08 November 2017 | Suara Kedu
Ada Penyelamatan Daerah Karst
TEMUI DPRD : Perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang bersama perwakilan masyarakat Kecamatan Buayan, MigranCare dan LBH Yogyakarta melakukan audiensi dengan DPRD Kebumen terkait Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kebumen. (26) [SM/Supriyanto]
KEBUMEN - Perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang bersama perwakilan masyarakat Kecamatan Buayan, Migran Care dan LBH Yogyakarta mendesak DPRD Kebumen untuk merevisi tata ruang wilayahnya.
Mereka menilai konsep penataan wilayah sekarang ini sudah tidak sesuai dengan perkembangan daerah, terutama di wilayah Kebumen selatan dengan kondisi karst-nya. Hal itu mencuat dalam audiensi dan diseminasi terkait Rencana Rata Ruang Wilayah (RTRW) Kebumen, Selasa (7/11), di DPRD Kebumen.
Audiensi diterima langsung Ketua DPRD Cipto Waluyo, Wakil Ketua DPRD Miftahul Ulum dan jajaran pihak eksekutif terkait di ruang rapat pimpinan DPRD Kebumen.
Ivan Wagner dari LBH Semarang menyampaikan berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) UU No 26/2007 tentang Tata Ruang, rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali (1) satu kali dalam 5 (lima) tahun.
Mengacu ketentuan tersebut maka agenda peninjauan ulang mengenai rencana tata ruang wilayah Kebumen yang berlaku antara tahun 2011-2031 sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen No 23/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kebumen 2011-2031 dapat dilakukan.
“Kami sebagai organisasi nonpemerintah memiliki usulan yang berkaitan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kebumen yang tersusun dalam suatu kertas kebijakan atau policy-brief yang didasarkan pada penelitian dan kajian yang telah dilakukan bersama jaringan organisasi masyarakat sipil,” tegas Ivan.
Pelibatan Masyarakat
Wakil Ketua DPRD Miftahul Ulum mengapresiasi untuk masyarakat Gombong selatan yang tak kenal lelah memperjuangkan wilayah karst.
“Kami mendapat info penggeseran lahan saat itu dari teman-teman Gombong, karena saat rencana tata ruang wilayah dibuat saya bukan anggota pansusnya sedangkan untuk kewenangan terkait pertambangan ada di provinsi. Sehingga DPRD hanya mengusulkan saja untuk evaluasi dan rekomendasi juga dari pemprov,” ucapnya
Kesulitannya lain lanjut dia adalah regulasi dalam penegakan Perda karena kabupaten tidak memiliki kewenangan apa pun. Tidak hanya itu saja, kini para pengusaha tambang sudah melek hukum.
“Rekomendasi menteri apabila mengurangi luasan tata ruang maka terdapat evaluasi yang mewajibkan dilakukannya public hearing,” ungkap Miftah.
Nanang, seorang perwakilan masyarakat dari Desa Sikayu, Buayan mengingatkan jangan sampai masyarakat kembali menjadi korban. Perlu keikutsertaan dari masyarakat dalam proses revisi rencana tata ruang dan wilayah.
“Kami hingga saat ini belum mendapat kabar dan konfirmasi terkait rencana tata ruang wilayah yang sedang berjalan dan mengapa masyarakat belum juga dilibatkan,” tanya Nanang. Menjawab pertanyaan itu, Misrodin dari Disperkim LH menjelaskan bahwa saat ini tata ruang dan wilayah baru dalam rangka kajian sehingga belum tentu direvisi. Jika pada akhirnya direvisi dipastikan akan sangat membutuhkan bantuan dari masyarakat.
“Surat sudah dikirim kepada getubernur dan hingga saat ini masih menunggu tanggapan karena apabila jadi dilakukan revisi maka RPJP akan berubah,” ungkap Misrodin Menambahkan penjelasan dari Misrodin, Joni dari BAP3DAmenyampaikan, dalam Permen Pelibatan PU No 15/2010 revisi tata ruang dilaksanakan sekali dalam lima tahun disampaikan pada tahun ke-5.
Pada tahun 2017 baru dimulai peninjauan kembali melalui proses pengkajian, evaluasi dan penyusunan rekomendasi. Untuk tahap pelaksanaan, peninjauan kembali pengumpulan data dan peraturanperaturan terkait sektoral dan kebijakan strategis nasional.
Melakukan evaluasi rencana tata ruang wilayah disesuaikan dengan Undang-undang dan dinamika pembangunan yang ada.
“Maka, dapat disimpulkan jika ada rekomendasi simpangan tersebut kurang lebih 20% hasilnya revisi, tidak revisi atau diubah total,” ujarnya.
Joni juga menegaskan evaluasi sudah mulai dilakukan dan dipastikan komponen masyarakat akan terlibat dalam prosesnya. Tidak hanya masyarakat di kawasan karst Gombong Selatan tapi seluruh masyarakat yang memiliki potensi dan ikut berpartisipasi dalam revisi rencana tata ruang wilayah dalam forum group disscusion.
Namun belum bisa memasukkan ke dalam ranah Raperda karena jika ada revisi masih ada perlu proses persetujuan subtansi oleh BKPRN dan membutuhkan waktu yang lama.
“Mengintip kabupaten dan kota sebelah, proses persetujuannya sangat lama dan bahkan ada yang tidak selesai,” ungkap Joni. (J19-26)
Sumber: Suara Merdeka CyberNews
0 komentar:
Posting Komentar