Siaran Pers : JM-PPK, YLBHI, LBH SEMARANG, PBHI dan LRC-KJHAM
Pemanggilan Joko Prianto : Babak Baru Kriminalisasi Petani Kendeng
Semarang, 28 Desember 2017
Joko Prianto, seorang petani kendeng langsung mendapatkan Surat Panggilan (nomor S.Pgl/945/XII/2017/Reskrimun) bertanggal (22/12) dari Polda Jawa Tengah terkait perkara yang menimpanya paska ia mengajukan Praperadilan pada tanggal (21/12). Surat panggilan tersebut mengenai pelimpahan tahap II yang akan dilakukan pada tanggal 28 Desember 2017 dari Poda Jawa Tengah ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah terhadap perkara Joko Prianto.
Joko Prianto
Laporan polisi oleh Yudi Taqdir Burhan, kuasa Hukum Direksi PT. Semen Indonesia disinyalir merupakan bentuk kriminalisasi terhadap Joko Prianto. Laporan tersebut diajukan setelah keluarnya Putusan Peninjauan Kembali oleh Mahkamah Agung Nomor 99 PK/TUN/2016 pada tanggal 5 Oktober 2017 memenangkan perjuangan petani kendeng dalam pelestarian lingkungan.
Berbagai pihak langsung menggalang solidaritas untuk menghentikan upaya kriminalisasi terhadap Joko Prianto. Menurut Ngatiban yang juga seorang petani kendeng , “tindakan pelaporan terhadap Joko Prianto merupakan bentuk kriminalisasi dan alasan keberatan adalah bahwa sesuai ketentuan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Pasal 66, “Bahwa Setiap Individu maupun kelompok masyarakat yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat digugat pidana maupun perdata”.
Selain itu, Ngatiban mengatakan bahwa, “Masyarakat telah berkali-kali melakukan pelaporan kepada Polres Rembang dan Polda Jateng namun pelaporan tersebut tidak pernah ditindaklanjuti dan dibiarkan hingga sekarang.”
Pelaporan tersebut diantaranya melaporkan kegiatan ilegal PT Semen Indonesia pada 8 Februari 2017 kepada Ditreskimsus Polda Jawa Tengah. Karena paska Putusan Mahkamah Agung Nomor 99 PK/TUN/2016 yang telah berkekuatan hukum tetap, PT. Semen Indonesia ternyata tetap melakukan kegiatan usahanya sehingga dapat diartikan sebagai kegiatan atau usaha ilegal. Dasar laporan tersebut adalah ketentuan pidana pada Pasal 109 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Selanjutnya, Ngatiban menambahkan, “masyarakat juga telah melaporkan tindakan perusakan dan pembakaran aset milik masyarakat penolak pabrik semen di Kabupaten Rembang berupa tenda, mushola beserta segala isinya pada 10 Februari 2017 yang hingga kini belum ditindaklanjuti oleh Polda Jawa Tengah dan Polres Rembang.”
Juga ada pelaporan mengenai kesaksian palsu di atas sumpah yang dilakukan oleh saksi yang dihadirkan oleh pihak PT SI dan/atau Gubernur Jawa Tengah pada 26 Februari 2015 dan 5 Maret 2015, yang kemudian dibuktikan dan dijadikan dasar memutus oleh Mahkamah Agung dalam Putusan Mahkamah Agung No. 99 PK/TUN/2016. Atas adanya fakta kesaksian palsu di muka persidangan tersebut, warga telah melaporkan tindakan kesaksian palsu tersebut di Polda Jawa Tengah, setidak-tidaknya 2 (dua) kali baik sebelum maupun sesudah adanya putusan, yaitu pada 17 Maret 2016 dan 23 Februari 2017, dan belum ditindaklanjuti.
Penasehat Hukum Joko Prianto, Kahar Muamalsyah, S.H berpendapat bahwa pemeriksaan perkara Joko Prianto belum lengkap karena tidak semua pihak terkait diperiksa oleh kepolisian,
“seharusnya pihak kepolisian memanggil semua warga rembang yang menandatangani surat penolakan yang dituduh pelapor dipalsukan, sehingga berkas perkara sebenarnya belum lengkap dan tidak bisa dilakukan penyerahan ke kejaksaan.”
Ngatiban (0813 4847 91830)
Kahar (0815 6592 812)
Eti (0838 4231 7409)
0 komentar:
Posting Komentar