ibu Bumi Dilarani

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

UKPWR

Warga UKPWR (Ujungnegoro, Karanggeneng, Ponowareng, Wonokerso, Roban) tengah melakukan aksi penolakan PLTU Batubara Batang. Aksi dilakukan di perairan Roban (9/1) yang sekaligus merupakan perairan tempat para nelayan setempat mencari ikan [Foto: Uli]

Minggu, 29 Januari 2017

Tebing Kapur Longsor Timpa Warung dan Menutup Jalan Desa

MINGGU, 29 JAN 2017 09:10


Tebing kapur setinggi 50 meter di Grumbul Pegawulan Desa darmakradenan Kecamatan Ajibarang longsor, Sabtu (28/1) (Agus Minandar/Radar Banyumas/JawaPos.com)
JawaPos.com - Tebing kapur setinggi 50 meter di Grumbul Pegawulan Desa darmakradenan Kecamatan Ajibarang longsor menimpa dua tempat produksi kapur tradisional atau tobong kapur dan satu warung milik warga, Sabtu (28/1) pukul 09.00. Selain itu, jalan desa yang menghubungkan Grumbul Pegawulan dan Cipecang tertutup longsor.


Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut namun kerugian ditaksir mencapai puluhan juta rupiah. Dua tobong dan tanah yang longsor yang rusak adalah milik H Sangad Soleh Mustofa (60) dan H Sukron (55) warga RT 3 RW 1 Desa Darmakradenan. Warung yang tertimbun material longsor milik Ruswati (48) warga setempat. Luas daerah yang longsor mencapai 1 hektar.

Ruswati (48) pemilik warung menuturkan, sebelum kejadian lokasi tebing kapur yang berada di belakang warung sudah terlihat tanda-tanda akan longsor sejak sebulan yang lalu. Tiba-tiba ia mendengar suara gemuruh dari atas tebing yang disusul oleh longsoran batu dan tanah kapur.

"Saya bersama empat orang yang ada di warung langsung keluar dan lari ke tempat yang aman. Tanah kapur yang menimpa warung dan dua tobong. Sementara warung saya tertimbun longsor. Kalau tidak langsung lari mungkin saya ikut menjadi korban,"ujarnya.

Pemilik tobong dan tanah H Sukron menjelaskan, sejak sebulan yang lalu tidak ada aktivitas penambangan kapur untuk produksi karena kondisi tebing sudah rawan longsor. Saat kejadian pekerja hanya sedang beraktivitas di tobong tetapi jumlahnya sudah berkurang karena tidak ada aktivitas penambangan.

"Untuk penambangan kapur sudah tidak ada sebulan yang lalu. Kalau untuk pembakaran kapur masih berjalan karena hanya dikerjakan empat orang dan itu di daerah tobong yang aman, tidak dibawah tebing,"katanya.

Untuk tobong yang rusak, lanjutnya, adalah bagian penyimpanan hasil produksi kapur yang sudah dikemas menggunakan karung. Sementara untuk lokasi produksi tidak mengalami kerusakan yang parah hanya atap yang rusak. "Yang rusak parah di bagian tempat penyimpanan produsi. Kapur siap jual tertimbun dan bagian atap rusak parah. Kerugian sekitar 30 juta,"katanya.

Sementara untuk tobong milik H Sangad Soleh Mustofa juga mengalami kerusakan parah. Bagian tobong dan satu truk terjebak di areal longsor. Kerugian ditaksir mencapai Rp 15 juta. Dan warung milik Ruswati mengalami kerugian mencapai Rp 5 juta.

Kapolsek Ajibarang AKP Supardi didampingi Muspika dan Kepala Desa Darmakradenan Harjono Fauzan langsung ke lokasi longsor. Langkah utama yang dilakukan adalah pembukaan akses jalan untuk warga. "Kami langsung evakuasi material longsor yang menutup jalan desa. Dan dengan curah hujan yang tinggi, diharapkan warga terus waspada. Sampai saat ini, kami fokus pembukaan jalan yang tertutup total," katanya.

Kepala Desa Darmakradenan Harjono mengatakan, target pembersihan longsor sampai Sabtu (28/1) sore. Sehingga, aktivitas warga bisa kembali normal tidak memutar arah lebih jauh. "Kami terus melakukan pembersihan material longsor yang ada di jalan. Untuk tobong juga menyusul. Fokus kami akses jalan dibuka dulu,"jelasnya. (gus/yuz/JPG)
http://www.jawapos.com/read/2017/01/29/105748/tebing-kapur-longsor-timpa-warung-dan-menutup-jalan-desa

Kamis, 26 Januari 2017

Pres-Release JM-PPK

Panen Raya di Lereng Pegunungan Karst Pati, Bukti Kesuburan Lahan Pertanian


Ibu Bumi Wis Maringi
Ibu Bumi Dilarani
Ibu Bumi Kang Ngadili


Pati - Perjuangan warga Pati dari Kecamatan Sukolilo, Kayen dan Tambakromo tak seperti anggapan beberapa pihak, bahwa penolakan pabrik semen yang dilakukan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) hanya terhadap PT. Semen Indonesia. Kamis, 26 Januari 2016, pukul 08.00 pagi, ratusan petani akan turun ke sawah di Desa Brati,Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Panen raya ini membuktikan bahwa anggapan kawasan karst itu kering, tidak subur, dan petani selalu dianggap miskin ialah kekeliruan. Para petani dengan menggunakan caping tolak pabrik semen sembari memanen, dan nembang lagu-lagu untuk kelestarian Ibu Bumi. Panen raya ini sekaligus menjadi bentuk syukur dan doa kami terhadap proses hukum KASASI terhadap gugatan warga Jasmo dkk, yang mengugat izin lingkungan pendirian pabrik semen PT. Sahabat Mulia Sakti, anak perusahaan PT. Indocement Tbk yang dikeluarkan oleh Bupati Pati pada tanggal 8 Desember 2014. Saat ini Mahkamah Agung (MA) sudah menetapkan hakim majelis yang akan memeriksa perkara gugatan, yakni Yosran SH, M. Hum sekalu hakim pertama, Is Sudaryono, SH, MH selaku hakim kedua dan H. Yulius, SH, MH selaku hakim ketiga. Kami berharap majelis hakim yang memutus perkara melihat bukti yang ada dilapangan, bahwa penambangan akan berdampak bagi banyak kalangan, terlebih petani.


Ada 180 hektar lahan untuk tapak pabrik semen merupakan lahan produtif di Desa Larangan, Mojomulyo, Karangawen dan Tambakromo. Adapun rencana penambangan batu kapur di lahan Perhutani, yang selama ini digarap masyarakat. Keluarnya izin lingkungan setelah ada siasat perubahan Perda Tata Ruang Wilayah yang berakhir tahun 2007, dimana kecamatan-kecamatan yang sebelumnya kawasan pertanian, diubah menjadi pertambangan dan industri.
Maka dari itu, sudah jelas bahwa keputusan Bupati Pati mengeluarkan ijin lingkungan bertentangan dengan Undang-Undang penataan ruang, Peraturan Pemerintah tentang Rencata Tata Ruang dan Wilayah, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tentang Pedoman Penyusunan Amdal. Di persidangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, pihak Bappeda Pati tak bisa menjelaskan penyusunan tata ruang Pati, mereka tak bisa menjelaskan soal perubahan lahan pertanian menjadi lahan pertambangan. Perubahan tidak pernah melibatkan masyarakat. Selama ini warga terdampak dari pertambangan semen tak didengarkan sikap penolakannya. Ada 65 persen lebih warga tolak pabrik semen.

Sementara itu, Jasmo selaku salah satu penggugat mengatakan, di lereng kawasan karst Kendeng Pati warga bisa berocok tanam jagung, kacang tanah, padi, terong, ubi, cabe dan apa saja jenis tumbuhan. Ketika di persidangan PTUN Semarang pihak Bappeda Pati secara tergas mengatakan, pendapat domestic Kabupaten Pati sebesar 54 persen dari pertanian dan 35 persennya dari Kecamatan Kayen dan Kecamatan Tambakromo yang akan menjadi lokasi pertambangan. Lahan pertanian di Pati terus berkurang. 
Jika pertambangan berlanjut, artinya pemerintah sengaja mematikan kehidupan petani. Bahwa dengan hadirnya tambang semen akan berdampak pada air bagi kebutuhan warga sehari-hari, air untuk hewan ternak dan lahan pertanian. Selain itu, dampak sosial masyarakat yang terpecah-pecah antara yang mendukung dan menolak pabrik semen. Janji perusahaan yang akan memberikan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan bagi warga sekitar hanya janji semata. Kami sudah melihat langsung warga di Tuban, mereka menderita menyakit sesak nafas, susah air, lahan pertanian rusak dan hanya 0,01 persen warga yang diterima kerja. Tentu lebih terhormat dan sejahtera menjadi petani.
Dari data yang ada, usia produktif Kecamatan Kayen dan Tambakromo berjumlah 20. 677 jiwa. Sementara lapangan kerja yang dijanjikan perusaahn hanya sekitar 600 orang, atau 0,2 persen saja. Maka dari itu, penolakan kami terhadap pabrik semen di Pati merupakan wujud konkrit mendukung Nawacita Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Putusan PTUN Semarang secara gamblang membuktikan kebohongan data Amdal dan mencabut ijin lingkungan. Harapan kami, majelis hakim memutus dengan hati nurani,untuk menjaga kehidupan petani di Kendeng.
Salam Kendeng
LESTARI!!!
Koordinator JM-PPK

Suharno
0821 8249 6666

Rabu, 25 Januari 2017

Menjalin Persaudaraan dan Perlawanan Bersama dalam Menyelamatkan Karst

 | 
Minggu (15/1/2017), rombongan warga penolak industri semen dari berbagai daerah tiba di Omah Kendeng, Sukolilo, Pati, Jawa Tengah. Rombongan ini berasal dari Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Timur.
Selama empat hari, terhitung sejak Senin (16/1) hingga Kamis (19/1), seluruh peserta rombongan dari berbagai daerah ini akan saling belajar bersama dan mempertukarkan pengetahuan dan pengalaman mereka terkait dengan gerakan penolakan industri semen. Harapannya dengan saling belajar bersama, seluruh peserta rombongan akan membawa semangat dan strategi baru saat kembali ke daerah masing-masing. Kegiatan ini difasilitasi oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), TKPT, dan Desantara.
Omah Kendeng,  tempat diselenggarakan kegiatan ini merupakan salah satu tempat yang cukup populer bagi kalangan pegiat lingkungan, gerakan agraria, dan gerakan perempuan di seluruh Indonesia saat ini, karena di tempat inilah biasanya para kaum perempuan, atau biasa dikenal ibu-ibu Kendeng, mendiskusikan perjuangan mereka dalam menghadapi kebrutalan industri semen yang akan merusak lingkungan Pegunungan Kendeng.
Pada hari pertama kegiatan ini, Senin (16/1), seluruh peserta akan diajak oleh panitia untuk melakukan pengamatan tentang kondisi bentang karst dan kampung-kampung di sekitar Omah Kendeng. Seluruh peserta diberi tugas pengamatan dengan melakukan pencatatan dan pemotretan terkait apa yang dilihat di sepanjang perjalanan. Di penghujung kegiatan, hasil pencatatan oleh masing-masing peserta akan didiskusikan secara bersama, ditambahkan dengan informasi tentang kondisi karst di daerah masing-masing asal peserta. Tujuannya tak lain menurut panitia adalah selain untuk memperkenalkan kondisi bentang karst Kendeng, juga untuk memperkaya pengetahuan antar peserta tentang pemahaman karst, di mana tiap-tiap daerah memiliki ciri dan keunikan masing-masing.
Panitia mengatakan bahwa dalam kegiatan pengamatan ini, seluruh peserta akan melewati jalur yang sama dan akan memakan waktu kurang lebih tiga jam untuk sampai di titik terakhir, yakni Omah Sonokeling.
Selepas sarapan pagi, sekitar pukul 08.30 WIB, kegiatan pengamatan ini pun mulai dilakukan. Di sepanjang jalan, seluruh peserta terlihat riang gembira, dan mulai melakukan pemotretan berbagai objek, seperti: bentangan karst, tumbuh-tumbuhan, batuan berlubang, tebing-tebing yang menjulang, aliran sungai, instalasi pipa-pipa air yang saling terhubung, dan lahan-lahan pertanian milik warga. Tampak pula sebagian peserta yang lain melakukan wawancara dengan sekelompok petani jagung yang sedang memanen hasil pertaniannya.
Salah seorang peserta kegiatan sedang melakukan wawancara dengan warga setempat. Sumber: Pribadi
____________________
Dalam perjalanan ini, Sobirin, selaku panitia sempat melontarkan sebuah pertanyaan kepada peserta, bahwa apakah layak jika pemerintah menyebut daerah Kendeng ini merupakan daerah yang gersang. Pernyataan ini disambut oleh seluruh peserta “tidak layak, ini hanya tipu-tipu pemerintah untuk mengubah kawasan Kendeng menjadi kawasan industri semen”, jawab mereka.
Di tengah perjalanan ini, panitia juga mengajak seluruh peserta untuk beristirahat sejenak di sebuah tempat yang biasa dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Pepunden Semar. Di lokasi pepunden ini juga terdapat sebuah lokasi yang bernama Batu Semar, konon dipercayai sebagai tempat Semar mengasah kukunya. Hingga kini, tempat ini sering diziarai dan difungsikan sebagai tempat tirakat oleh berbagai lapisan masyarakat dari berbagai daerah.
Sesudah beristirahat selama satu jam di Pepunden Semar, perjalanan dan pengamatan kembali dilanjutkan menuju Omah Sonokeling. Sesampainya di Sonokeling, seluruh peserta kembali berkumpul dan mendiskusikan hasil temuan. Dalam mendiskusikan hasil temuan ini, kegiatan dipandu oleh Eko Teguh, dosen Geologi, UPN, Yogyakarta.
Pasca mempresentasikan hasil temuannya masing-masing, Eko Teguh, mengajak seluruh peserta untuk mendefinisikan kembali apa yang disebut sebagai karst. Ia menyatakan bahwa semua yang dipaparkan oleh seluruh peserta memang benar ciri-ciri dan karakteristik yang disebut sebagai bentang karst.
Ia mengingatkan kepada seluruh peserta bahwa dalam rejim industri ekstraktif saat ini, biasanya para investor dan pembuat AMDAL akan melakukan penurunan nilai kawasan alam di kawasan karst, misalnya, dengan mengatakan bahwa kawasan karst merupakan kawasan yang gersang, tidak terdapat air yang cukup, dsb. Penurunan nilai kawasan ini menurutnya adalah untuk melegitimasi ekstraksi di kawasan karst tersebut. “Inilah yang terjadi untuk memudahkan perampokan karst di Kendeng, Gombong, Kalimantan Timur, dan beberapa tempat lainnya di Indonesia, sehingga memudahkan industri semen berkuasa dan melakukan ekspansi”, tegasnya.
Di penghujung presentasinya, Eko Teguh, mengajak seluruh peserta untuk menjadikan kawasan karst dan pulau yang kita diami sebagai rumah, bukan menempatkan diri sebagai penjarah atas pulau tersebut. Hal ini agar kawasan karst di daerah masing-masing peserta tetap terjaga dengan baik.
Selepas kegiatan ini, peserta kembali mempersiapkan diri untuk melanjutkan kegiatan selanjutnya, yakni studi lapang. Panitia membagi seluruh peserta menjadi 3 kelompok, dan ditugaskan untuk melakukan studi lapang di 3 desa yang berbeda, salah satunya adalah desa Kedung Mulyo, Sukolilo. Peserta akan belajar dari 3 desa tersebut terkait bagaimana sejarah perjuangan dan perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat Kendeng dalam melawan industri semen.
Seperti yang diketahui, Kecamatan Sukolilo dan Kayen adalah 2 kecamatan di Kabupaten Pati, yang pernah diincar oleh PT Semen Gresik pada tahun 2006 untuk dijadikan lokasi pertambangan karst-industri semen. Namun, berkat kegigihan dari warga 2 kecamatan tersebut, akhirnya PT Semen Gresik harus hengkang dan membatalkan rencana mereka pada tahun 2010, walaupun selanjutnya, PT Semen Gresik yang selanjutnya berubah nama menjadi PT Semen Indonesia (SI) menggeser tujuan mereka ke bumi Rembang, dan tetap menuai protes dari warga Rembang hingga kini.

Hari Kedua dan Ketiga
Memasuki hari kedua, Selasa (17/1), seluruh peserta kegiatan ini ikut bergabung dalam aksi solidaritas mendukung perjuangan warga JMPPK Rembang di kantor Gubernur Jawa Tengah. Aksi ini merupakan aksi lanjutan dari warga Rembang menuntut Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, agar mencabut ijin pendirian pabrik semen PT SI di Rembang, dan sekaligus mendesak Ganjar Pranowo untuk mematuhi putusan Mahkamah Agung yang telah mengabulkan tuntutan warga. Aksi ini diiikuti oleh ribuan warga JMPPK Rembang dan Pati, dan ratusan mahasiswa dari berbagai kampus, serta organisasi masyarakat sipil dari berbagai daerah.
Aksi JMPPK, 17/1/2017 di depan kantor Gubernur Jawa Tengah. Sumber: Pribadi
_______
Namun, tak diduga sebelumnya, di waktu yang sama, muncul aksi demonstrasi dari kelompok yang mengatasnamakan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah. Mereka juga melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Gubernur Jawa Tengah, dengan tuntutan yang berbeda dari warga JMPPK.
Dalam aksinya ini, massa APTI sempat memancing kekisruhan dan melakukan provokasi agar terjadi bentrokan dengan kelompok warga JMPPK. Terkait dengan peristiwa ini, beberapa pihak menyebutkan bahwa “Aksi massa APTI ini merupakan aksi tandingan yang sengaja dimunculkan untuk menutupi aksi yang dilakukan oleh warga Rembang. Dan memang terkesan sengaja untuk memancing kerusuhan, sehingga nanti yang muncul di media bukannya isu penolakan semen, melainkan isu bentrokan”, Ungkap Koko, salah satu massa aksi dari Blora, yang turut mendukung perjuangan warga Rembang.
Bahkan ia menambahkan, dalam aksi tersebut, terdapat beberapa peserta aksi dalam kelompok APTI, terlihat mengenakan topi berlogo PT SI. “Saya melihat secara langsung, ada beberapa orang dalam barisan massa APTI mengunkan topi dan atribut PT SI”, tegasnya.
Hal ini semakin meyakinkan dirinya bahwa bisa saja aksi yang dilakukan oleh massa APTI Jateng tersebut, merupakan aksi yang diboncengi oleh PT SI.
Memasuki hari ketiga, Rabu (18/1), kegiatan belajar bersama antar warga penolak semen kembali dilanjutkan di Omah Kendeng. Kali ini, diisi oleh kegiatan diskusi dengan narasumber yang berasal dari LBH Semarang.
Diskusi ini ditujukan sebagai tukar pengetahuan dan pengalaman LBH Semarang terkait proses advokasi yang selama ini mereka lakukan terhadap perjuangan warga Rembang. Dalam paparannya, Zainal, perwakilan LBH Semarang, mengatakan bahwa setiap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi harus memiliki Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Namun dalam faktanya, provinsi Jawa Tengah dan seluruh kabupaten yang terdapat di dalamnya tidak satupun yang memiliki KLHS. Hal inilah yang menurutnya konsep tata kelola ruang wilayah Jawa Tengah sangat rawan disusupi dan diubah untuk menjadi kawasan pertambangan. Jikapun di dalam RTRW terdapat poin yang mengatur tentang kawasan peruntukan pertambangan, ia menyarankan kepada seluruh peserta untuk mengecek kembali fungsi kawasan tersebut dalam RTRW sebelumnya.

Gua Meledak, Durian Menghilang
Di hari terakhir, Kamis (19/1), Rayhal, salah seorang peserta dari Aceh yang hadir dalam kegiatan ini mengatakan bahwa industri semen di daerahnya, yakni Lhoknga, Aceh Besar, telah bercokol lebih dari 30 tahun. Perusahaan yang menguasainya bernama PT Lafarge Holcim, perusahaan yang juga beroperasi di lebih dari 90 negara.
Menurutnya, dampak yang telah ditimbulkan oleh industri semen di daerahnya adalah banyak lahan pertanian padi milik warga kini rusak parah dan berubah menjadi lahan yang tidak produktif. Selain itu banyak kawasan karst lain di daerahnya juga terus terancam rusak.
Dia menambahkan masuknya industri semen selain telah merusak kawasan karst dan pertanian  padi, juga telah melumpuhkan perkebunan warga. “Dulu selain menanam padi, petani juga menanam tanaman komoditas cengkeh. Harga jualnya cukup tinggi, menjanjikan dan cukup membantu jika harga padi sedang anjlok. Namun, kini berubah, banyak petani tidak bisa menanam cengkeh lagi, hanya bergantung pada padi, itupun dengan kondisi yang cukup memprihatinkan”, ungkapnya.
Bahkan petani padi ini kini harus menelan derita tambahan, yakni harus dipaksa berhenti beraktivitas di sawah saat peledakan karst yang dilakukan oleh pabrik semen di sekitar mereka tengah berlangsung. “Warga akan menerima tanda berupa bunyi sirine jika pabrik akan melakukan peledakan karst. Dan itu berarti petani harus berhenti beraktivitas di sawah”, tambahnya.
Penghancuran kawasan karst juga melenyapkan gua-gua yang ada. Sementara gua-gua tersebut merupakan kantung pupuk gratis bagi petani setempat. Pupuk-pupuk yang dimaksud berasal dari kotoran kelelawar yang terdapat di gua tersebut. Namun, sejak masuknya industri semen, sumber pupuk gratis tersebut rusak dan punah. Dari sinilah cerita petani setempat menggunakan pupuk kimia secara massal terjadi.
Selain itu, hilangnya kelelawar juga mempengaruhi produktivitas panen buah durian milik petani. “Kelelawar selain memberi pupuk bagi petani, juga membantu pembuahan pohon-pohon durian. Kini 2 hal yang menjadi sumber pendapatan warga menghilang dan tidak akan kembali selamanya akibat industri semen” tegas Rayhal.
Pemusnahan kaum tani ini kini terus meluas di kawasan sekitar pabrik semen yang berada di Lhoknga dan sekitarnya. Pasalnya, sumber-sumber air pertanian, yang berasal dari sungai bawah tanah yang terdapat di kawasan karst terus dihancurkan. Petani memastikan dalam waktu dekat, krisis air untuk kebutuhan pertanian dan rumah tangga akan terus meningkat.
Bagi Rayhal, selain telah berdampak pada penurunan pendapatan ekonomi rumah tangga, industri semen di daerahnya juga telah menyebabkan penurunan kualitas kesehatan manusia dan lingkungan. Salah satu yang paling terlihat jelas adalah tingkat polusi udara yang tinggi. Dia mengatakan warna langit di daerahnya jarang sekali terlihat biru, bahkan kerap tampak hitam sepanjang waktu.
Untuk mengelabui tingkat polusi ini, pabrik semen melancarkan strategi pembuangan debu sisa pembakaran pada pukul 03.00 WIB hingga 04.00 WIB, saat warga masih terlelap tidur. Namun terkadang, debu hitam yang disemburkan oleh cerobong pabrik semen tersebut masih dapat terlihat jelas pada pukul 06.00 pagi oleh seluruh warga sekitar.
Menurut Rayhal, cerita ini masih belum cukup, karena terdapat beberapa fakta kotor lain yang sangat tidak masuk akal. Pada tahun 2011, misalnya, saat stok batu bara milik PLTU yang mensuplai kebutuhan energi untuk pabrik semen terbakar, telah mengakibatkan sedikitnya 20 orang warga sekitar menjadi korban. Dan parahnya, untuk membersihkan sisa kebakaran tersebut, warga terdampak dipungut biaya oleh perusahaan.
Cerita ini tentunya mengundang tanya sebagian peserta yang hadir dalam kegiatan ini. “Apakah tidak ada perlawanan dari warga sekitar, walaupun perlawanan itu tergolong kecil?”, tanya salah seorang peserta. Pertanyaan ini sempat mengheningkan suasana tanya jawab antar peserta yang sedang berlangsung dalam kegiatan ini.
Rayhal menjawab “Perlawanan itu pasti ada. Namun yang patut dicatat, situasi di Aceh mungkin sedikit berbeda dengan daerah-daerah lainnya. Situasi politik masa lalu Aceh terkadang masih meninggalkan sedikit trauma bagi sekelompok warga untuk melakukan perlawanan terbuka saat ini, khususnya jika harus berhadapan dengan aparat keamanan. Apalagi, jika harus dihadapkan dengan situasi di mana perusahaan berhasil menghimpun kekuatan eks kombatan GAM untuk berpihak kepada pabrik semen, situasinya pasti akan tambah rumit” tegasnya.
http://selamatkanbumi.com/id/menjalin-persaudaraan-dan-perlawanan-bersama-dalam-menyelamatkan-karst/

Rabu, 18 Januari 2017

Press-Release | 3 Petani Surokonto Dihukum 8 Tahun Denda 10 Milyar

Kendal, 18 Januari 2017. 

Sidang Kriminalisasi 3 orang Petani Desa Sorokonto Wetan, Pageruyung, Kendal, kembali digelar pada siang tadi Rabu, 18 Januari 2017 di PN Kendal dengan agenda pembacaan Putusan. Sebelumnya 3 Orang petani yang dikriminalisasi tersebut dijadikan terdakwa dengan menggunakan pasal 94 ayat (1) huruf a dan b UU No 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H).

Dalam putusannya, Majelis Hakim menghukum para terdakwa dengan hukuman masing-masing 8 tahun penjara dan denda masing-masing 8 milyar.


Dalam putusannya majelis hakim tidak bulat, Ketua majelis hakim disennting oponion dan menyebutkan masih ada upaya persuasif yang dapat dilakukan perhutani agar warga dapat mengarap di lahan tersebut. Tetapi majelis hakim berpendapat bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan pidana dan oleh karenanya itu majelis yang disenting-opinion menyampaikan, terdakwa 1 (Nur Aziz) pidana selama 3 tahun, terdakwa 2 (Sutrisno Rusmin) dan terdakwa 3 (Mujiono) dihukum masing masing 2 tahun.


Seusai dibacakan putusan para terdakwa menyatakan secara pribadi permohonan bandingnya.


Kriminalisasi 3 orang Petani Surokonto Wetan bermula saat lahan garapan warga secara sepihak ditetapkan sebagai kawasan hutan melalui SK Menhut No: SK.0321/Menhut-VII/KUH/2014, tertanggal 17 April 2014. Penetapan kawasan hutan itu sendiri lahir setelah sebelumnya lahan garapan masyarakat dijadikan objek lahan pengganti (tukar guling) kawasan hutan yang dipakai oleh PT Semen Indonesia di Rembang untuk pendirian Pabrik Semen.
Warga yang telah puluhan tahun mengelola dan memanfaatkan lahan kini telah menyandang status sebagai terpidana.


Mengenai putusan tersebut, Kahar Muamalsyah mewakili tim advokasi menyatakan "bahwa majelis hakim dalam putusannya gagal memahami tentang ketentuan dalam pasal pidana dalam UU PPPH, hal ini terlihat dengan pendapat majelis hakim yang menyebutkan pengecualian pemidanaan hanya diperuntukkan pada masyarakat adat. Padahal masyarakat yang tinggal disekitar kawasan hutan dalam hal ini masyarakat desa Surokonto seharusnya juga masuk ke dalam pengecualian pidana".


Lebih lanjut lagi, Kahar menjelaskan "pasal 11 ayat (3) UU-PPPH dengan sangat jelas menyebutkan pada pokoknya ancaman pidana tidak ditujukan kepada kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar hutan yang melakukan perladangan tradisional."


"Atas putusan tersebut kami dari Tim Kuasa Hukum akan mengajukan banding sebagai upaya hukum yang akan kami tempuh" tutup Kahar.


Narahubung
Kahar Muamalsyah PBHI (08156592812);
Samuel LBH Semarang (082326046489);
Eko Roesanto LRC KJHAM (082133740718)

Selasa, 17 Januari 2017

Seolah Patuhi Putusan MA, Gubernur Bersiasat Lagi: Terobosan Politik Presiden Dibutuhkan

Pernyataan Sikap Konsorsium Pembaruan Agraria atas Pencabutan Izin Lingkungan PT. Semen Indonesia di Rembang.


Jakarta (kpa.or.id) – Tepat sehari sebelum batas waktu 60 hari, akhirnya Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah mengumumkan mematuhi amar putusan Mahkamah  Agung (MA) untuk mencabut izin lingkungan PT. Semen Indonesia. Pencabutan diumumkan dalam konferensi pers yang dilaksanakan di Wisma Perdamaian, Semarang, Senin, (16/1) malam.
Pencabutan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur No.6601/4 tahun 2017 tertanggal 16 Januari 2017 Tentang Pencabutan Keputusan Gubernur No. 660.1/30 tahun 2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku dan Pembangunan serta Pengoperasian Pabrik Semen PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk.
Dalam keterangannya, pada poin satu, Ganjar menyebutkan; “Menyatakan batal dan tidak berlaku” keputusan Gubernur No. 660.1/17 tahun 2012 tanggal 7 Juni 2012 sebagaimana telah diubah oleh Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 660.1/30 tahun 2016 tanggal 9 November 2016 tentang Izin Lingkungan Penambangan Bahan Baku Semen dan Pembangunan serta Pengoperasian Pabrik Semen PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk di Rembang.
Namun di poin kedua, menyatakan berdasarkan putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung, Gubernur memerintahkan kepada PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk untuk menyempurnakan dokumen adendum Andal dan RKL-RPL. Selain itu, Komisi Penilai AMDAL Provinsi Jawa Tengah untuk melakukan proses penilaian dokumen adendum Andal dan RKL-RPL, yang saat ini sedang berlangsung untuk memenuhi Putusan Peninjauan Kembali No. 99/PK /TUN/2016 tanggal 5 Oktober 2016.
Dilihat secara seksama, ada yang ganjil dari isi  keputusan Ganjar tersebut. Bahwa apa yang dilakukan oleh Ganjar ini pada dasarnya bukanlah tindakan mematuhi amar putusan MA.  Dalam keputusannya terlihat jelas bahwa Ganjar bersiasat kembali atas putusan MA dengan menyatakan bahwa proses pembangunan pabrik semen PT. Semen Indonesia di Rembang dapat dilanjutkan apabila mampu melengkapi syarat dokumen.
Seperti dilansir CNNIndonesia.com, Senin (16/1) malam pukul 20.10 WIB, dalam keterangannya, Ganjar mengatakan, “Keputusan mencabut izin lingkungan sudah sesuai dengan yang diperintahkan oleh MA. Selanjutnya izin lingkungan dapat dilaksanakan apabila PT. Semen Indonesia melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi.” Jelas ini keputusan yang ganjil dan sarat siasat.
Di dalam Peraturan Pemerintah No. 27/2012 tentang Izin Lingkungan telah jelas dinyatakan bahwa bahwa KA AMDAL wajib ditolak apabila lokasi bertentangan dengan peruntukkan dalam tata ruang. Pertimbangan hukum hakim MA sebagai dasar memutuskan semuanya secara jelas menyangkut ruang, cacat data, dan keberadaan ekosistem kars.
Lebih-lebih operasi pabrik akan mengancam daerah Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih di Pegunungan Kendeng yang menopang kebutuhan air bagi sekitar 153.402 petani Rembang dan menimbulkan bencana ekologis seperti kekeringan dan pencemaran. Sementara CAT Watuputih merupakan wilayah yang telah ditetapkan oleh Presiden melalui Keputusan Presiden RI nomor 26/2011 sebagai salah satu CAT yang seharusnya dilindungi, sebagai bagian dari kawasan ekosistem karst yang memiliki fungsi ekologis dan hidrologis.
Selain itu, dasar Ganjar bersikeras mendorong operasi penambangan bahan baku semen dan pabrik semen untuk kepentingan nasional juga tidak relevan. Mengingat produksi semen di Indonesia juga telah mengalami suplus (oversupplay) sekitar 25 % dari kebutuhan, di mana menurut Asosiasi Semen Indonesia (ASI), oversupplayproduksi semen di dalam negeri mencapai 25-30 % dari konsumsi yang mencapai 65 juta ton. Di sisi lain kepemilikan saham Semen Indonesia pun tidak seratus persen milik negara. Sejak 2010, kepemilikan saham Pemerintah Indonesia sebesar 51% dan 49% publik. Jelas sekali pertarungan kepentingan ekonomi lebih banyak bermain dalam manuver politik dan hukum yang dilakukan Ganjar selama ini.
Mengacu konstitusi agraria kita, bahwa bumi, termasuk tanah, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, merupakan sumber kekayaan agraria yang harus dilindungi oleh Negara dan diperuntukkan sebesar-besarnya untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat sesuai Pasal 33 UUD 1945 dan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5/1960. Jika operasi tambang dan pabrik semen terus dijalankan, tidak hanya menghilangkan sumber agraria yang menjadi penopang kehidupan dan penghidupan warga Rembang, namun juga berdampak pada proses pemiskinan sistematis yang akan dialami petani Rembang.
“Pernyataan Ganjar jelas bersayap. Seolah sebagai Gubernur sudah mematuhi putusan MA namun terus menyusun strategi dan bersiasat agar pembangunan pabrik PT. Semen Indonesia terus berjalan. Di sisi lain ia kemudian mengarahkan bahwa “bola panasnya” ke pihak perusahaan, dengan tetap memberi ruang kepada perusahaan untuk melengkapi persyaratan dokumen setelah keputusan ini keluar.
Atas situasi yang berkembang, KPA menilai bahwa pada dasarnya Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jateng tidak pernah memiliki itikad baik untuk mematuhi amar putusan MA. Ia hanya berusaha terus berkelit dan mengakali segala putusan hukum agar bisa terus melanjutkan pembangunan pabrik PT. Semen Indonesia di Rembang.
“Ini preseden buruk bagi pemerintahan Jokowi, mengingat kasus semen di Rembang telah masuk ke Istana, bahkan sedulur Kendeng telah ditemui Presiden, dan telah ada kesepakatan politik untuk segera diselesaikan. Sayangnya kita saksikan justru seorang Gubernur bisa leluasa bersiasat terus dan mengakibatkan penyelesaian kasus yang diminta Presiden menjadi berlarut,” demikian dinyatakan Dewi Kartika, Sekretaris Jenderal KPA.
Lebih lanjut Dewi menyatakan, “Ada multi-tafsir terhadap putusan MA yang terjadi di kalangan pemerintah sendiri. Untuk memutus rantai kesimpangsiuran tafsir tersebut, sekaligus menertibkan aparat di bawahnya, Presiden selaku kepala pemerintahan segera memanggil Gubernur Jawa Tengah, Ketua MA, Kepala KSP dan Menteri KLHK. Presiden segera memerintahkan Gubernur dan kementerian terkait untuk menghentikan operasi penambangan dan pembangunan pabrik semen, menegakkan keadilan agraria dengan memulihkan hak-hak konstitusional warga Rembang.
Disaksikan Presiden, Ketua MA pun harus mempertegas amar putusannya langsung kepada Ganjar, sehingga tak ada lagi multi-tafsir dan siasat politik dari Ganjar. Kasus Rembang, seperti kebanyakan konflik agraria struktural menuntut sebuah terobosan politik langsung dari seorang Presiden. Jangan dibiarkan berlarut dan terlalu lama warga berhadap-hadapan dengan aparat di lapangan, yang bisa menimbulkan dampak lebih luas serta jatuhnya korban.” tegas Dewi.
Jakarta, 17 Januari 2016

Dewi Kartika,
Konsorsium Pembaruan Agraria
http://www.kpa.or.id/news/blog/seolah-patuhi-putusan-ma-gubernur-bersiasat-lagi-terobosan-politik-presiden-dibutuhkan/

Senin, 16 Januari 2017

Ganjar Penuhi Putusan MA Cabut Izin Semen Rembang

, CNN Indonesia

Sabtu, 14 Januari 2017

Pemprov Jabar Tolak Ijin Penambangan di Karawang

pe
Penambangan kawasan karst/dok.koran sindo
KARAWANG – Perjuangan masyarakat Karawang menolak penambangan di Karawang Selatan membawa harapan baru.
Setelah Bupati Karawang Cellica Nurachadiana berjanji akan menolak penambangan, giliran pemerintah Provinsi Jabar yang berkomitmen tidak akan mengeluarkan izin pertambangan di kawasan karst di Kecamatan Pangkalan.
“Kita sudah bertemu dengan Kabid ESDM, Ahmad Fadilah dari pemerintah Provinsi Jabar yang memastikan Gubernur tidak akan mengeluarkan izin pertambangan di Karawang,” kata Ketua Adat Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Singaperbangsa Karawang, Agung Prabowo kepada Sindojabar.com, Jumat (13/1/2017).
Menurut Agung sejumlah elemen masyarakat Karawang yang tergabung dalam Sekber Selamatkan Bumi Karawang telah mendatangi kantor Gubernur, Kamis (12/1/2017) lalu dan diterima oleh Ahmad Fadilah mewakili Gubernur.
Dalam pertemuan tersebut Ahmad Fadillah menegaskan komitmen Pemprov Jabar tidak akan mengeluarkan izin pertambangan di wilayah Karawang Selatan. Jika Pemkab Karawang tidak mengeluarkan izin lingkungan maka secara otomatis pemerintah provinsi juga tidak akan menerbitkan izin pertambangan. “Persyaratannya Pemkab Karawang tidak mengeluarkan izin lingkungan untuk perusahaan penambangan,” katanya.
nilakusuma/har

Jumat, 13 Januari 2017

Mbah Maemoen Dan Pejuang Kendeng Dalam Konflik Pro-Kontra Industri Semen Indonesia




Dalam pesan singkat, yang penulis pahami dari wawancara media terkenal ibu kota bersama Hadratusyekh KH. Maemoen Zuber, adalah penegasannya agar pihak pro dan kontra industri semen Indonesia mentaati aturan yang benar. Meskipun media peliput wawancara ini mengambil dukungan Mbah Moen terhadap industri semen, namun pembaca juga bisa memetik penegasan beliau, bahwa industri semen jangan gegabah melangkah tanpa mengikuti aturan yang dibenarkan hukum.
Dalam konteks ini, Mbah Moen menjawab sesuai dengan pertanyaan Wartawan. Sebagaimana hak wartawan untuk bertanya, maka sudah menjadi kewenangan wartawan mengambil judul yang sensasional. Tujuan dari wartawan sangat sederhana, yaitu ingin menggunakan kebesaran Guru tradisi pesantren, Hadrahtussyekh KH, Maemoen Zuber.
Tentu saja, pihak industri dan Ganjar yang beberapa kesempatan mnggunakan nama besar Mbah Moen, bertujuan untuk meredam gerakan tradisi santri dan masyarakat berbudaya yang selama ini mendukung para pejuang petani kendeng melawan industri.
Tema tulisan ini perlu sampai ke pembaca, karena banyaknya pertanyaan yang diajukan kepada penulis tentang wawancara Hadratussyaikh Mbah Maimoen dengan media Indonesia (http://mediaindonesia.com/wawancara kh maimoen…/2017-01-09). Dalam wawancara ini ditegaskan Mbah Maemoen mendukung pendirian pabrik Semen di Rembang.
Penulis sendiri percaya telah terjadi wawancara dan membaca hasil wawancara dimaksud. Namun demikian, tidak ada salahnya, jika kita membaca fenomena media mengeluarkan judul besar yang terus terang membuat saya menangis, karena mengapa media menghadirkan Mbah Moen, Sang Guru Agung Dunia Pesantren, di tengah pembaca dan pejuang petani kendeng yang sedang ingin membela keputusan hukum MA.
Para pejuang petani kendeng dengan penuh ketaatan kepada hadratusyekh KH. Maemoen Zuber, kebanyakan telah membaca dengan cermat hasil wawancara dimaksud. Misalnya, telah banyak yang memahami fenomena kerja wartawan di media tempat ia bekerja. Hal ini tidak terlepas dari model kerjasama untuk sesialisasi dan sejenisnya tentang industri pertambangan semen di Rembang.
Para pembaca dan pejuang petani kendeng, telah memahami latar belakang informasi yang disampaikan kepada beliau, akan menghasilkan pandangan beliau yang sesuai dengan informasi sebelumnya.
Jadi, tidak ada satu pejuang kendeng ring pertama yang salah paham dengan sikap hadratusyekh KH. Maemoen Zuber. Beberapa teman Kiai yang turut membaca kerja wartawan yang menggiring pandangan beliau yang lebih menguntungkan industri, justru berkomentar singkat, “ini merupakan bentuk kerja wartawan dan industri.” Komentar yang lain, berbunyi, “Ada ada saja cara pihak industri menghadapi masyarakat santri yang hingga sekarang masih gigih ingin Rembang tetap menjadi kota seribu pesantren dan kebudayaan pantai utara.”
Para pejuang kendeng justru mempertanyakan kepada mereka yang memberikan informasi sepihak kepada beliau tentang industri semen di Rembang. Pihak Media sendiri menunjukkan model wawancara yang terlihat ingin menguatkan misi industri dari pandangan seorang Ulama besar yang sudah menjadi milik Indonesia dan Bapak Jiwa bagi para santri di Rembang.
Mbak Maemoen tidak hanya Kasepuhan bagi santri Sarang, namun kasepuhan dan Bapak jiwa bagi masyarakat Rembang dan Indonesia. Penulis sendiri sangat mengagumi beliau sejak masih dibangku Madrasah Aliyah. Sampai sekarang pun, penulis masih teringat ceramah beliau ketika menafsirkan Surat Al Zalzalah. Prinsip penulis tentang arti penting menjaga lingkungan lestari, justru penulis pegang erat dari tafsir beliau tentang tanda tanda qiyamah yang beliau kupas dari surat al zalzalah. Sekarang ini telah nampak, yaitu ketika gunung gunung dihancurkan. Sehubungan dengan ini, beliau sering berpesan, agar menjaga kelestarian alam.
Informasi Tertinggal
Berikut beberapa informasi yang perlu dipertanyakan ulang kepada pihak Industri, apakah sudah disampaikam dua hal berikut ini kepada Hadratusyekh KH. Maemoen Zuber:
Pertama, problematika industrialisasi yang mengancam lingkungan dan sumber daya alam. Selain itu, apakah pihak industri juga sudah menyampaikan beban ekologi Indonesia saat ini, telah melampaui batasnya. Karenanya, jika industri ekstraktif tidak dihentikan, maka tidak lama lagi akan menjurus pada kehancuran alam Indonesia. Selain industri semen, industri ekstraktif yang lain, misalnya, mineral, batu bara, dan tambang-tambang lain. Kesemuanya ini akan berdampak pada kerusakan dan kehancuran sumber daya alam.
Kedua, gunung kendeng selain menjadi pasak yang apabila dirusak akan merusak sumber mata air di Rembang dan sekitarnya, juga menjadi pasak bumi yang memberikan kemaslakhatan bagi hajat hidup masyarakat terhadap kebutuhan air.
Jadi, gunung kendeng bagi masyarakat Rembang, adalah gunung yang memiliki kemaslakhatan umum. Kemaslakhatan umum ini tidak boleh dikalahkan oleh kepentjngan kecil manusia.
Dengan adanya informasi tertinggal yang tidak disampaikan secara utuh oleh pihak industri kepada Mbah Moen, pejuang petani kendeng, juga lega setelah membaca, bahwa Mbah Moen berpesan, agar prosedur pembangunan pabrik semen tidak melanggar hukum atau melakukan dengan cara yang tidak dibenarkan. Tentu saja, melawan keputusan MA merupakan bentuk pelanggran terhadap hukum.
Dengan kata lain, Mbah Moen sangat mensyaratkan kepada pabrik semen aturan aturan pertambangan yang benar, sehingga tidak memainkan permodalan tanpa prosedur yang benar. Sikap Mbah Moen sangat luhur, yaitu mendukung syarat yang benar, bukan mendukung syarat yang tidak benar. Bukankah sekarang MA sudah memutuskan, mengapa Ganjar masih menunda dan mencari seribu alasan untuk melanjutkan industri semen di Rembang. Bukankah Hadratusyekh KH. Maemoen Zuber berpesan, agar semua dilakukan berdasarkan syarat yang benar.
Sehubungan dengan syarat ini, pejuang petani kendeng, telah membuktikan kebenaran langkahnya yang ternyata mendapatkan dukungan dari keadilan hukum yang sudah diputuskan oleh MA. Sementara itu, kondisi di lapangan banyak yang belum dipaparkan pihak industri, yaitu tentang jumlah sumber mata air, sungai bawah tanah, dan guwa yang harus dilestarikan sebagai bentuk kekayaan alam pegunungan kendeng.
Kendeng Dan Masa Depan Kemanusiaan
Perlu diketahui bahwa pabrik semen adalah suatu BUMN yang dikelola dengan prinsip bisnis bukan ekonomi rakyat dan dimiliki oleh banyak unsur investor asing. Hal ini dapat dilihat dari komposisi pemilik saham PT SI adalah 51,01% pemerintah Indonesia, 38,59% institusi asing, 9,73% institusi domestik, 0,67% individu domestik, 0,01% individu asing.
Jelas komposisi ini tidak 100 % murni kepentingan nasional atau rakyat Indonesia. Hal ini bertentangan dengan prinsip Gus Dur dalam sebuah ceramahnya (http://youtu.be/IAD3hvPmA1Q, menit 37), yang mengingatkan kepada masyarakat Indonesia, agar hati hati terhadap cara cara elite dalam memuaskan nafsu serakahnya. Misalnya, cara mereka mengeruk sumber daya alam Indonesia.
Data kekayaam kendeng yang ada dicatatan warga tolak semen di Rembang berbeda dengan yang dilaporkan pihak industri. Data yang dimiliki warga inilah yang menguatkan mengapa warga gigih memperjuangkan kendeng dengan penuh kesabaran dan komitmen menghadapi fitnah dan bahkan sistem permodalan yang sekarang ini sedang menguasai dunia ketiga.
Oleh karena itu, kemenangan petani kendeng dapat dikatakan sebagai bentuk kemenangan petani melawan kapitalisme global. Kemenangan petani kendeng ini, juga merupakan bentuk kemenangan masa depan kemanusiaan di Indonesia.
Sebaliknya, kekalahan petani kendeng melawan industri semen yang memaksa di Rembang, juga merupakan kekalahan petani melwan kapitalisme global dan akan menjadi presiden buruk bagi masa depan kemanusiaan di Indonesia.
Rembang, 11 1 2017

Ubaidillah Achmad, Penulis Suluk Kiai Cebolek dan Islam Geger Kendeng, Khadim Majlis Kongkow As Syuffah Sidorejo Pamotan Rembang

Kamis, 12 Januari 2017

Membongkar Propaganda Pabrik Semen di Rembang

Didik Fitrianto 
Gusdurian | 12 Jan 2017

Massa pendukung pabrik semen. Sumber: YouTube

Pro kontra pembangunan pabrik semen di Kabupaten Rembang pasca Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 660.1/30 tahun 2016 tentang izin lingkungan kegiatan penambangan bahan baku semen dan pembangunan serta pengoperasian pabrik Semen Indonesia di Rembang, semakin menguat.
Apa pun dalihnya baik izin baru, laporan RKL RPL rutin atau addendum, keputusan tersebut merupakan bentuk pembangkangan hukum  atas keputusan Mahkamah Agung  yang telah memenangkan para petani melawan pabrik semen.
Bagi Semen Indonesia, ada atau tidak ada SK Gubernur, pembangunan pabrik harus jalan terus, juga propaganda sebagai pembawa kesejateraan masyarakat Rembang. Memanfaatkan tokoh berpengaruh, penggalangan massa, pencitraan di berbagai media dan membangun opini di masyarakat terus dilakukan oleh Semen Indonesia untuk mendapatkan dukungan.
Propaganda Sesat
Di Rembang saat ini bertebaran spanduk dukungan untuk Semen Indonesia, jualan nasionalisme diobral untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Spanduk bertuliskan “Tolak Pabrik Semen Asing, Dukung Semen Indonesia”, menjadi isu murahan yang terus diproduksi oleh kelompok pro semen.
Mereka lupa kalau kepemilikan saham Semen Indonesia sesuai laporan tahunan di 2014, 38,59% sudah dimiliki oleh asing. Inilah nasionalisme abal-abal yang mereka banggakan.
Selain nasionalisme, isu yang diangkat saat melakukan aksi demo oleh kelompok pro semen juga sangat memprihatinkan dan kadang tidak masuk akal, seperti “Pabrik Semen Ditutup, Kami Tidak Bisa Beli Beras”, atau “Rakyat Butuh Makan”. Menurut mereka, tolak ukur bisa beli beras dan bisa makan adalah adanya pabrik semen. Sungguh ironis!
Padahal tidak pernah ada data yang menyebutkan Rembang kekurangan pangan dan masyarakat kelaparan. “Ibu Bumi” sudah menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat Rembang, tanah yang subur, air melimpah, dan aneka tanaman pangan tersedia.
Selain penggalangan massa, Semen Indonesia juga menguasai ruang publik untuk dijadikan tempat propaganda. Salah satunya alun-alun Rembang yang saat ini disulap menjadi “Pasar Semen”.
Dengan dalih bantuan, mereka memanfaatkan para pedagang kaki lima untuk menggunakan tenda-tenda berlogo Semen Indonesia. Tujuannya untuk memanipulasi dukungan masyarakat akan keberadaan pabrik semen.
Alun-alun sebagai area publik harusnya terbebas dari kepentingan kelompok tertentu, sayangnya saat ini sudah dimonopoli dan dijadikan media promosi oleh perusahaan yang melakukan kejahatan lingkungan.
Ironisnya lagi "penistaan" ruang publik tersebut justru didukung oleh pemerintah daerah. Penyeragaman dengan menggunakan logo Semen Indonesia di area publik telah merusak estetika dan menunjukkan betapa tidak beradab dan miskinnya kreativitas pemerintah daerah dalam membangun kotanya.
Jauh sebelum itu, sejak tahun 2014 Semen Indonesia sudah memobilisasi ribuan anak muda untuk membuat propaganda tentang kehebatan pabrik semen melalui kegiatan yang dinamakan ‘Wisata Green Industri’.
Anak muda dari berbagai latar belakang tersebut diajak ‘piknik’ ke salah satu pabriknya yang berada di Tuban untuk melihat ‘kehebatan’ pabrik semen. Anak-anak muda yang sudah dicuci otaknya oleh Semen Indonesia ini kemudian dijadikan garda terdepan dalam membuat propaganda melalui tulisan tentang kehebatan pabrik semen dengan iming-iming hadiah yang menggiurkan.
Hasilnya, tulisan propaganda yang disebar melalui media social hanya berisi puja puji kehebatan Semen Indonesia, tanpa ada kritik tanpa ada bantahan. Semen Indonesia telah berhasil menciptakan “robot” yang setiap saat bisa digerakkan untuk mendukung kerakusannya mengeruk sumber daya alam. Jadi jangan heran kalau setiap saat akan muncul tagar dukungan untuk  Semen Indonesia di media sosial.
Tidak hanya itu Semen Indonesia juga membungkam sikap kritis masyarakat dengan menggunakan dana CSR. Puluhan milyar sudah digelontorkan untuk berbagai kegiatan di masyarakat seperti sunatan masal, bedah rumah, pembuatan jamban, tandon air, pelatihan memasak, bantuan hewan qurban, buka puasa bersama, dan santunan anak yatim. Padahal bantuan tersebut hanya bersifat instant, bukan untuk mensejahterakan.
Ilusi Kesejahteraan
Data BPS tahun 2015 Kabupaten Rembang masuk tiga besar daerah termiskin di Jawa Tengah, dengan angka kemiskinan mencapai 19,5 persen. Sedangkan data dari kepala Bappeda Rembang, Hari Susanto (3/7/16) Kabupaten Rembang merupakan daerah termiskin se- Pati Raya (Rembang, Blora, Grobogan, Pati, dan Jepara).
Dua data tersebut sudah membantah klaim Semen Indonesia, bahwa sejak pendirian pabrik sejak tahun 2012 sampai saat ini kemiskinan terus menurun.
Berikutnya klaim bahwa sejak ada pembangunan pabrik semen pertumbuhan ekonomi terus meningkat  terbantahkan dengan kondisi Rembang saat ini. Efek berantai dari proses pembangunan pabrik yang selalu dipropagandakan Semen Indonesia seperti tumbuhnya usaha skala mikro, kecil dan menengah tidaklah terbukti.
Faktanya usaha yang muncul justru usaha dengan modal raksasa, antara lain mini market, hotel, rumah sakit, restoran, café, komplek pertokoan dan perumahan elit.  
Keberadaan mini market (Alfa Mart dan Indomaret) bisa menjadi bukti kebohongan klaim Semen Indonesia bahwa keberadaan pabrik semen menumbuhkan usaha mikro.
Bayangkan, dalam tiga tahun terakhir sejak ada pembangunan pabrik semen, data dari Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) menyebutkan sudah ada 42 mini market yang berdiri dan saat ini terus bertambah. Apa dampaknya? Ada ribuan pedagang kecil, toko sembako dan pedagang pasar tradisional mati perlahan-lahan.  
Data dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Rembang juga mencatat angka pengangguran pada tahun 2016 telah mencapai 14.474 orang. Tingginya angka pengangguran menjadi bukti bahwa keberadaan pabrik semen tidak memberikan dampak terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan.
Faktor pendidikan warga yang sangat rendah di sekitar pabrik, baik di ring satu, dua, dan tiga hanya dimanfaatkan sebagai tenaga kasar untuk pengerjaan kontruksi pabrik seperti tukang batu dan tukang las. Itu pun setelah pembangunan selesai mereka tidak akan dipekerjakan lagi.
Jadi kesejahteraan yang dipropagandakan Semen Indonesia hanya menjadi mimpi buruk bagi masyarakat Rembang. Tumbuhnya ekonomi mikro, ketersediaan lapangan kerja dan berkurangnya kemiskinan hanya menjadi pepesan kosong dan tidak akan pernah terwujud.
Taat Hukum, Tunduk Kepada Alam
Publik tentu masih ingat dua tahun lalu, (27/4/2014) Gubernur Jawa tengah, Ganjar Pranowo menjadi pemberitaan di berbagai media. Saat itu Gubernur Ganjar menemukan praktek pungli yang dilakukan petugas jembatan timbang di Kabupaten Batang.
Ia marah besar karena praktek culas mempermainkan hukum masih terjadi di daerahnya. Pasca kejadian tersebut publik  di Jawa Tengah mempunyai harapan besar, pemimpinnya akan menegakkan aturan, lurus dan tanpa pandang bulu.
Sayangnya ketaatan dan penghormatan terhadap hukum hanya ada di panggung – panggung talk show televisi, radio dan media sosial yang menampilkan dirinya. Gubernur Ganjar lupa bahwa saat ini, meminjam istilah Dandhy Laksono dari WatchDoc, ia sedang menghadapi panggung sejarah sesungguhnya. SK Gubernur No 660.1/30 tahun 2016 menjadi bukti konsistensinya pada penegakkan hukum sudah luntur, mulutnya lamis (tidak bisa dipercaya).
Saat ini publik disuguhi drama perselingkuhan antara korporasi yang memanipulasi informasi dengan penguasa yang tidak taat hukum. Perselingkuhan tersebut telah melahirkan ‘monster’ yang setiap saat membahayakan kehidupan masyarakat. Tidak hanya kerusakan lingkungan, para petani yang menolak pembangunan pabrik semen pun mulai dipolisikan.
Kembali ke “khittah” Jawa Tengah “Ijo Royo-royo” menjadi jalan terbaik bagi Ganjar Pranowo untuk membuktikan bahwa ucapannya tidak lamis. Pembangunan yang mengedepankan kedaulatan lingkungan, bukan pembangunan yang merusak lingkungan.
Mengembalikan kawasan gunung watu putih sebagai kawasan lindung geologi sesuai Perda Tata Ruang Kabupaten nomor 14/2011 dan melindungi kawasan watu putih sebagai Cekungan Air Tanah (CAT) sesuai Keputusan Presiden nomor 26/2011 merupakan kebijakan penguasa yang paling masuk akal dan beradab, kecuali sang penguasa memang tidak mau lagi tunduk kepada hukum, tetapi tunduk di ketiak korporasi.

http://www.qureta.com/post/membongkar-propaganda-pabrik-semen-di-rembang