Perpag Aksi Tanam Pohon

Menghijaukan kembali kawasan karst Gombong selatan, tengah diritis menjadi tradisi aksi berkelanjutan yang dimulai dari Desa Sikayu Buayan [Foto: Div.Media-Perpag]

Bentang Karst Kendeng Utara di Pati

Perbukitan Karst selalu identik dengan sumber-sumber air yang bukan hanya menjadi andalan kebutuhan domestik harian, melainkan juga kebutuhan utama sektor pertanian, perikanan dan kebutuhan agraris lainnya

KOSTAJASA

Koperasi Taman Wijaya Rasa membangun komitmen Bersama Hutan Rakyat - Kostajasa; berslogan "Tebang Satu Tanam Lima" [Foto: Div.Media-Perpag]

Ibu Bumi Dilarani

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

UKPWR

Warga UKPWR (Ujungnegoro, Karanggeneng, Ponowareng, Wonokerso, Roban) tengah melakukan aksi penolakan PLTU Batubara Batang. Aksi dilakukan di perairan Roban (9/1) yang sekaligus merupakan perairan tempat para nelayan setempat mencari ikan [Foto: Uli]

Rabu, 27 April 2016

Walhi: Pemerintah Membodohi Publik dengan Moratorium

Rabu, 27 April 2016, 22:06 WIB | Rep: Lintar Satria/ Red: Ilham

Foto proyek reklamasi teluk jakarta. (Republika/Reiny Dwinanda)
 
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta melihat moratorium reklamasi teluk Jakarta sebagai ketidakonsistenan pemerintah. Direktur Eksekutif Walhi Jakarta, Puput TD Putra mengatakan, sudah jelas dari kajian lingkungan, sosial, dan budaya reklamasi teluk Jakarta memiliki catatan tersembunyi, namun pemerintah tidak langsung menghentikan reklamasi.

"Pemerintah seperti membodohi publik," kata Putra saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (27/4).

Putra mengatakan, pemerintah seharusnya mencabut semua izin pengembang untuk melakukan reklamasi. Karena ia yakin ada Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) dalam proses reklamasi ini.

Ia menambahkan, dari segi manapun reklamasi teluk Jakarta merugikan rakyat. Reklamasi melanggar peraturan yang sudah ada. Menurut Putra, masih banyak pulau dan wilayah yang kosong siap dibangun. Pemerintah yang tetap melakukan reklamasi seperti sudah dikendalikan oleh pengembang.

"Kami jelas sangat-sangat kecewa," katanya.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menegaskan proyek reklamasi Teluk Jakarta akan dilanjutkan. Menurutnya, penundaan atau moratorium proyek reklamasi hanya untuk menyelesaikan segala persoalan yang masih mengganjal. "Reklamasi semua lanjut," tegas Ahok, Rabu (27/4).

Pemerintah pusat juga tak kalah tidak tegasnya dari DKI. Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar pelaksanaan proyek reklamasi di Jakarta tidak melanggar kaidah hukum dan aturan yang berlaku. Hal ini diungkapkan Anung setelah rapat terbatas membahas Reklamasi Jakarta (National Capital Integrated Coastal Development/NCICD) yang dipimpin Presiden Jokowi di Kantor Presiden Jakarta.

"Presiden meminta tidak boleh ada pelanggaran kaidah hukum dan aturan yang berlaku," kata Anung.

Oleh karena itu, ia menambahkan Presiden Jokowi meminta agar dilakukan sinkronisasi di semua kementerian/lembaga, termasuk Kementerian LHK, KKP, Kementerian Perhubungan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN dan sebagainya agar tidak ada persoalan hukum di kemudian hari.
 
http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/16/04/27/o6asne361-walhi-pemerintah-membodohi-publik-dengan-moratorium

Rabu, 13 April 2016

Fokus Liputan: Bila Tambang Semen Gombong Datang, Air dan Karst Bakal Hilang (Bagian 3)

Fokus Liputan: Bila Tambang Semen Gombong Datang, Air dan Karst Bakal Hilang (Bagian 3)

 
Perbukitan karst di Gombong, dengan hamparan sawah menghijau. Keindahan alam ini terancam pertambangan semen. Foto: Tommy Apriando
Lapiyo, Samtilar dan warga lain tergabung dalam Persatuan Rakyat Penyelamat Karst Gombong (Perpag) pada 3 Februari 2016, dikejutkan pengumuman permohonan izin lingkungan Semen Gombong. Surat bernomor 503/03/P-IL/II/2016 itu dikeluarkan Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Pemerintah Kebumen.
Kontan warga langsung merespon. Perpag mengumpulkan perwakilan warga desa menyikapi hal ini. Di rumah Lapiyo, warga memutuskan aksi damai di Kantor Bupati dan DPRD Kebumen.
Samtilar mengatakan, pengumuman ini membuat warga resah. Mereka takut pertambangan beroperasi, merusak lingkungan, air hilang dan polusi udara (debu).
“Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Gombong harus menolak izin ini” kata Samtilar.
Dari awal, urusan Amdal saja sudah bermasalah tetapi malah lanjut ke pengumuman permohonan izin lingkungan. Hersito warga Desa Nogoraji, Kecamatan Buayan mengatakan, tak pernah ada sosialisasi dampak-dampak pertambangan dari perusahaan semen.
Dia datang mendengarkan sidang Amdal akhir Oktober 2015. Perusahaan semen menyatakan, akan pakai air PDAM. Dalam dokumen Kerangka Acuan Amdal disebutkan perusahaan akan mengunakan air PDAM 35 liter perdetik.
“Saat ini, sumber air di Banyu Mudal sekitar 17 liter perdetik. Ada tambang berdampak besar pada pasokan air warga,” katanya.
Dia masih ingat kala pembebasan lahan sepihak dulu. Perusahaan, menggunakan aparat desa memaksa warga menjual tanah. Kini, banyak warga menyesal.
Janji perusahaan, katanya, akan menyejahterakan warga dan memberikan lowongan kerja. “Kebohongan besar. Dalam dokumen Amdal, lapangan kerja hanya 360 orang ketika produksi. Tak mungkin petani bisa kerja di pabrik.”
Pemerintah daerah menanggapi kekhawatiran warga. Plt Kepala BPMPT Kebumen, Aden Andri Susilo, mengatakan, saat ini Semen Gombong baru mengajukan permohonan izin lingkungan melalui BPMPT dan akan diteruskan kepada Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jawa Tengah.
“Perlu saya klarifikasi, kemarin itu baru pengumuman permohonan izin lingkungan. Bukan pengumuman izin lingkungan. Itu berbeda. Kalau izin lingkungan kalau sudah jadi,” katanya.
Pengumuman ini, katanya, keharusan ketika ada yang akan melakukan kegiatan wajib Amdal atau upaya kelola lingkungan dan upaya pengawasan lingkungan (UKL/UPL). Tujuannya, agar masyarakat terdampak tahu, dan turut memberi masukan sebagai bahan pertimbangan layak atau tidak kegiatan itu. Dengan pengumuman, justru masyarakat diminta aktif memberikan masukan saran dan tanggapan kepada BPMPT. “Yang memutuskan izin kewenangan pemerintah provinsi.”
Masukan masyarakat, katanya, dikirim ke provinsi untuk penilaian. Untuk proses ini, BPMPT melibatkan 17 perwakilan warga, termasuk yang menolak.

Samtilar sebagai Ketua Perpag akan berjuang penuh untuk menolak pertambangan semen di Gombong. Foto: Tommy Apriando
Samtilar sebagai Ketua Perpag akan berjuang penuh untuk menolak pertambangan semen di Gombong. Foto: Tommy Apriando

Gubernur perintahkan proses terbuka
Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo pun menanggapi penolakan warga terhadap tambang semen di Gombong. Dia meminta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Dinas Lingkungan Hidup Jateng bersikap terbuka dalam proses perizinan pabrik Semen Gombong.
“Saya sudah lama meminta agar seluruh proses dibuka untuk umum. Kan izin (perusahaan) juga sudah kedaluwarsa. Maka harus diperbaiki (ditinjau kembali).”
Dia mempelajari dan mendalami alasan yang mendasari warga menolak serta pengurus izin juga harus terbuka. Hingga hasil layak atau tidak bisa ditentukan baik-baik. “Kalau tak layak, tak layak. Enggak ya enggak. Kalau layak semua bisa tahu. Orang bisa mengerti dengan jernih semua.”
Ganjar meminta, warga penolak dan investor maupun Semen Gombong bisa terbuka memberikan alasan masing-masing.
Dia menekankan, jangan sampai terulang macam pembangunan pabrik semen di Rembang dan Pati. “Kita dudukkan bersama. Semua dibuka. Sudah kejadian di Rembang, saya ingatkan juga di Pati. Sekarang kalau di Gombong, ayo peduli. Peduli, kemudian kita melihat tingkat kelayakan. Kita harus fair betul,” ujar dia.
Ganjar meminta, seluruh jajaran Pemprov Jateng tetap sebagai penengah antara warga dan investor.
“Pemprov harus fair betul. Kita mau proses terbuka. Kalau dulu tertutup, sekarang terbuka. Termasuk keterlibatan pakar dan ahli-ahli terkait karst di sekitar area yang akan dibangun pabrik. Apakah berdampak pada perusakan ekologi atau tidak.”
Penelitian PT Semen Gembong pada 1996, menyebutkan, bukit karst memiliki potensi sangat besar sebagai bahan baku pendirian semen. Penelitian mengungkapkan, kandungan batu kapur di Perbukitan karst Gombong Selatan, tak akan habis bila ditambang selama 200 tahun dengan kapasitas produksi 1,8-2 juta ton per tahun.
Berdasarkan survei Dinas SDA-ESDM Kebumen, luas sebaran batu gamping di Pegunungan Gombong Selatan mencapai 5.083,5 hektar. Jumlah ini setara 389,25 juta metrik ton.
Meskipun Ganjar berkata seperti itu tak membuat warga tenang. Di lapangan, warga harap-harap cemas. Mereka menunggu kejelasan izin lingkungan pertambangan semen ini. Warga meminta izin pertambangan dibatalkan.
“Kami tak minta muluk-muluk, selamatkan karst. Karst sumber air dan kehidupan kami,” pinta Lapiyo. [Habis]

Spanduk penolakan pabrik semen di Warung, Desa Sikayu. Foto: Tommy Apriando
Spanduk penolakan pabrik semen di Warung, Desa Sikayu. Foto: Tommy Apriando

Ornamen indah di dalam goa-goa di Perbukitan karst Gombong. Foto: Tommy Apriando
Ornamen indah di dalam goa-goa di Perbukitan karst Gombong. Foto: Tommy Apriando

Undangan Solidaritas: Aksi Hari ke-2 “Melawan Belenggu Semen”


13 - Apr - 2016

Sembilan Kartini dari Peg. Kendeng Jawa Tengah, hari ini Rabu 13 April 2016, kembali melakukan aksi belenggu semen di depan Istana Negara karena mereka menaruh harapan besar bahwa pak Jokowi dan pemerintah masih tetap peduli pada nasib dan harkat hidup mereka sebagai petani serta masih peduli pada upaya penyelamatan sumberdaya alam.

Aksi hari ini merupakan puncak rangkaian aksi dari tanggal 11 – 13 April karena mereka masih yakin pak Jokowi tetap bersama aspirasi rakyat banyak.

Selain itu tujuan aksi ini adalah: mengetuk nurani dan membuka mata hati seluruh rakyat Indonesia, bahwa penyelamatan sumber daya alam menjadi tanggung jawab bersama, demi kesinambungan kehidupan dan demi Indonesia yang lebih baik.

Perjuangan 9 ibu-ibu Kartini dari Peg. Kendeng ini membawa harapan dari suara rakyat Indonesia yg menuntut rasa keadilan sosial bagi kehidupan dan kelestarian lingkungan.

Oleh karena itu kami mengundang rekan-rekan sekalian, untuk berpartisipasi dan bersolidaritas dalam aksi ke-2 “Melawan Belenggu Semen” pada:

Hari/Tanggal: Rabu, 13 April 2016
Waktu: 13.00 s/d 17.00 WIB
Tempat: Seberang Istana Merdeka

Sebagai puncak aksi semoga kawan2 semua bisa hadir dlm solidaritas ini.

Salam Solidaritas

Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng
Gunretno: +62 813-9128-5242
Prin : +62 82314203339

http://omahkendeng.org/2016-04/2342/undangan-solidaritas-aksi-hari-ke-2-melawan-belenggu-semen/

Selasa, 12 April 2016

Perempuan Rembang Tolak Tambang Semen

Oleh: Arif Aci Gapema



Melihat ibu-ibu Kartini Rembang memasung kakinya dengan semen di depan istana negara.... terasa sangat menusuk hati.... sedih...
apa sih yang diperjuangkan......
 

Nuwun sewu sedikit menyuarakan, sebelumnya mohon maaf kalo komen saya salah...
Kenapa ibu-ibu Kartini ini melakukan aksi ini? Aksi ini dilakukan dalam rangka menolak pabrik semen di lingkungan mereka, berpuluh aksi telah dilakukan Dan yang terhebat adalah Kartini-Kartini telah tirakat selama 666 hari di ‪#‎tendaperjuangan‬, ditempa oleh terik matahari, hujan, angin, dingin dan debu yang beterbangan.
 

Lho kenapa kan pembangunan membutuhkan semen? Ya, berikut ini saya coba uraikan sekemampuan saya...

Industri semen akan memerlukan lahan untuk ditambang, terutama batu gamping/karst/kapur dan tanah liat sehingga dapat mengancam beberapa hal:
 

1. Dari internal masyarakat, lahan yang dimiliki sangat diyakini adalah titipan Gusti Allah untuk dilestarikan, diteruskan pada anak cucu sampai seterusnya. dengan konsep ini, pelestarian lingkungan akan terjaga...
 

2. Faktanya,
a. Pulau jawa sudah terlalu padat penduduknya, penambangan untuk semen pasti akan membawa dampak ekologis dan sosial budaya yag luar biasa...
b. Gunung kapur/gamping yg berkembang jadi lingkungan karst merupakan tandon air alami, buktinya sekitar daerah itu pasti banyak mataair sebagai sumber penghidupan masyarakat disekitarnya.
c. Gunung karst juga sebagai tempat hidup kelelawar dan sriti/walet yang hidup di dalam gua atau lubang2 di tebing gunung. Kedua jenis hewan ini merupakan pekerja ekologis yang sangat dibutuhkan untuk pertanian, kuhutanan dan perkebunan.
d. Kesehatan masyarakat, beberapa spesies hewan-hewan ini merupakan pemangsa serangga yang membantu kesehatan manusia, terutama pengurang wabah DB dan Malaria.
e. Gunung karst juga sebagai penyerap CO2 untuk melakukan proses kimia yang terjadi pada batugamping/kapur, buktinya di daerah ini walaupun panas pasti akan lebih segar dari daerah lain serta bukti fisiknya adalah terjadinya gua, ponor, lapies dan sungai bawah tanah serta matair....

sehingga:
 

1. Kebutuhan semen bisa disiasati, gak harus untuk ekspor, yg untung ya pemodal nantinya, bukan rakyat.
 

2. Daya jelajah kelelawar dan sriti/walet bervariasi sampai keluar lingkungan karst yang cukup jauh, menyebabkan pengaruhnya baik untuk pertanian, perkebunan, kehutanan sampai kesehatan manusia melingkupi wilayah diluar lingkungan karst..
 

3. Penambangan untuk semen harus melalui studi yg holistik oleh masing2 pakarnya dengan pertimbangan murni objektifitasnya pada keilmuan, bukan kepentingan ..
 

4. Negara dapat menyatakan darurat semen dengan alasan ekologis, dengan melakukan terobosan baik berupa pengganti semen (kalo mungkin), penggalakan material pengganti semen atau mensosialkan rumah non semen (kalo mungkin) atau dengan sedikit semen.
 

5. kalo perlu kita impor semen saja dari luar negri seperti yang dilakukan negara lain seperti Cina dan Australia......
‪#‎edisi_sedih‬...‪#‎DipasungSemen‬.... kuat, teguh dan tegar ibu-ibuku.... sungkem saya untuk panjenengan...

https://www.facebook.com/aci.gapema/posts/968277976622709

Tolak Pabrik Semen, 9 Kartini Pegunungan Kendeng Mengecor Kaki di Depan Istana

Selasa, 12 April 2016 | 19:55 WIB
 
 Para petani berunjuk rasa di depan Istana Negara, Selasa (12/4/2016) dengan mengecor kaki mereka sebagai bentuk protes pembangunan pabrik semen di kawasan Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah. [KOMPAS.com/LUTFY Lutfy Mairizal Putra]

JAKARTA, KOMPAS.com - Sembilan petani perempuan yang kerap disebut Kartini Pegunungan Kendeng, mengecor kaki mereka di seberang Istana Negara pada Selasa (12/4/2016).

Hal ini merupakan bentuk protes petani terhadap pendirian pabrik semen PT. Semen Indonesia. Sembilan Kartini Pegunungan Kendeng tersebut merupakan para petani sepanjang pegunungan Kendeng yaitu Rembang, Pati, Blora, dan Grobogan, Jawa Tengah.

"Kami ingin bertemu dan berdialog dengan Presiden Jokowi," ungkap Deni Yulianti (28), petani asal Grobogan diselingi isak tangis.

Melalui aksi ini, Deni berharap tidak adanya pabrik semen yang berdiri di Jawa Tengah. Keinginan Deni ini bukan tanpa alasan.
Pasalnya, Pabrik semen akan berdampak pada kondisi lingkungan sekitar.

Menurut Deni, sudah banyak sumber mata air yang mati di Grobogan.
"Kalau alam sudah rusak, bagaimana anak cucu kita nantI," kata Deni.
Sebagai petani, Deni sudah tidak bisa mengandalkan musim yang dulunya bisa diperhitungkan.

Pagi tadi, Staf Kepresidenan Teten Masduki datang ke Kontras tempat para "Kartini" menginap. Teten memperingatkan bahaya yang datang dari aksi yang mereka lakukan. Namun, kesembilan "kartini" kompak tetap melaksanakan aksi mereka.

"Jika pabrik semen terus berdiri justru lebih berbahaya buat saya dan generasi mendatang," tambah Deni.

Penulis: Lutfy Mairizal Putra
Editor : Sabrina Asril
 
http://nasional.kompas.com/read/2016/04/12/19553321/Tolak.Pabrik.Semen.9.Kartini.Pegunungan.Kendeng.Mengecor.Kaki.di.Depan.Istana


Tolak pembangunan pabrik, ibu-ibu Kendeng tanam kaki di semen

Febriana Firdaus | 6:04 PM, April 12, 2016
Meminta Jokowi bongkar belenggu semen yang merusak alam di pegunungan Kendeng, Jawa Tengah  
Ibu-ibu Kendeng menanam kaki mereka di semen. Foto oleh Febriana Firdaus/Rappler 

JAKARTA, Indonesia — Sudah bertahun-tahun ibu-ibu di pegunungan Karst, Kendeng, Jawa Tengah, menolak pembangunan pabrik Semen Indonesia di daerahnya.

Namun hingga hari ini, Selasa, 12 April, belum ada penyelesaian dari pemerintah meski berbagai langkah hukum telah ditempuh.
Hari ini tepat setahun mereka membunyikan lesung tanda bahaya di depan Istana Presiden di Jakarta. Sudah 665 hari pula sejak mereka mendirikan tenda di Rembang, Jawa Tengah, menolak pendirian pabrik semen tersebut.

Hari ini pula, sembilan wanita dari pegunungan Kendeng kembali melakukan aksi dengan memasung kaki mereka dengan semen di depan Istana.
Kaki mereka disemen hingga Presiden Joko “Jokowi” Widodo mau menemui dan mengakomodir permintaan mereka.

Menurut para ibu ini, Jokowi harus membongkar belenggu semen yang merusak alam dan mengancam keberlangsungan hidup para petani sepanjang pegunungan Kendeng di Rembang, Pati, dan Grobogan, Jawa Tengah.




—Rappler.com

Palagan terakhir Ibu-Ibu Kendeng

Presiden Jokowi sempat mengirimkan utusannya untuk menemui Ibu-Ibu Kendeng.
Ambarwati, warga Pati, Kendeng, Jawa Tengah. Foto oleh Febriana Firdaus /Rappler

JAKARTA, Indonesia— Ambarwati menatap lekat pada sekumpulan wartawan yang mengambil foto kakinya. Ia kemudian tersenyum. Kakinya yang terbalut gips itu diselonjorkan di depan kotak kayu yang akan menjadi ‘tempat pasungan’nya entah sampai kapan.

Kakinya akan ditanam atau dipasung di kotak berisi semen sebagai protes terhadap pembangunan pabrik semen di kampung halaman mereka di Pati, Jawa Tengah.

Ia kemudian memanggil penulis dengan sebutan ‘mbak’. Penulis dan Ambarwati belum pernah bertemu sebelumnya, apalagi saling mengenal. Tapi dia menggapai tangan penulis seakan kenalan yang lama tidak bersua sembari berkata. “Kayaknya saya kenal. Mbaknya ini selalu ada kalau kami demo. Mbaknya di Semarang waktu itu ada juga kan?”

Tentu saja penulis menggeleng kepala karena memang belum pernah pergi ke Semarang, ibukota Provinsi Jawa Tengah. Sekalipun tidak. Penulis kemudian mendekati Ambarwati dan mulai bertanya tentang rencana 9 perempuan asal Kendeng ini dengan dua sak semen, batu kerikil, pasir, dan air.





Kaki ibu-ibu kendeng digips. Foto oleh Febriana Firdaus /Rappler

Ambarwati mulai bercerita tentang lahan sawah di kampung halamannya di Pati, kawasan pengunungan Karst Kendeng, Jawa Tengah. Dia berbicara mengenai musim katiga dan musim labuhan. Dia menuturkan pada musim katiga ia biasanya menanam semangka, sedangkan pada musim labuhan ia menanam padi.

Gemah ripah loh jinawi alias tanah makmur dan subur. Kehidupan warga Kendeng menyatu dengan alam. Tetapi itu dulu. Sekarang Ambarwati dan warga di Pati dan daerah sekitar sedang gundah gulana dan itu semua berawal dengan pembangunan sebuah pabrik semen di wilayah mereka.
Suatu hari, Ambarwati mendengar informasi akan ada pembangunan pabrik semen milik PT Sahabat Mulia Sakti (PT SMS), anak perusahaan Indocement, di Pati, kampung halamannya.

Ambarwati gundah. Ia tahu pabrik itu akan menggali perut bumi dan memporak-porandakan 'ibu pertiwi’ yang selama ini ia jaga.

Sekarang, kekhawatiran Ambarwati sudah menjadi kenyataan. Saluran air tidak lagi berfungsi lagi, entah sampai kapan. Yang jelas, pembangunan pabrik semen itu akan terus berjalan karena sudah menangtongi izin dari bupati yang menerbitkan izin lingkungan (AMDAL) untuk perusahan semen tersebut. Saat ini perusahaan semen sudah menguasai 2.868 hektare lahan di Pati, Kendeng, sementara protes masyarkat terus mengalir.





Ibu-ibu Kendeng menunggu giliran untuk disemen. Foto oleh Febriana Firdaus /Rappler

Merasa tak nyaman dengan keberadaan pabrik semen tersebut, Ambarwati dan warga Pati lainnya mengajukan gugatan pada 2015 lalu. Langkah warga Pati ini lalu dikuti oleh warga di sekitar Karst Kendeng , seperti Rembang, Blora, dan Grobogan.

Perjuangan yang dilakukan Ambarwati dan warga Pati-Kendeng membuahkan hasil. Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara memenangkan gugatan masyarakat Pati pada Selasa, 17 November 2015. Pelaksanaan sidang itu sempat diwarnai tangis haru warga Pati yang rela berjalan kaki 122 kilometer untuk menjemput keadilan.

Bupati Pati tidak menerima kemenangan masyarakat Pati dan mengajukan banding ke PT TUN Surabaya. Tetapi kemenangan warga Pati tersebut tetap saja memberi inspirasi dan semangat kepada warga di tiga lokasi lain di sekitar pabrik semen untuk melakukan perlawanan hukum terhadap pabrik semen.

Sayang, gugatan warga Rembang tak berujung kemenangan seperti warga Pati. Majelis Hakim PTUN Semarang juga tidak menerima gugatan karena menilai tenggat waktu pengajuan gugatan telah kadaluarsa.
Semetara itu, sidang untuk warga Gerobogan masih akan dimulai. Untuk Blora, warga masih memantau perkembangan izin prinsip yang dikeluarkan oleh bupati untuk perusahaan.

Perjuangan warga Kendeng belum berhenti di sini. Mereka tetap melakukan perlawanan kepada perusahaan semen. Pada Selasa siang di depan istana negara, warga Kendeng yang diwakili oleh 9 perempuan itu menyindir penghuni Istana Negara dengan ‘menanam' kaki mereka di kotak berisi semen.

Sambil menunggu kakinya 'ditanam', Ambarwati dan delapan ‘kartini’ asal Kendeng melantunkan lagu Ibu Pertiwi dalam bahasa lokal. Ia kemudian menuturkan bahwa lagu itu bermakna tentang Ibu Pertiwi yang selalu melindungi perjuangan mereka.




Staf khusus presiden, Jaleswari, menyalami ibu-ibu Kendeng. Foto oleh Febriana Firdaus /Rappler

“Ibu Pertiwi itu selalu ada menjaga kami. Tadi saja waktu kami mau ke Jakarta, kami berdoa, semoga tidak panas,” katanya. Walau tidak lama, cuaca memang cukup bersahabat pada saat mereka melakukan demo, meski kemudian panas terik sinar matahari cukup menyengat dan membuat keringat mengucur di wajah mereka.

Saat giliran kakinya ditanam, Ambarwati menoleh ke penulis dengan mata berkaca-kaca. “Saya ndak papa, saya kan sudah nekad ya?” katanya seraya meminta dukungan. Pandangan matanya jatuh pada kakinya yang mulai disemen.

Lalu ia memandang lagi ke penulis. “Saya ini menangis bukan karena kaki saya sakit. Saya kasihan nanti sama anak cucu saya, bagaimana hidup mereka nanti dengan adanya pabrik semen,” katanya.

Selema kakinya disemen, Ambarwati tak berhenti menitikkan air mata. Ia mengusap wajahnya berkali-kali dengan selendang yang ia bawa dari kampung halamannya.




Dipasung semen. Foto oleh Febriana Firdaus /Rappler

Ia kemudian menyalami penulis dan berujar. “Apakah saya berdosa sama Pak (Presiden Joko Widodo) Jokowi? Benar ya saya nyebutnya Pak Jokowi atau Pak Presiden?” Penulis mencoba menenangkannya dengan mengatakan Jokowi tak akan marah jika ia memanggil Pak Presiden saja.

Tapi hingga pukul 05:00 sore, presiden yang ia hormati itu tak kunjung datang. Presiden Jokowi hanya mengirim stafnya, Jaleswari Pramodhawardhani untuk menyampaikan pesan. “Yang kuat ya bu,” kata Jaleswari pada Ibu-Ibu Kendeng.

Jaleswari kemudian pamit. Dan beberapa saat kemudian, Rappler melihat mobil RI 2 alias Wakil Presiden Jusuf Kalla melintas. Sayangnya beliau tak mampir.

Ibu-Ibu Kendeng pun ikut pamit. Protes hari ini selesai. “Besok saya kembali lagi ke sini,” kata Ambarwati. Tekadnya bulat, seakan ini adalah palagan terakhir untuknya, ketika bupati dan penegak hukum sudah tak bisa diharapkan lagi.—Rappler.com

 http://www.rappler.com/indonesia/129199-ibu-kendeng-tanam-kaki-semen

Aksi Membongkar Belenggu Semen

Pers Release:
Tanggal : 12 April 2016



1. Aksi ini adalah bagian dari belajar komitmen terus menyampaikan suara kebenaran dari rakyat kendeng yg pernah disampaikan 1 tahun lalu di tempat yg sama (depan Istana Negara) bahwa nasib kami belum berubah, dan blm ada keputusan untuk menyelesaikan akar masalahnya. Karena itu kami aksi kembali mengingatkan dan megetuk kembali para penguasa negeri dan bapak/ibu kami di negera ini. Kepada siapa mengadu kalo bukan kepada bapak/ibu kami sendiri.

2. Melalui aksi ini kami mau menunjukkan bahwa kami masih percaya bahwa masih ada nurani Bapak Presiden khususnya dan penguasa negeri ini utk rakyat kecil sbgmana diniatkan dlm NAWACITA membangun dari pinggiran ( desa). Karena itu kami warga desa dan rakyat kecil butuh bukti nyata..dan menagih janji itu..sebab rakyat di sekitar pegunungan kendeng telah terampas ruang hidup dan kehidupannya dg hadirnya pabrik semen. Kami tdk butuh semen kami butuh tanah dan air utk pertanian kami, untuk kehidupan kami dan untuk anak cucu kami skrg dan akan datang.

3. Sengaja aksi ibu-ibu dg cara menyemen kaki mereka sebagai simbol itulah nasib kami rakyat sekitar gunung kendeng sekarang ini. Karena pabrik semen bukan hanya menghancurlan lingkungan dan sumberdaya alam, pertanian,sumber mata air kami, tapi juga membelenggu hidup kami sekarang dan akan datang. Jika ruang hidup kami hancur dan rusak bukan hanya hidup kami sekarang yg terancam juga masa depan anak cucu kami juga terancam.

Karena itu kami kembali mengetuk nurani Bapak Presiden, para pejabat negeri ini dan seluruh nurani rakyat Indonesia bahwa:

1. Sudah saatnya kita segera selamatkan lingkungan dan sumberdya alam kita (gunung, sumber mata air, pertanian, bumi, tanah, air, dsb) demi warisan masa depan anak cucu kita nanti, bukan hanya utk kita hari ini.

2. Segera dihentikan proyek dan pembangunan yg mengabaikan nilai dan prinsip-prinsip keberlanjutan layanan alam utk kesejahteraan rakyat. Pabrik semen di pegunungan Kendeng adalah salah satu contohnya. Dan pasti banyak yg sejenis di seluruh nusantara. Jika tidak, maka rakyat akan semakin sulit percaya bahwa negara betul-betul membela kepentingan dan nasib rakyatnya. Padahal jelas UUD 1945 pasal 33 jelas bahwa seluruh kekayaan nasional bertujuan utk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

3. Kami juga menyerukan dan megajak kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa kita adalah bagian dari anak negeri dan warha negara yg punya hak yg sama utk hidup sejahtera dan diperlakukan secara adil di negeri ini..dg cara kehidupan kami..bukan hanya utk kehidupan saat ini tapi juga demi anak cucu kami. Karena itu sudah seharusnya kita semua bisa berjuang bersama-sama menyelematakan bumi dan alam di negeri tercinta ini.

Karena sudah ada itikad baik dari wakil pemerintah (dari Kantor Sekretariat Presiden) yg telah menemui rombongan ibu-ibu pejuang dari Kendeng tadi pagi, untuk membantu penyelesaian masalah yg dituntut Ibu-ibu, maka aksi ini akan dievaluasi ulang kelanjutannya selaras dengan keseriusan kesepakatan utk menyelesaiakan masalah dan tuntutan ibu-ibu kendeng.

Namun, jika ittikad baik tersebut tidak dilaksanakan, maka aksi perjuangan akan tetap dilanjutkan demi tegaknya keadilan dan penyelamatan pegunungan kendeng utk masa depan anak cucuk kami.

Kendeng lestari, untuk negeri Indonesi adil dan lestari!!
JMPPK ( Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng)
Gunretno: 081391285242
Print: +62 823-1420-3339



https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=210808885961012&id=100010957056017

Senin, 11 April 2016

Fokus Liputan: Bila Tambang Semen Gombong Datang, Air dan Karst Bakal Hilang (Bagian 2)