November 19, 2018
Ilustrasi lahan
pertanian, pixabay.com
Serat.id – Perubahan peraturan daerah tentang
Rencana Tata Ruang Dan Wilayah (RTRW) provinsi Jawa Tengah justru semakin
mempersempit lahan pertanian. Terbukti hasil revisi RTRW Jateng tahun ini
justru menghilangkan 878.239 hektare.
“Perubahan tersebut dapat dilihat perbandingannya dalam Pasal 73 dan 74 Perda lama yang menyebutkan luas lahan pertanian berjumlah 990.652 hektare untuk lahan basah, dan 955.587 hektar untuk lahan kering,” kata anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB), DPRD Jateng, Benny Karnadi, kepada serat.id, senin 19, november 2018.
Menurut dia, pengurangan itu menunjukkan luas total lahan
pertanian di Jateng awalnya 1.946.239 hektare berkurang menjadi 1.025.000
hektare, sesuai pada pasal 74A yang menyebut luasan lahan pertanian kering dan
basah.
“Artinya, selisih luasan lahan pertanian seluas 878.239 hektare telah hilang dari substansi Perda baru,” ujar Benny menjelaskan.
Ia mengaku DPRD Jateng telah menyampaikan kepada Gubernur
rincian perubahan Perda itu, termasuk selisih dalam KLHS revisi RTRW Jateng
yang menyebutkan rencana alih fungsi lahan seluas 314.512,03
hektare dari lahan pertanian, kebun, dan ladang yang akan beralih fungsi
seluas 214.385,45 hektare.
“Sedangkan ada sekitar 663.853,55 hektare merupakan cek kosong lahan yang tidak jelas peruntukannya, dan siap untuk dipergunakan oleh kabupaten dan kota di Jawa Tengah,” katanya.
Selain itu dalam perda RTRW yang direvisi menyebutkan
turunan industrialisasi berupa penambahan produksi energi listrik yang
direncanakan dalam RTRW perubahan Jawa Tengah. Hal itu tercantum dalam Pasal
27, meliputi pembangunan PLTA di 51 waduk. Alokasi pembangunan PLTU Batubara di
10 Kabupaten dan Kota, alokasi PLTPB di 10 Kabupaten dan Kota, maupun alokasi
pembangunan PLTS di dua wilayah unggulan.
Koordinator aliansi masyarakat sipil untuk penataan ruang
Jawa Tengah, Ivan Wagner, menyatakan adanya pengurangan lahan pertanian dalam
Perda RTRW menunjukan ada kepentingan industri yang diakomodir.
Menurut dia, dari awalnya 990 ribu hektare lahan basah
dan 955 ribu hektare lahan kering dengan total 1,94 juta hektare.
Namun dan pasal 74A justru menyatakan lahan pertanian lahan basah dan
kering hanya seluas 1.025.000 hektare.
Ia menilai pasal itu jelas upaya penghancuran dan
membuat krisis pangan di Jateng semakin parah, padahal data sudah menunjukkan
Jateng defisit penyediaan bahan pangan hingga 10,27 juta ton per tahun.
“Jadi yang menjadi hama bagi petani itu bukan hanya tikus atau wereng, namun RTRW ini hama yg utama bagi petani,” kata Ivan.
Ia minta agar Mendagri dan kementerian tata ruang
meninjau ulang Raperda RTRW Jateng itu. (*) M. SHOFI TAMAM
Sumber: Serat.Id
0 komentar:
Posting Komentar