Perpag Aksi Tanam Pohon

Menghijaukan kembali kawasan karst Gombong selatan, tengah diritis menjadi tradisi aksi berkelanjutan yang dimulai dari Desa Sikayu Buayan [Foto: Div.Media-Perpag]

Bentang Karst Kendeng Utara di Pati

Perbukitan Karst selalu identik dengan sumber-sumber air yang bukan hanya menjadi andalan kebutuhan domestik harian, melainkan juga kebutuhan utama sektor pertanian, perikanan dan kebutuhan agraris lainnya

KOSTAJASA

Koperasi Taman Wijaya Rasa membangun komitmen Bersama Hutan Rakyat - Kostajasa; berslogan "Tebang Satu Tanam Lima" [Foto: Div.Media-Perpag]

Ibu Bumi Dilarani

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

UKPWR

Warga UKPWR (Ujungnegoro, Karanggeneng, Ponowareng, Wonokerso, Roban) tengah melakukan aksi penolakan PLTU Batubara Batang. Aksi dilakukan di perairan Roban (9/1) yang sekaligus merupakan perairan tempat para nelayan setempat mencari ikan [Foto: Uli]

Kamis, 23 November 2017

Kenapa Kami Menolak Panas Bumi di Gunung Slamet?

J//V Viole

Kredit foto: radarpekalongan.com
SERINGKALI saya disodori dengan pertanyaan yang sama, kenapa menolak? itu kan pembangunan, nanti juga untuk kebutuhan listrik rakyat, jangan anti pembangunan dong mas, apa-apa diprotes dan ditolak tanpa solusi.
Saya ikut menolak megaproyek ini bukan tanpa alasan. Semoga penjelasan saya dapat menjawab pertanyaan rekan-rekan netizen.
Proyek panas bumi di Gn. Slamet ini merupakan proyek nasional yang kira-kira menggelontorkan kurang lebih 7 Triliun Rupiah. Wilayah kerja proyeknya meliputi 5 kabupaten, yaitu Tegal, Pemalang, Banyumas, Purbalingga dan Brebes, dengan luas lebih dari 24 ribu hektar. Kemudian proyek dipusatkan di Banyumas atau wilayah selatan lereng Gn. Slamet, dengan pintu masuk melewati Kaligua Brebes. Proyek ini selanjutnya akan memakan sekitar 600 hektar lebih hutan yang sebagian besar adalah hutan lindung, untuk pembangunan infrastruktur, well pad, dll.
Lalu siapakah yang menjalankan proyek ini? Proyek ini dijalankan oleh PT Sejahtera Alam Energi (PT SAE) dan STEAG GmbH (Jerman). Dengan nilai saham 75% dipegang oleh STEAG GmbH dan 25% oleh PT SAE. PT SAE sendiri sebelumnya bernama PT Trinergy yang kemudian diakuisisi oleh PT Adaro Power. Adaro Power merupakan salah satu perusahaan batubara swasta terbesar ke-2 nasional dan ke-4 dunia. Listrik yang dihasilkan targetnya adalah 220 Megawatt, nantinya akan dijual ke PLN dengan kesepakatan jual beli sesuai peraturan Kementrian ESDM. Di sini kita bisa bertanya, ini sumberdaya alam siapa, siapa yang mendapat keuntungan dan untuk kesejahteraan siapa? Setelah puas mencabik-cabik hutan dan batubara, sekarang ingin menghisap hutan lindung dan Gn. Slamet.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) tadinya dikategorikan sebagai kegiatan pertambangan. Karena merupakan pertambangan, maka kegiatan pertambangan Panas Bumi tidak boleh dilakukan di hutan lindung. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 38 ayat (4) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa “Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka.” Yang dimaksud penambangan terbuka (surface mining) artinya penambangan tersebut dilakukan di atas permukaan tanah. Ini lain dengan penambangan tertutup yang perlu membuat terowongan untuk menjangkau deposit di dalam bumi. Kegiatan pertambangan panas bumi merupakan penambangan terbuka, sehingga ia terikat oleh ketentuan ini. Hutan lindung dilarang untuk menjadi tempat aktivitas pertambangan karena hutan lindung memiliki fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Kehutanan. Jika dilakukan pertambangan, maka kerusakan ekosistem akan terjadi.
Pada tahun 2010, Kementrian ESDM menetapkan wilayah Gn. Slamet sebagai Wilayah Kerja Proyek pertambangan dengan mengeluarkan Kepmen ESDM Nomor 1557.K/30/MEM/2010 dengan luasan WKP 24.660 hektar. Kemudian pada 2011, PT SAE mendapatkan IUP (Izin Usaha Pertambangan) berdasarkan SK Gubernur Jateng Nomor 541/27/2011. Dari sini kita melihat bahwa ada sesuatu yang janggal. Jelas menurut UU Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dikategorikan sebagai kegiatan pertambangan. Ini berarti penerbitan IUP dan kegiatan pembangunan proyek geothermal telah melanggar ketentuan Pasal 38 ayat (4) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa “Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka.”
Baru kemudian UU tentang panas bumi diubah menjadi Undang-Undang Nomor 21 tahun 2014 dengan judul yang sama. Dari sini kemudian PT SAE mengantongi izin baru dengan UU yang sudah disesuaikan dengan kepentingan proyek ini. Izin baru ini adalah IUP yang disesuaikan menjadi Izin Panas Bumi (IPB) berdasarkan Kepmen ESDM Nomor 4577 K/30/MEM/2015. Dalam undang-undang terbaru tersebut, Usaha Panas Bumi (PLTP) bukan lagi dikategorikan sebagai tambang, tetapi “Pemanfaatan Tidak Langsung” atau jasa lingkungan. Hal itu tertera dalam Pasal 24 nomor 2 UU No. 21 tahun 2014 Tentang Panas Bumi. Bahkan dalam Pasal 74 UU No. 21 Tahun 2014, pemerintah akan memberikan pidana kepada siapapun yang menghambat berjalannya proyek PLTP dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp70.000.000.000,-. Ini bukti bahwa pemerintah lebih berpihak kepada korporasi besar sekalipun dengan cara mengubah regulasi-regulasi yang ada untuk mempermudah masuknya investasi panas bumi.
Jika kita mau menarik garis historis, masifnya proyek panas bumi di Indonesia ini merupakan dampak dari krisis yang dialami oleh Amerika pada tahun 2008. Bangkrutnya bank investasi Lehman Brothers merupakan awal dari krisis bursa saham Amerika Wall Street karena macetnya kredit perumahan. Krisis ini kemudian merembet ke Eropa. Pemerintahan Jerman kebakaran jenggot karena Bank Pembangunan Jerman KWf harus menyaluran dana sebesar 300 juta Euro lebih untuk Lehman Brothers. Kemudian diikuti bangkrutnya Yunani, krisis Spanyol, Portugal, Rusia hingga pada 2017 Inggris menyatakan keluar dari Uni Eropa atau Brexit (Britain Exit). Krisis ini kemudian mengakibatkan peningkatan ekspansi modal dan pasar dari negara Dunia Pertama ke negara Dunia Ketiga. Selain itu, sebagai salah satu solusi adalah mengubah arah permodalan dari sektor properti ke sektor pangan dan energi.
Selain isu krisis ekonomi, topik krisis lingkungan dan pemanasan global juga diangkat dalam pertemuan G20 di Turki. Salah satu tema yang diangkat adalah tentang Geothermal Energy. Pada tahun 2010, Indonesia kemudian menjadi tuan rumah dalam pertemuan Geothermal Energy Forum di Bali. Pada Mei 2010, rapat Dewan Energi Nasional (DEN) dan DPR memaparkan 7 Pokok Arah Kebijakan Energi Nasional dan menetapkan panas bumi sebagai fokus kebijakan energi terbarukan yang juga tercantum dalam MP3EI (Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia) 2011-2025. Dalam proyek pembangunan PLTP ini, pemerintah Indonesia mengandalkan utang luar negeri untuk menarik para investor. Lewat perjanjian internasional, pemerintahan Jokowi-JK mengundang korporasi raksasa antara lain Jerman, Amerika, Inggris dan Turki untuk memenuhi target investasi. Indonesia mendapatkan hutang luar negeri dari World Bank sebesar USD300 juta, dan Asian Development Bank (ADB).
Bila dikaji lebih dalam, sebenarnya proyek ini merupakan imperialisme gaya baru. Imperialisme yang tidak lagi menggunakan metode-metode kuno dengan cara ekspansi wilayah. Menurut Lenin dalam karyanya Imperialisme, Tahapan Tertinggi Kapitalisme, ada 5 fitur utama imperialisme, yaitu (1) Konsentrasi produksi dan kapital sehingga bisa menimbulkan monopoli yang mempunyai peranan menentukan dalam kehidupan ekonomi; (2) Berpadunya Capital Finance dan kapital industri sehingga menimbulkan oligarki finansial atas dasar kapital; (3) Adanya ekspor kapital dalam hal ini mengirim kapital baru ke daerah-daerah potensial, bukan hanya uang tetapi juga pasar, tenaga kerja dan bahan baku; (4) Kongsi-kongsi monopoli internasional dari kaum kapitalis yang membentuk teritori untuk dibagi-bagi di antara mereka; dan (5) Pembagian teritorial kekuasaan oleh para kapitalis telah selesai. Dari 5 fitur tersebut, proyek geothermal ini telah memenuhi semua fitur yang diungkapkan oleh Lenin.
Dari segi lingkungan, proses pembangunan PLTPB Baturraden ini bukan tanpa masalah. Karena adanya deforestasi hutan, banyak satwa yang terdesak tempat tinggalnya hingga banyak babi hutan (celeng) yang turun ke pemukiman dan merusak lahan pertanian warga. Intensitas turunnya celeng ini meningkat setelah adanya proyek PLTPB. Bahkan ada satwa langka seperti Oa Jawa sempat terlihat pula di pemukiman. Hal ini mengakibatkan banyak petani mengalami gagal panen karena serangan hama celeng. Bukan hanya itu, proyek ini juga mengakibatkan adanya longsoran di hulu sungai, hingga menyebabkan aliran sungai keruh. Padahal masyarakat sekitaran lereng banyak memanfaatkan air bersih dari sungai ini untuk kebutuhan air minum, industri tahu, dll. Akibat air keruh, banyak industri tahu dan pembudidaya ikan merugi. Lalu belum lama ini, terjadi bencana alam banjir bandang di Banyumas. Memang ini belum dipastikan akibat proyek, tapi bencana yang lebih besar bisa saja datang jika deforestasi hutan lindung akibat proyek terus berlangsung, mengingat lereng selatan Gn. Slamet merupakan zona merah yang rawan longsor. Dalam sebulan terakhir saja, ada dua kali bencana banjir bandang melanda Kabupaten Banyumas. Bencana banjir bandang pertama memang belum dipastikan akibat proyek PLTPB karena sungai-sungai yang meluap tidak berhulu dekat dengan proyek. Namun pada tanggal 29 Oktober, terjadi lagi banjir bandang yang melanda dua sungai, yaitu sungai Prukut dan Sungai Mengaji, serta membawa material berupa pohon dan batu besar yang berasal dari hutan lindung Gn. Slamet. Banjir ini mengakibatkan kerusakan lahan garapan di Desa Gunung Lurah dan Sokawera, bahkan jembatan di Desa Panembangan hampir putus akibat terjangan banjir sehingga tidak dapat dilalui oleh kendaraan. Selain itu, longsor juga terjadi di Dukuh Kembangan Desa Sokawera, dimana dari pengamatan tercatat dua rumah tertimpa material longsoran.
Mencermati, mengantisipasi dan merespon dampak lebih merusak dari pembangunan proyek panas bumi ini, maka ada Maret 2017 terbentuklah “Gerakan Selamatkan Slamet”. Tujuan utama gerakan ini adalah menolak kelanjutan pembangunan proyek tersebut. Gerakan ini melibatkan organisasi-organisasi pecinta alam, pemuda dan masyarakat desa lereng Gn. Slamet, pegiat lingkungan, organisasi mahasiswa, komunitas-komunitas perkotaan, dan individu-individu merdeka yang masih peduli pada lestarinya alam di Gn. Slamet. Gerakan ini juga menolak keras keterlibatan partai politik maupun elite-elite politik tertentu. Pembiayaan gerakan semuanya murni dilakukan oleh internal gerakan, dengan menjual kaos maupun merchandise, serta sumbangan-sumbangan beberapa pihak yang sifatnya tidak mengikat.
***
Penulis adalah pegiat lingkungan hidup dan anggota aliansi gerakan selamatkan slamet
_______ 
Kepustakaan:
Maulana, Fajar Azmi, S.Sos. Cengkraman Korporasi Geothermal di Indonesia. 2017.
Mulkilah, Panji, S.H. Akrobat Hukum pada Proyek PLTP Baturraden di Gunung Slamet. 2017.
Fuadi, Muflih. Hamdani, Dian. Mulkilah, Panji, S.H. dalam Modul Selamatkan Gunung Slamet dari Ancaman PLTP Baturraden. 2017.
Sprague, Ted. 2011. Vladimir Lenin dalam Imperialisme, Tahapan Tertinggi Kapitalisme. 1916.

Sumber: Indoprogress 

Rabu, 08 November 2017

KPPL: “Hentikan Penambangan di Pegunungan Kendeng”

PRESS RELEASE
Komunitas Pemuda Pemerhati Lingkungan (KPPL)
“ Hentikan Penambangan di Pegunungan Kendeng ”

 [Kredit Foto: Ngatiban]

Pati, 08 November 2017

Sekitar 200 orang yang tergabung dalam Komunitas Pemuda Pemerhati Lingkungan (KPPL) mendatangi Kantor DPRD Kab. Pati guna menggelar aksi dan audiensi terkait perusakan lingkungan dan penambangan yang dilakukan oleh CV. BERKAH ALAM ASRI di Pegunungan Kendeng di daerah desa Slungkep, Kecamatan Kayen,Kabupaten Pati. Sudah beberapa kali kami melakukan aksi dari mulai beraudensi dengan pihak-pihak terkait, sampai kita mendatangi di lokasi penambangan tersebut. Namun sampai saat ini belum ada respon sama sekali dari pihak terkait.
Kami tidak akan pantang mundur dalam penyelamatan kelestarian lingkungan Pegunungan Kendeng. Sebab ini bagian dari panggilan moral dan hati nurani, agar masa depan anak cucu tidak terwarisi lingkungan yang rusak dan menyengsarakan hidup mereka kelak.
Kita tahu bahwa Pegunungan Kendeng adalah pegunungan purba dimana berbagai kekayaan situs bersejarah masih tersimpan didalamnya. Selain itu Peg.Kendeng juga sebagai tempat penyerap dan penyimpan air yang kemudian membentuk sungai bawah tanah kemudian mengalir ke sumber-sumber mata air. Sehingga melestarikan dan menjaga ekosistem Pegunungan Kendeng dapat mencegah bencana ekologis.
Kami sangat menyesalkan atas dikeluarkannya Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi nomor 543.32/10862 tahun 2016 dengan luas 6,1 hektar kepada CV. Berkah Alam Asri di desa Slungkep, Kec.Kayen, Kab.Pati yang dikeluarkan oleh pihak ESDM Provinsi Jawa Tengah. Kami prihatin dengan pernyataan pihak dinas terkait (Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pati, Dinas BLH Pati, Dinas ESDM Provinsi dan Kanit Intel II Ekonomi) saat kami beraudensi di MAPOLRES Pati pada tanggal 21 Juni 2017.
Dalam audensi perwakilan dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pati yang diwakili Arif mengatakan, ” bahwa lokasi pertambangan yang dilakukan oleh CV. Berkah Alam Asri di luar KBAK.”
Perwakilan dari Dinas BLH Pati yang diwakili oleh Heri Priyanto mengatakan “ dalam kesepakatan yang tertulis antara dinas BLH dengan Subagya selaku pemilik CV Berkah Alam Asri,ketika selesai melakukan penambangan sanggup melakukan reklamasi pada bekas tambang.”
Perwakilan dari Dnas ESDM provinsi Jawa Tengah oleh Agus Dwi Suryono mengatakan “ bahwa dikeluarkannya IUP Operasi Produksi kepada CV. Berkah Alam Asri karena sudah mendapat rekomendasi dari Dinas BLH kab. Pati dan semua permohonan izin akan dipermudah bagi siapapun yang memohon.”
Ini bukan persoalan penambangan itu dilakukan di luar KBAK atau di KBAK, mereklamasi bekas melakukan penambangan dan dimudahkannya permohonan izin . Akan tetapi, ini persoalan keterancamannya kelestarian lingkungan. Perlu diketahui, di beberapa desa di daerah Kecamatan Kayen rawan akan terjadinya banjir bandang ketika musim penghujan, ketika musim kemarau debu yang diakibatkan oleh kegiatan penambangan mengganggu warga yang berada disekitarnya. Itu hanya sebagian kecil dari dampak yang terjadi. Tetapi ada dampak yang besar jika penambangan itu diteruskan. Seharusnya pemerintah mempertimbangkan dan memperhatikan dampaknya, bukan malah memberikan izin dengan mudah seperti membalikkan telapak tangan.
Untuk itu kami memohon kepada DPRD Pati untuk menghentikan dan menutup pertambangan yang dilakukan CV Berkah Alam Asri dan penambangan lainnya di Peg.Kendeng sekarang juga. Agar bencana besar ekologis di depan mata dapat terhindari dan anak cucu mendatang bisa menikmati alam yang asri dan lestari tanpa ada penambangan.
Salam Lestari !!!!!
Koordinator aksi :
Ari Saputra Utama : 0822 2331 4459
Suharno : 0821 8249 6666

Tata Ruang Kebumen Mendesak Direvisi

08 November 2017 | Suara Kedu

Ada Penyelamatan Daerah Karst

TEMUI DPRD : Perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang bersama perwakilan masyarakat Kecamatan Buayan, MigranCare dan LBH Yogyakarta melakukan audiensi dengan DPRD Kebumen terkait Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kebumen. (26) [SM/Supriyanto] 


KEBUMEN - Perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang bersama perwakilan masyarakat Kecamatan Buayan, Migran Care dan LBH Yogyakarta mendesak DPRD Kebumen untuk merevisi tata ruang wilayahnya.

Mereka menilai konsep penataan wilayah sekarang ini sudah tidak sesuai dengan perkembangan daerah, terutama di wilayah Kebumen selatan dengan kondisi karst-nya. Hal itu mencuat dalam audiensi dan diseminasi terkait Rencana Rata Ruang Wilayah (RTRW) Kebumen, Selasa (7/11), di DPRD Kebumen.
Audiensi diterima langsung Ketua DPRD Cipto Waluyo, Wakil Ketua DPRD Miftahul Ulum dan jajaran pihak eksekutif terkait di ruang rapat pimpinan DPRD Kebumen.
Ivan Wagner dari LBH Semarang menyampaikan berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) UU No 26/2007 tentang Tata Ruang, rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali (1) satu kali dalam 5 (lima) tahun.
Mengacu ketentuan tersebut maka agenda peninjauan ulang mengenai rencana tata ruang wilayah Kebumen yang berlaku antara tahun 2011-2031 sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen No 23/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kebumen 2011-2031 dapat dilakukan.
“Kami sebagai organisasi nonpemerintah memiliki usulan yang berkaitan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kebumen yang tersusun dalam suatu kertas kebijakan atau policy-brief yang didasarkan pada penelitian dan kajian yang telah dilakukan bersama jaringan organisasi masyarakat sipil,” tegas Ivan.

Pelibatan Masyarakat
Wakil Ketua DPRD Miftahul Ulum mengapresiasi untuk masyarakat Gombong selatan yang tak kenal lelah memperjuangkan wilayah karst. 
“Kami mendapat info penggeseran lahan saat itu dari teman-teman Gombong, karena saat rencana tata ruang wilayah dibuat saya bukan anggota pansusnya sedangkan untuk kewenangan terkait pertambangan ada di provinsi. Sehingga DPRD hanya mengusulkan saja untuk evaluasi dan rekomendasi juga dari pemprov,” ucapnya 
Kesulitannya lain lanjut dia adalah regulasi dalam penegakan Perda karena kabupaten tidak memiliki kewenangan apa pun. Tidak hanya itu saja, kini para pengusaha tambang sudah melek hukum.
“Rekomendasi menteri apabila mengurangi luasan tata ruang maka terdapat evaluasi yang mewajibkan dilakukannya public hearing,” ungkap Miftah. 
Nanang, seorang perwakilan masyarakat dari Desa Sikayu, Buayan mengingatkan jangan sampai masyarakat kembali menjadi korban. Perlu keikutsertaan dari masyarakat dalam proses revisi rencana tata ruang dan wilayah.
“Kami hingga saat ini belum mendapat kabar dan konfirmasi terkait rencana tata ruang wilayah yang sedang berjalan dan mengapa masyarakat belum juga dilibatkan,” tanya Nanang. Menjawab pertanyaan itu, Misrodin dari Disperkim LH menjelaskan bahwa saat ini tata ruang dan wilayah baru dalam rangka kajian sehingga belum tentu direvisi. Jika pada akhirnya direvisi dipastikan akan sangat membutuhkan bantuan dari masyarakat.
“Surat sudah dikirim kepada getubernur dan hingga saat ini masih menunggu tanggapan karena apabila jadi dilakukan revisi maka RPJP akan berubah,” ungkap Misrodin Menambahkan penjelasan dari Misrodin, Joni dari BAP3DAmenyampaikan, dalam Permen Pelibatan PU No 15/2010 revisi tata ruang dilaksanakan sekali dalam lima tahun disampaikan pada tahun ke-5.
Pada tahun 2017 baru dimulai peninjauan kembali melalui proses pengkajian, evaluasi dan penyusunan rekomendasi. Untuk tahap pelaksanaan, peninjauan kembali pengumpulan data dan peraturanperaturan terkait sektoral dan kebijakan strategis nasional.
Melakukan evaluasi rencana tata ruang wilayah disesuaikan dengan Undang-undang dan dinamika pembangunan yang ada. 
“Maka, dapat disimpulkan jika ada rekomendasi simpangan tersebut kurang lebih 20% hasilnya revisi, tidak revisi atau diubah total,” ujarnya.
Joni juga menegaskan evaluasi sudah mulai dilakukan dan dipastikan komponen masyarakat akan terlibat dalam prosesnya. Tidak hanya masyarakat di kawasan karst Gombong Selatan tapi seluruh masyarakat yang memiliki potensi dan ikut berpartisipasi dalam revisi rencana tata ruang wilayah dalam forum group disscusion.
Namun belum bisa memasukkan ke dalam ranah Raperda karena jika ada revisi masih ada perlu proses persetujuan subtansi oleh BKPRN dan membutuhkan waktu yang lama. 
“Mengintip kabupaten dan kota sebelah, proses persetujuannya sangat lama dan bahkan ada yang tidak selesai,” ungkap Joni. (J19-26)
Sumber: Suara Merdeka CyberNews

Selasa, 07 November 2017

Menata Karst Gombong; Fungsi Lindung Yang Diusung

Policy-Brief by LBH Semarang




Latar Belakang

Hal penting yang perlu dipedomani bagi daerah yang memiliki sumber daya alam berupa Kawasan Karst adalah kewajiban untuk melindungi Kawasan Karst tersebut berdasar pada kepentingan utama yaitu keberlanjutan (sustainability) lingkungan hidup dan Pengembangan ilmu pengetahuan (science), termasuk di Kawasan Karst Gombong. 

Kepentingan keberlanjutan dan ilmu pengetahuan tersebut sejatinya mempengaruhi secara langsung bagi setidaknya 82.692 jiwa yang bergantung pada zona inti karst Gombong (8,27 % total penduduk Kebumen) dan sekurangnya 1.142.000 jiwa dalam zona perikarst Gombong (dari 33 Kecamatan dan 4 Kabupaten) serta pengembangan peradaban manusia.

Hal yang selama ini sebenarnya keliru adalah melakukan upaya yang mengorbankan aset yang berfungsi lindung untuk kepentingan yang hanya berfungsi ekonomi semata. Yang sering terjadi, nilai ekonomi yang dihasilkan tidak sebanding dengan dampak yang diterima khususnya oleh masyarakat dan lingkungan pada umumnya.

Hal tersebut terjadi akibat dari perumusan regulasi maupun kebijakan, rencana dan program (KRP) tanpa dilandaskan pada kajian lingkungan yang independen, tidak dilibatkannya masyarakat secara aktif dalam penyusunan regulasi maupun KRP, tendensi kepentingan investor diakomodir yang sangat besar, serta minim bahkan tidak adanya upaya mengakomodir kepentingan perlindungan lingkungan.

Atas pengalaman pendampingan kasus berkaitan dengan Kawasan Karst yang dilakukan LBH Semarang selama ini, telah menempatkan LBH Semarang untuk mengambil posisi perjuangan bagi keberlanjutan lingkungan hidup. 
Upaya kongkrit yang perlu dilakukan oleh LBH Semarang antara lain melakukan advokasi kebijakan dalam RTRW Kabupaten Kebumen dimana saat ini terbuka untuk dilakukan revisi serta turut pula mendorong perlindungan Kawasan Karst Gombong secara keseluruhan.


1. Karst Gombong Bernilai Ketika Fungsinya Terlindungi

1.1.     Fungsi Menyerap, Menyimpan dan Mendistribusikan Air

Fungsi esensial karst dimana air hujan di daerah karst mengisi sistem hidrologi bawah tanah, baik yang masuk melalui celah-rekah, lapies/ karren ataupun yang masuk melalui gua atau ponor (Fungsi Penyerapan air). 

Kepentingan air sebagai sumber kehidupan, menjadikan daerah karst dengan zona epikarst dan sistem sungai bawah tanahnya merupakan tandon dan saluran air alami bawah tanah (Fungsi Penyimpanan air). 

Terakhir air akan keluar di berbagai mata air hingga terdistribusi ke berbagai sistem aliran seperti sungai (Fungsi Distribusi Air).

Secara keseluruhan, Kawasan Karst Gombong sedikitnya memiliki 113 gua, 13 Mata Air dan 18 Ponor, tercatat pula ada 31 gua dengan total panjang lorong mencapai 25.169 m.

1.2. Fungsi Jasa Lingkungan

Salah satunya yaitu peran penting kelelawar bagi ekosistem karst dan sekitarnya. Hal itu yaitu sebagai bagian dari proses regenerasi hutan, pengendali populasi serangga malam yang berpotensi sebagai hama maupun vektor penyakit serta penghasil guano yang dimanfaatkan sebagai pupuk. Setidaknya di karst Gombong terdapat 15 jenis kelelawar dijumpai di 13 gua.

1.3. Fungsi Serupa Hutan Rimba

Kawasan Karst memiliki fungsi ekosistem yang serupa dengan hutan rimba yaitu sebagai pengatur tata air khususnya air bawah tanah dan penyimpan potensi karbon. Kerusakan lingkungan pada bentang lahan karst seperti akibat penambangan akan mengakibatkan matinya sumber air bawah tanah yang berlimpah.

1.4. Fungsi Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Hasil penelusuran potensi arkeologis di Kawasan Karst Gombong Selatan menunjukkan bahwa di kawasan tersebut terdapat gua-gua hunian yang dapat disejajarkan dengan gua-gua di Pegunungan Seribu. 

Kemungkinan mengenai penghunian beberapa gua di Kawasan Karst Gombong Selatan, seperti Gua Jatijajar dan Gua Banteng, tersirat melalui morfologi gua dan temuan arkeologis yang didapatkan di gua-gua tersebut. 
Terputusnya siklus karbon akibat penambangan di Kawasan Karst akan ikut menyumbang pemanasan global dan perubahan iklim.


2. Karst Gombong Dalam Pusaran Regulasi: Belum Berpihak Pada Perlindungan

Permen ESDM 17/2012merupakan regulasi lex spesialis tentang karst. Luasan KBAK Gombong yang mengalami penyempitan seluas 9,05 Km2. Penyempitan tersebut bertentangan dengan ketentuan peralihan Pasal 15 ayat (1) dan (2) Permen ESDM 17/2012 tentang ketentuan peralihan yang menyampaikan Kawasan Karst yang pernah diklasifikasikan dan/atau ditetapkan oleh Kepala Daerah sebagai Kawasan Karst I tetap berlaku dan wajib disesuaikan menjadi KBAK. 
Penyesuaiannya pun harus sesuai hasil inventarisasi dan penyelidikan Kepmen ESDM Nomor 1456K/20/MEM/2000. Artinya, penyempitan tersebut justru mengurangi dan tidak mencegah pemanfaatan yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan sesuai dengan ketentuan dalam PP tentang RTRWN yang mengatur tentang Kawasan Lindung Nasional.


3. Ketidakpastian Perlindungan Karst, Ketidakpastian Bagi Berbagai Lini Kehidupan

Diagram 1

Ketidakpastian pengaturan tentang perlidungan karst tersebut senyatanya turut berdampak pada ketidakpastian bagi kehidupan masyarakat sekitar Kawasan Karst Gombong.

Diagram 2

Berkaca dari problem rencana penambangan dan pendirian pabrik semen pada tahun 2016 lalu yang memunculkan penolakan dari warga sekitar. 

Fakta penting yang terungkap dalam rekomendasi Komisi Penilai Amdal Provinsi Jawa Tengah maupun Keputusan Bupati Kebumen Nomor 660.1/038/KEP/2016 tentang Ketidaklayakan Lingkungan Hidup Rencana Kegiatan Penambangan Batu Gamping dan Batu Lempung serta Pembangunan dan Pengoperasian Pabrik Semen oleh PT Semen Gombong di Wilayah Kabupaten Kebumen menunjukkan wilayah yang akan dijadikan lokasi penambangan secara keilmuan tidak layak ditambang yang notabene adalah wilayah yang dikeluarkan dari KBAK bahkan mengindikasikan sebagai KBAK sesuai Permen ESDM 17/2012.


Opsi Kebijakan

1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis Yang Independen, Obyektif dan Partisipatif

Diagram 3

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dalam rangka mencegah kerusakan lingkungan hidup ditentukan hal pokok sebelum adanya perumusan pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program (KRP) ialah adanya kewajiban bagi Pemerintah dan Pemda membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis baik yang berguna sebagai landasan untuk penyusunan atau yang bersifat evaluatif. 

Hal tersebut menjadi instrumen pencegahan pertama dimana selanjutnya baru dilakukan penyusunan RTRW. KLHS diharuskan dilakukan secara independen, objektif, dan partisipatif, selain itu dengan melibatkan masyarakat dalam bentuk pemberian pendapat, saran, dan usul, pendampingan tenaga ahli, bantuan teknis dan penyampaian informasi dan/atau laporan sesuai Pasal 32 PP Nomor 46 Tahun 2016 tentang KLHS.


2. Revisi Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Yang Adil dan Partisipatif

Regulasi rencana tata ruang wilayah Kabupaten Kebumen saat ini berlaku untuk tahun 2011-2031, artinya regulasi tersebut sudah memerlukan revisi.

Dalam penyusunannya, RTRW selain harus didahului dengan adanya kajian lingkungan hidup strategis yang independen, objektif dan partisipatif, RTRW dalam penyusunannya juga diwajibkan adanya partisipasi masyarakat dan proses yang berkeadilan. 

Hal tersebut mencakup tahap perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang sesuai ketentuan PP Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang.

3. Peninjauan Ulang Penetapan Kawasann Bentang Alam Karst

Demi tercapainya perlindungan fungsi Kawasan Karst, maka perlu untuk dilakukan penetapan. KBAK Gombong yang telah ditetapkan terakhir kali pada tahun 2014, justru bertentangan dengan aturan pedomannya. 
Karena itu, demi kepastian terhadap perlindungan fungsi Kawasan Karst yang berimbas pada masyarakat secara langsung, maka sudah sepatutnya penetapan tersebut di tinjau ulang dan disesuaikan sebagaimana mestinya yang tentunya berdasarkan fakta objektif dengan menitikberatkan pada fungsi esensial Kawasan Karst

Peninjauan ulang tersebut dapat pula dilakukan dengan didahului oleh pengkajian secara menyeluruh, objektif, independen dan partisipatif yang dalam ketentuan Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2012 berupa kegiatan penyelidikan yang kemudian ditindak lanjuti dalam penetapan KBAK sebagai langkah perlindungan secara yuridis.

Dalam hal ini, memang Gubernur yang berwenang untuk menyampaikan usulan penetapan KBAK kepada Menteri ESDM. Namun, pada dasarnya tidak ada larangan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten untuk bisa menyampaikan rekomendasi agar dilakukan usulan penyelidikan dan/atau usulan penetapan kepada Gubernur. Apalagi hal yang direkomendasikan senyatanya demi kepentingan perlindungan lingkungan hidup yang berimplikasi bagi perlindungan masyarakat.

Untuk melakukan opsi kebijakan yang bisa dilakukan, ada beberapa dampak/resiko dan mitigasi yang telah kami identifikasi, antara lain:

Dampak positif yang akan diterima:

1.    Fungsi kawasan karst sebagai penyedia ekosistem khususnya sumber daya air akan terlindungi dari kerusakan;
2.    Keanekaragaman hayati sebagai jasa pengatur keseimbangan ekosistem terlindungi;
3.    Konflik pemanfaatan di Kawasan Karst menjadi minim karena telah ada peraturan yang secara tegas melindungi pemanfaatan dan pengelolaan Kawasan Karst;
4.    Produksi pangan di Jawa Tengah terlindungi.

Dampak negatif yang akan diterima:

5.    Usaha pertambangan di Jawa Tengah ditutup:
a.   Berkurangnya PDRB Pertanian berdasarkan data BPS merupakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar, pertanian perlu dikembangkan secara maksimal;
b.   Berkurangnya lapangan pekerjaan, berdasarkan data BPS sebagaian masyarakat berprofesi sebagai petani; sektor pertanian perlu dikembangkan;


Rekomendasi

- Pemkab Kebumen membentuk tim dan melakukan KLHS RTRW terkait Kawasan Karst yang independen, objektif serta partisipatif;
- Pemkab Kebumen melakukan revisi RTRW yang adil dan partisipatif yang mengakomodir hasil KLHS RTRW yang telah dilakukan sebelumnya;
- Pemkab Kebumen merekomendasikan pengusulan penyelidikan ulang Kawasan Karst Gombong atau merekomendasikan penetapan ulang Kawasan Karst Gombong sesuai hasil inventarisir dan penetapan sebagaimana dalam Kepmen ESDM Nomor 961 K/40/MEM/2003;
- Pemkab Kebumen melakukan dan menjamin adanya kajian, revisi RTRW, penyelidikan ulang KBAK yang independen, objektif dan partisipatif maupun adanya usulan penetapan ulang KBAK sesuai hasil inventarisir dan penetapan sebagaimana dalam Kepmen ESDM Nomor 961K/40/MEM/2003.


Catatan Penutup

Keharusan perlindungan terhadap Kawasan Karst didasari kesadaran atas penting dan bernilainya fungsi-fungsi esensial maupun fungsi-fungsi turunan dari Kawasan Karst yang bersifat lindung. Peraturan perundang-
undangan khususnya tentang Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup telah menentukan skema perlindungan Kawasan Karst yaitu dengan menetapkan Kawasan Karst sebagai kawasan lindung, mempertahankannya dan melindunginya.

Di tahun 2017 ini, terbuka dilakukannya revisi Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kebumen. Selain itu, terbuka pula pengusulan peninjauan kembali penetapan KBAK. Dalam proses tersebut
terdapat alternatif kebijakan yang direkomendasikan, yaitu :

1. Melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis khusus Kawasan Karst Gombong yang dilaksanakan secara independen dan Partisipatif

2. Melakukan revisi Perda RTRW yang di dahului adanya KLHS dengan mengakomodir Kawasan Karst sebagai kawasan lindung sebagaimana di tetapkan oleh RTRWN;

3. Merekomendasikan dan/atau mendorong Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah mengusulkan peninjauan kembali penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Gombong kepada Kementerian ESDM
______

Footnotes :
1. Williams, 1983; Ritter, dkk., 1995 dalam Arif Jauhari dan Nandra Eko Nugroho, Karst Sebagai Fungsi Kehidupan, (Pusat Studi Karst Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, 2017), Hlm. 3-4
2. Suyanto, 2001; Kunz, 2011; Wanger et al., 2014; Wijayanti dkk, 2012; Wijayanti, 2011; Rahmadi dan Wiantoro, 2008 dalam Petrasa Wacana et al, Tinjauan Ancaman Kelangsungan dan Daya Dukung Ekosistem Esensial Karst Gombong, (Masyarakat Speleologi Indonesia, Bogor, 2016), Hlm 20
3. Petrasa Wacana et al, Loc.cit, Hlm. 6-7
4. Kapasitas penyerapan karbon dioksida di Kawasan Karst Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul sebesar 95,13 m3/tahun/km2 . Hal ini menunjukkan seandainya lahan 1 km2 rusak, maka dapat dipastikan penyerapan karbon sebesar 95,13 m3/tahun terhenti.
5. Budiyanto, 2013 dalam Fadiah Khairina, Dampak Perubahan Pemanfaatan Kawasan Karst Gunungsewu Terhadap Resiliensi Ekonomi Rumah Tangga Di Kabupaten Gunung Kidul. (Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Tesis, 2017). Hlm. 1
6. Anggraeni, Penelusuran Potensi Arkeologis Di Kawasan Karst Gombong Selatan, (Jurnal Humaniora Volume 17, 2005)
7. Ahmad CahyadidanAnggitPriadmodjo, (2012). Pengaruh Penambangan Gamping Terhadap Fungsi Penyerapan Karbon dioksida (CO2) Atmosfer Di Kawasan Karst Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Prociding Seminar. Prodi Pendidikan Geografi FKIP UNS.

Peraturan Perundang-undangan :
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 jo Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 Tentang Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Peraturan Menteri ESDM Nomor 1456.K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Kars
Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst
Keputusan Menteri ESDM Nomor 1456.K/20/MEM/2000 Tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst
Keputusan Menteri ESDM Nomor 961 K/40/MEM/2003 tentang Penetapan Kawasan Kars Gombong Kabupaten Kebumen-Provinsi Jawa
Keputusan Menteri ESDM Nomor 3043 K/40/MEM/2014 Tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Gombong
Keputusan Menteri ESDM Nomor 3873 K/40/MEM/2014 Tentang Perubahan atas Kepmen ESDM Nomor 3043K/40/MEM/201
___

Tim Penyusun: Ivan Wagner, Eti Oktaviani, Made Mas Maha Wihardana.
Tim Penyusun mengucapkan terima kasih atas masukan dari peserta diskusi mengenai materi ini yang diselenggarakan LBH Semarang.
Tata Letak: Eko Triadi
Cover Foto: Rasyid Gumoong, Indonesia Speleological Society
LBH Semarang
Jalan Jomblangsari IV No.17 Semarang, 50256
Telp.: +62 24 86453054 | E-mail: lbhsmg@gmail.com | Website: www.lbhsemarang.or.id


Perubahan RTRW Kebumen Diminta Partisipatif dan Terbuka


KEBUMEN - Belasan Masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat untuk Tata Ruang Kebumen, mendatangi Gedung DPRD untuk beraudiensi dengan anggota dewan. Dalam Audiensi itu, Aliansi berharap agar masyarakat dilibatkan dalam pembahasan revisi Perda Kabupaten Kebumen Nomor 23 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Perubahan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kebumen harus dilakukan secara partisipastif dan terbuka serta mengutamakan Kelestarian Lingkungan. Dalam audiensi rombongan diterima oleh Ketua DPRD Kebumen Cipto Waluyo, didampingi wakilnya Miftahul Ulum. Turut hadir pula dari eksekutif Kepala BPPPD Djoenaedi Fatchurohman, Bagian Hukum Setda, Kabid Cipta Karya DPU PR, dan Satpol PP Kebumen, Selasa (7/11/2017).

Divisi Lingkungan LBH Semarang Ivan Wagner menyampaikan, daerah yang memiliki kawasan karst berkewajiban untuk menjaganya berdasarkan lingkungan hidup.  Sesuai dengan catatan yang ada adanya Kawasan Karst Gombong setidaknya berpengaruh terhadap kehidupan 82.692 jiwa yang bergantung pada zona inti, atau setara dengan 8,27 persen dari jumlah penduduk Kebumen.

Selain itu terdapat pula 1.142.000 jiwa dalam zona perikarst Gombong yang terdapat di 33 kecamatan pada empat kabupaten. 

“Yang selama ini keliru  yakni mengorbankan asset lindung untuk kepentingan yang hanya berfungsi ekonomi semata. Padahal jumlah ekonomi yang diterima tidak sebanding dengan dampak yang akan dirasakan oleh masyarakat,” tuturnya.
Regulasi rencana tata ruang wilayah Kabupaten Kebumen lewat Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 23 Tahun 2012 saat ini berlaku untuk tahun 2011-2031. Dengan demikian maka regulasi tersebut sudah memerlukan peninjauan ulang bahkan perubahan. Untuk itu dalam penyusunan RTRW harus independen, objektif dan partisipatif. Sebab  RTRW dalam penyusunannya juga diwajibkan adanya partisipasi masyarakat. 

“Jangan sampai, tanpa sepengetahuan masyarakat tiba-tiba Perda RTRW sudah di revisi,” tutur Ketua Perpag Lapiyo.
Ivan Wagner kembali melajutkan, melihat pentingnya kawasan tersebut, terdapat tiga hal yang harus dicermati. Pertama Karst Gombong bernilai ketika funginya terlindungi.  Kedua selama ini Karst Gombong dalam pusaran regulasi belum berpihak pada perlindungan. Sedangkan yang ketiga adanya ketidakpastian perlindungan karst dan ketidakpastian bafi berbagai lini kehidupan. 

“Bahkan Luasan KBAK Gombong telah mengalami penyempitan seluas 9,05 kilometer persegi,” terangnya.
Dalam kesempatan itu, Ivan Wagner juga memberikan Opsi Kebijakan bagi pemerintah Kabupaten Kebumen diantaranya, kajian lingkungan hidup strategis yang independen, objektif dan partisipatif. Revisi Perda RTRW yang adil dan partisipatif dan peninjauan ulang penetapan kawasan benteng alam karst.

Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Kebumen Cipto Waluyo mengaku sepakat akan adanya usulan masyarakat Perpag untuk mengembalikan fungsi kawasan karst Gombong. Kendati demikian, pemkab tidak bisa serta merta melarang tambang di kawasan karst. Sebab urusan pertambangan menjadi kewenangan penuh pemerintah provinsi. Sedangkan saat ini, Perda dimaksud sedang dalam peninjauan apakah akan revisi atau tidak.  


"Nanti pasti pada masanya. Jika sudah waktunya masyarakat pasti dilibatkan dalam pembahasan revisi Perda," paparnya.
Kawasan Karst telah berkurang 8,05 kilometer persegi yakni dari 48.94 kilometer menjadi 40.89 kilometer. Adapun pengurangan kawasan tersebut tertuang dalam Perda RTRW Kabupaten Kebumen Nomor 23 Tahun 2012 pada Pasal 26. Perubahan tersebut berdasarkan keputusan Bupati Nomor 660.1/038/KEP/2016. (mam)

Sumber: KebumenEkspres 

Aliansi Masyarakat untuk Tata Ruang Kebumen Desak Pemkab Tinjau Ulang Perda Tata Ruang

Selasa, 7 November 2017 15:06
Laporan Wartawan Tribun Jateng Khoirul Muzakki


Sejumlah warga berjalan di bukit karst Gombong Selatan yang kaya kandungan kapur atau bahan baku semen. 

KEBUMEN - Aliansi Masyarakat untuk Tata Ruang Kebumen mendesak DPRD Kabupaten Kebumen dan Pemerintah Kabupaten Kebumen untuk meninjau ulang Perda Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 23 Tahun 2012.
Regulasi rencana tata ruang wilayah Kabupaten Kebumen lewat Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 23 Tahun 2012 saat ini berlaku untuk tahun 2011-2031.
"Dengan masa berlaku yang panjang itu, seharusnya regulasi tersebut sudah memerlukan peninjauan ulang bahkan perubahan," kata perwakilan Aliansi Masyarakat untuk Tata ruang Kebumen Adi H Budiawan, Selasa (7/11).
Selain harus didahului dengan adanya kajian lingkungan hidup strategis yang independen, objektif dan partisipatif, penyusunan RTRW dinilainya wajib melibatkan partisipasi masyarakat serta proses yang berkeadilan.
Baik mencakup tahap perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang sesuai ketentuan PP Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang juga Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Pihaknya memandang penting proses peninjauan ulang dan perubahan peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah di Kabupaten Kebumen dilaksanakan secara partisipatif, terbuka dan disesuaikan fungsi lingkungan.
"Titik tekannya pada pelestarian dan perlindungan fungsi lingkungan hidup yang berkaitan erat dengan perlindungan masyarakat pula," katanya
Perubahan RTRW Kabupaten Kebumen, kata Adi, diharapkan tetap mengakomodir fungsi lindung dari kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Gombong.
Pemerintah diharapkan tidak mempersempit luasan dari kawasan lindung KBAK Gombong Selatan menjadi 4089 hektar. Sebaliknya, pemerintah seharusnya menginventarisir dan menetapkan kawasan-kawasan yang faktanya punya fungsi lindung atau masuk kategori KBAK.
"Pelibatan masyarakat ini amanat PP Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang juga Undang-Undang Nomor Tahun 2007 tentang Penataan Ruang," katanya
Semangat peninjauan ulang Perda Tata Ruang ini dilatarbelakangi keresahan warga terkait ancaman ekspansi investasi tambang semen di KBAK Gombong.
Sebelumnya, sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Persatuan Rakyat Penyelamat Karst Gombong (Perpag) sempat unjuk rasa di kantor DPRD Kebumen. Tuntutan mereka berisi penolakan terhadap pendirian pabrik semen di kawasan karst Gombong Selatan oleh PT Semen Gombong. Mereka juga mendesak dikembalikannya KBAK Gombong Selatan sebagai kawasan lindung.
Sumber: TribunesJateng