RINTISAN: Profil tebing luar Gua Cocor di dukuh Karangkamal desa Sikayu, dimana warga dan pemuda mulai mempersiapkannya jadi obyek wisata gua. Nampak tipe batuan karst jenis terumbu yang mendominasi KBAK Gombong Selatan [Foto: MKGS]
Prakarsa murni warga dan pemuda desa Sikayu
Buayan dalam mengelola potensi kawasan karst tergolong maju, setidaknya tak
berhenti pada keprihatinan semata. Terbukti sejak Februari lalu getol melakukan
kerja bakti kerigan massal di 2 gua
kapur yang terdekat dengan pemukiman. Yakni Gua Banteng dan Gua Cocor. Di
pegunungan karst Desa Sikayu ini memang terdapat puluhan gua-gua alam yang
belum dikelola sebagai suatu potensi kawasan.
Di sekitar Gua Banteng dan Gua Cocor ini pula
ratusan warga pernah melakukan aksi penanaman seribu bibit pohon jati dan
mempersiapkan bibit pohon produktif seperti durian dan sejenisnya untuk aksi
tanam pohon berikutnya. Bagian hulu desa ini memang dikenal memiliki banyak
sekali gua-gua alam, ponor dan mata air besar. Beberapa gua besar yang ada,
seperti Gua Pucung, Gua Candi, Gua Rambat, Gua Kalisirah, Lepen Jeblosan,
Jumbleng.
BERBENAH: Mulut Gua Cocor 2 yang di bagian dalamnya terdapat lorong tembus ke Gua Tenel, bagus untuk aktivitas Caving. Sedang di bagian serambi terdapat avent Rappling setinggi 9 meter yang biasa dipakai berlatih SRT [Foto: MKGS]
Wilayah Kecamatan Rowokele dan Ayah juga
mengandalkan berkah air dari kawasan yang didominasi oleh batuan karst jenis
terumbu ini. Itu sebabnya ketika ada rencana pengoperasian tambang pabrik semen
di kawasan karst Gombong selatan; mayoritas warga Sikayu menolaknya.
Wisata
Gua dan Rumah Pohon Sikayu
RUMAH PHON: Rumah pohon yang dibangun pemuda desa Sikayu di kompleks Gua Cocor [Foto: MKGS]
Gua Banteng dan Gua Cocor di tlatah dukuh Karangkamal jadi fokus kajian warga dalam mewujudkan ide-ide awal pengembangan wisata desa. Kedua gua karst yang masing-masing memiliki 2–4 pintu dan saling terhubung tiap guanya ini; pernah menjadi “korban eksploitasi” tambang tradisional bahan phospat. Hingga akhir 2015 lalu nampak mulut gua ini ditutup “barikade” oleh warga, dengan tujuan mencegah kerusakan interior gua agar tidak lebih parah.
Gua Banteng dan Gua Cocor di tlatah dukuh Karangkamal jadi fokus kajian warga dalam mewujudkan ide-ide awal pengembangan wisata desa. Kedua gua karst yang masing-masing memiliki 2–4 pintu dan saling terhubung tiap guanya ini; pernah menjadi “korban eksploitasi” tambang tradisional bahan phospat. Hingga akhir 2015 lalu nampak mulut gua ini ditutup “barikade” oleh warga, dengan tujuan mencegah kerusakan interior gua agar tidak lebih parah.
Ratusan warga berpartisipasi melalui organ
Persatuan Rakyat Penyelamat Karst Gombong [Perpag] untuk melakukan aksi tanam
pohon jati. Secara personal dan sporadis warga juga menanam pohon, terutama
jenis jati dan mahoni di lahan kering miliknya. Sejak awal 2016 kedua gua
fossil ini mulai ditata kembali melalui kerigan
massal tiap akhir pekan. Kerusakan terparah ada di bagian dasar dan
sebagian pada dinding gua karst. Fokus pembenahan pada bagian lantai dengan
membuat jalur-jalur track susun batuan dan kolam-kolam penampung tetes air.
Minggu ketiga Februari 2016, warga
mendeklarasikan “desa wisata” gua alam “Banteng-Cocor” yang merupakan gabungan
nama 2 gua setempat. Hingga medio Maret 2016 terjadi fenomena pada interior gua
yang cukup mengejutkan. Yakni di serambi dalam Gua Cocor dekat dengan lorong
bercabang yang mengarah ke Gua Tenel. Gua yang sebelumnya merupakan gua fossil
kering ini berubah tumbuh menjadi gua
hidup yang makin banyak memunculkan titik-titik air. Bahkan mulai timbul
proses hidup yang ditandai pembentukan stalagtiet
dari bagian relung kubahnya.
RAPPLING: Aktivis Karst Marsinus Yosa tengah mengajarkan SRT kepada anak-anak Desa Sikayu sebagai bagian dari menanamkan kesadaran sejak dini dan rasa pada cinta alam sekitarnya. Di serambi Gua Cocor ini juga dipakai sebagai wahana berlatih para pemula [Foto: MKGS]
0 komentar:
Posting Komentar