Kamis, 26 Oktober 2017

Sejumlah Akademisi Laporkan Temuan Pelanggaran Hukum Pabrik Semen Rembang

26-10-2017


Jakarta – LEI,  sejumlah akademisi yang tergabung dalam Aliansi Akademisi untuk Kendeng Lestari diwakili oleh Suraya Afif, PhD., Franky Butar-Butar, M.Dev., dan Wahyu Nugroho, SH., MH. menyampaikan Laporan Temuan Pelanggaran Hukum Dan Pengabaian Atas Rekomendasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis Tahap I atas  hasil kunjungan lapangan terkait dengan perkembangan yang terjadi di Pati dan Rembang, sehubungan dengan operasi pertambangan semen di berbagai titik di Pegunungan Kendeng.
Laporan itu di latar belakangi pada bulan Agustus 2016, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah membantuk Tim Pelaksana Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk Kebijakan Pemanfaatan dan Pengelolaan Pegunungan Kendeng yang berkelanjutan. Hasil laporan ini telah disampaikan ke presiden lewat Kantor Staff  Kepresidenan pada bulan April 2017.

Laporan ini adalah merupakan tahap pertama (lihat gambar 1) dari kajian KLHS yang rencananya akan dilakukan untuk semua landscape Pegunungan Kendeng terkait kegaitan pertambangan yang sedang dan akan berlangsung. Kajian KLHS I ini fokusnya adalah di sekitar ekosistem kars Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2017).
Hasil rekomendasi dari hasil tim KLHS I dan juga yang telah disampaikan dalam rapat yang dipimpin Kepala Kantor Staff Presiden (KSP), bapak Teten Masduki pada tanggal 12 April 2017 adalah untuk menghentikan semua kegiatan penambangan baik yang telah berijin maupun “illegal” yang dilakukan di wilayah CAT Watuputih sampai selesainya kajian lanjutan yang dilakukan di bawah koordinasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Namun, pasca keputusan tersebut, dari hasil pantuan JMPPK (Jaringan Masyarakat Peduli Kendeng) di lapangan ternyata aktivitas pertambangan tidak juga berhenti. Serta tidak ada tanda pemerintah daerah, baik pada tingkat provinsi dan kabupaten melakukan upaya untuk melakukan penegakan hukum untuk mendukung kesepakatan yang telah disepakati di pertemuan yang diselenggarakan di Bina Graha, tanggal 12 April tersebut di atas. JMPPK terus melaporkan bahwa kegiatan pertambangan ternyata terus berlangsung terlepas sudah adanya ketentuan yang menunda pelaksanaanya.
Situasi tersebut di atas, telah mendorong sejumlah akademisi yang bergabung dalam Aliansi Akademisi untuk Kendeng Lestari (AAKL) dengan beragam latar belakang ilmu dan dari berbagai perguruan tinggi, merasa terpanggil dan secara relawan untuk berupaya untuk memahami, mempelajari, serta merekam baik hasil pantuan yang telah disampaikan oleh JMPPK dan memantau perkembangan hukum terkait kasus yang berjalan di peradilan. Untuk itu pada Selasa dan Rabu, 3-4 Oktober 2017, sejumlah akademisi melakukan kunjungan lapangan ke Pati dan Rembang untuk berdiskusi dengan wakil-wakil masyarakat dan melihat sendiri kondisi lapangan terkait dengan aktivitas pertambangan di lokasi CAT Watuputih. Laporan ini bertujuan untuk mengangkat sejumlah temuan yang diperoleh dari hasil kunjungan lapangan tersebut.

SEJUMLAH TEMUAN POKOK  ALIANSI AKADEMISI UNTUK KENDENG LESTARI

1) Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Tahap I tentang Kebijakan Pemanfaatan dan Pengelolaan Pegunungan Kendeng yang Berkelanjutan Kawasan Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih dan Sekitarnya, Kabupaten Rembang. menjadi dokumen 1 sekaligus kerja institusi yang harus dihormati, karena tim ini bekerja atas mandat Presiden Republik Indonesia.
2) Sejak awal, rencana pendirian pabrik semen di kawasan Rembang dan Pati ditolak oleh warga. Kasus ini bergulir ke jalur peradilan, PTUN, yang kemudian berakhir di Mahkamah Agung melalui Putusan Peninjauan Kembali (PK) tertanggal 5 Oktober 2016. Putusan ini telah inkracht, atau berkekuatan hukum tetap. Warga masyarakat, sebagai penggugat, memegang bukti putusan tersebut sebagai landasan untuk menghentikan proses operasi pertambangan.
3) Namun, Gubernur Jawa Tengah menggunakan tafsir yang menyimpang, dengan cara menerbitkan kembali SK Ijin Lingkungan atas dasar AMDAL Addendum, yang dari pandangan kami bertentangan dengan Putusan Majelis PK Mahkamah Agung Nomor 99/TUN/2016. Atas dasar ini, mengapa JMPPK tetap tidak dapat menerima dan tetap berpegangan pada Putusan PK MA yang memerintahkan cabut SK Ijin Lingkungan, bukan untuk terbitkan kembali dengan sejumlah alasan yang tidak mendasar.
4) Namun karena tidak puas dengan keputusan MA di atas, PT Semen Indonesia mengajukan kembali PK kedua, pada tanggal April 2017 ke Mahkamah Agung, dan hasilnya, PK atas PK yang diajukan PT Semen Indonesia tersebut tidak diterima berdasarkan Putusan Nomor 91PK/TUN/2017 tertanggal 20 Juni 2017. Artinya, posisi warga yang tergabung dengan JMPPK menjadi lebih kuat secara hukum, karena putusannya inkracht dan memiliki kekuatan eksekutorial untuk membatalkan Ijin Lingkungan.
5) Izin lingkungan yang dibatalkan MA itu berjudul “Izin Lingkungan Penambangan dan Pendirian Pabrik Semen PT. Semen Gresik di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah”, sementara berkaitan dengan dokumen AMDAL Addendum, kami justru mempertanyakan atas dasar apa dan kewenangan apa Gubernur Jawa Tengah bisa menafsirkan putusan lembaga peradilan, khususnya atas Putusan PK Mahkamah Agung? Dalam putusan tersebut, sama sekali tidak menyinggung “bisa dilakukan addendum”, karena PT Semen Indonesia yang diberikan ijin lingkungan oleh Gubernur Jawa Tengah memiliki kesalahan fatal.
6) Kunjungan Aliansi Akademisi untuk Kendeng Lestari ke Pati menunjukkan adanya fakta sumber air dan/atau sungai bawah tanah yang ditemukan dalam di Gua Pari, Sukolilo, Pati yang memiliki keberadaan sungai bawah tanah. Kawasan ini dahulunya ditetapkan sebagai kawasan kars oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pati berdasarkan Perda Nomor 5 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Pati. Berdasarkan Pasal 41 Perda Nomor 5 tahun 2011, kawasan kars termasuk kawsan suaka alam pelestarian alam dan cagar budaya. Sedangkan dalam pasal 42 ayat (1) menyebutkan kawasan kars ini diantaranya :
  1. Kecamatan Sukolilo dengan luas kurang lebih 1.682,00 Ha (seribu enam ratus delapan puluh dua koma nol nol hektar);
  2. Kecamatan Kayen dengan luas kurang lebih 569,50 Ha (lima ratus enam puluh sembilan koma lima puluh hektar);
  3. Kecamatan Tambakromo dengan luas kurang lebih 11,05 Ha (sebelas koma nol lima hektar);
Sedangkan dalam ayat 2 butir (a) menyebutkan dengan jelas larangan melakukan penambangan didalam kawasan kars lindung.
Selanjutnya pada tahun 2014, keluar Keputusan Menteri Energi dan Sumber daya Mineral Republik Indonesia Nomor 2641K/40/MEM/2014 tentang Penetapan Kawasan bentang Alam Karst Sukolilo yang menetapkan luasan kawasan karst Sukolilo Kabupaten Pati menjadi 71,80 Km, meliputi kecamatan Sukolilo, Kayen dan Tabakromo.
Kawasan dimana terdapat lokasi gua-gua ini masuk dalam wilayah KBAK (Kawasan Bentang Alam Karst). Namun berdasarkan Keputusan menteri Energi dan Sumberdaya Mineral RI Nomor 2641K/40/MEM/2014, kawasan luasan KBAK tersebut dikurangi sehingga Gua Pari beserta sumber air/sungai bawah tanah itu justru dikecualikan dalam KBAK, berdasarkan Permen 2014.
7) Aliansi Akademisi untuk Kendeng Lestari juga mengunjungi lokasi kawasan kars di Rembang, atau tepatnya yang berdekatan dengan desa Tegaldowo. Hasil kunjungan kami menemukan kegiatan tambang di kawasan kars ternyata tidak berhenti sesuai dengan rekomendasi KLHS I.
8) Pemkab Rembang dan Pemprov Jawa Tengah nampaknya tidak merasa memiliki kewajiban untuk mengikuti hasil keputusan KLHS I. Nampaknya mereka beralasan bahwa semua ijin yang dikeluarkan telah sesuai dengan hasil kajian KLHS yang mereka buat sendiri tahun 2012 (informasi diperoleh dari salah satu penasehat Gubernur).
Hingga saat ini kami sendiri belum pernah mengetahui keberadaan kajian ini dan kalaupun benar ada kajian ini, maka seharusnya kajian ini dapat diakses publik terutama oleh Tim kajian KLHS I. Pemprov Jawa Tengah beranggapan bahwa semua IUP/Ijin Usaha Pertambangan yang mereka keluarkan di kawasan Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih tidak melanggar hukum. Sementara kami beranggapan sebaliknya.
Keputusan yang dihasilkan dari hasil rekomendasi KLHS I seharusnya mengikat pemkab Rembang dan Pemprov Jawa Tengah. Sebelum ada keputusan yang dihasilkan dari kajian lanjutan yang dilakukan kementerian ESDM maka semua aktivitas pertambangan wilayah CAT Watuputih harusnya dihentikan dulu.

REKOMENDASI AAKL

Berdasarkan hasil temuan dari kunjungan lapangan Aliansi Akademisi untuk Kendeng Lestari (AAKL) menyampaikan sejumlah usulan rekomendasi sebagai berikut:
  1. Meminta Presiden RI, bapak Joko Widodo, agar memanggil semua pihak terkait untuk taat dengan hasil keputusan KLHS I.
  2. Meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk memerintahkan divisi terkait dengan penindakan hukum untuk melakukan investigasi ke lapangan dan memastikan pihak-pihak lain terkait dengan ijin dan aktivitas tambang di kawasan CAT Watuputih untuk mematuhi hasil keputusan yang diusulan oleh tim KLHS I.
  3. Kembali mengingatkan bersama, bahwa penyelamatan pegunungan Kendeng harus dilakukan secara sungguh-sungguh, termasuk mempertimbangkan segala dampak sosial ekonomi budaya yang begitu luas di tengah masyarakat. Pula KLHS sebagai awal dari upaya kesungguhan politik Presiden harus tetap dihormati, dijaga, sekaligus ditegakkan secara baik.

ALIANSI AKADEMISI UNTUK KENDENG LESTARI (AAKL)

  1. Al Hanif, PhD (Ketua Sepaham Indonesia, Ketua CHRM2 Universitas Jember)
  2. Dr. Herlambang P. Wiratraman (Ketua Pusat Studi Hukum HAM FH Unair)
  3. Suraya Afif, PhD. (Antropolog, UI)
  4. Dr. Bambang Widjojanto, LLM. (Pengajar FH Usakti, Jakarta)
  5. Dr. Rikardo Simarmata (Ketua Djojodigoeno Institute for Adat Law, FH UGM)
  6. Haidar Adam, LLM. (Pusat Studi Hukum HAM dan Departemen HTN FH Unair)
  7. Iman Prihandono, PhD (Ahli Hukum Bisnis dan HAM, HRLS FH Unair)
  8. Syukron Salam, MH. (Peneliti Sosio-Legal, FH Univ. Semarang)
  9. Dr. Harry Supriyono (Pengajar Hukum Lingkungan FH UGM)
  10. Eko Cahyono, M.Si (Direktur Eksekutif Sajogyo Institute/Fak.Ekologi Manusia – IPB)
  11. Dr. Satyawan Sunito (Direktur Pusat Studi Agraria IPB)
  12. Amira Paripurna, PhD. (Dosen Hukum Pidana FH Unair)
  13. Dr. Eko Teguh Paripurno (Pusat Studi Manajemen Bencana/PSMB, UPN “Veteran”
    Yogyakarta)
  14. Dr Imam Koeswahyono (Pusat Studi Hukum Agraria, FH Univ. Brawijaya)
  15. Donny Danardono, MA. (Pusat Studi Lingkungan, FH Unika Sugijapranata)
  16. Sri Lestari Wahyuningroem, PhD. (Departemen Ilmu Politik, FISIP UI)
  17. Muhammad Taufiqurrohmam, M.Hum. (FIB Unsoed)
  18. Muhammad Al Fayyadl (PP. Nurul Jadid, Kraksaan Probolinggo, Koordinator Nasional FNKSDA)
  19. Roy Murtadho (Redaktur Islam Bergerak dan FNKSDA)
  20. Prof. Dr. Riwanto Tirtosudarmo (Pusat Kajian Masyarakat dan Budaya LIPI/Lembaga
    Ilmu Pengetahuan Indonesia)
  21. Dr. Ahmad Redi (Direktur Eksekutif Pusat Studi Ketatanegaraan Universitas
    Tarumanagara).
  22. Muchtar Said, MH. (Fakultas Hukum Universitas NU Jakarta dan Pustokum)
  23. Dr. Andri G Wibisana (Pengajar Hukum Lingkungan Fak. Hukum UI)
  24. Dr. W. Riawan Tjandra (Pengajar Hukum Administrasi Fak. Hukum Univ. Atmajaya
    Yogjakarta)
  25. Dian Noeswantari, MPAA. (Pusat Studi HAM Universitas Surabaya)
  26. Dr. Zainal A. Mochtar (Pusat Kajian Anti Korupsi/Pukat dan Dosen FH UGM)
  27. Wahyu Nugroho, SH., MH. (Dosen Hukum Lingkungan Fakultas Hukum USAHID
    Jakarta)
  28. Arizal Mutahir, M.A. (Sosiologi Unsoed)
  29. Hariyadi, Ph.D. (Sosiologi Unsoed)
  30. Luthfi Makhasin, Ph.D. (Politik Unsoed).

PERWAKILAN AAKL UNTUK PERTEMUAN DI BINA GRAHA, JAKARTA (25/10/2017)

Dr. Herlambang P. Wiratraman
Suraya Afif, PhD.
Prof. Dr. Riwanto Tirtosudarmo
Dr. Ahmad Redi
Dr. Andri G Wibisana
Franky Butar-Butar, M.Dev.
Wahyu Nugroho, SH., MH.

Sumber: LegalEraIndonesia 

0 komentar:

Posting Komentar