Jumat, 02 September 2016

Menelusuri Gua, Memberi Peran untuk Masyarakat

Jumat, 2 September 2016 | 15:08 WIB
Oleh: Cahyo Rahmadi

Pendataan di Gua Urang, Grobogan

Belum usai perjuangan masyarakat Rembang memperjuangkan hak untuk hidup nyaman dan bertani dengan bahagia, beberapa hari lalu terdengar kabar Pemerintah Kabupaten Grobogan memberikan sinyal hijau masuknya pabrik semen baru.

Ketika perjuangan di Rembang belum tuntas, Pati semakin tertekan dengan dimenangkannya banding Bupati Pati di Pengadilan Tinggi Tata Usaha negara di Surabaya.

Pada Bulan Juni 2016, PT Semen Grobogan melenggang dengan keluarnya Ijin Lingkungan dari Bupati Grobogan No. 660.1/1841/2016 untuk penambangan batu gamping dan pengoperasian pabrik

Padahal Pegunungan Kendeng ditetapkan sebagai Kawasan Karst Sukolilo melalui Kepmen ESDM 0398 K/40/MEM/2005 yang kemudian dikuatkan oleh Pergub Jawa Tengah No. 28 Tahun 2008 sebagai Kawasan Lindung Kars Sukolilo oleh Gubernur Bibit Waluyo.

Kawasan Karst Sukolilo memiliki luas 118,02 km2 di Kabupaten Pati, 72,17 km2 di Kabupaten Grobogan dan 4.53 km2 di Kabupaten Blora. Penetapannya didasarkan pada tatanan geologi, bentang alam karst luar (eksokarst) dan bentang alam karst dalam (endokarst) dan tatanan hidrogeologi.

Pada tahun 2014, seiring keluarnya peraturan baru Permen ESDM No. 17 Tahun 2012, akhirnya karst Sukolilo ditetapkan sebagai Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Sukolilo sesuai dengan Kepmen 2641 K/40/MEM/2014 menjadi kawasan lindung geologi sebagai bagian kawasan lindung nasional.


Belum menjamin

Namun sayangnya, status lindung tersebut masih belum cukup menjamin kelangsungan fungsi karst sebagai penyedia jasa lingkungan yang ada di Pegunungan Kendeng. 

Jasa penyedia air, pengendali air  dengan fungsi resapan dan pengendali hama melalui kelelawarnya, serta menjaga kepastian siklus hidrologi maupun siklus hara yang menopang kawasan sekitarnya berada di ujung ketidakpastian.

Penetapan KBAK tersebut menjadi kawasan lindung ternyata justru menjadi kue yang menggunggah selera industri semen. Daerah di luar kawasan lindung menjadi menu pesta industri semen dari Rembang, Pati sampai Grobogan.

Berbagai alasan muali dari tapak penambangan yang sudah sesuai dengan RTRW, dan lokasi yang berada di luar KBAK menjadi dalih yang rutin didengar ketika suara penolakan dikumandangkan.

Dasar penetapan KBAK yang ternyata tidak selaras dengan fakta di lapangan menjadi permasalahan tersendiri.

Kawasan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) PT Semen Indonesia di Rembang yang berada di Cekungan Air Tanah Watu Putih juga menjadi masalah.
Mata air itu, berdasarkan data di dokumen Andal, 40 persen daerah tangkapannya berada di dalam IUP. Hal ini dikhawatirkan mengancam kelangsungan ketersediaan air nantinya.

Persoalannya sekarang, penetapan KBAK ternyata tidak menjamin fungsi karst dan jasa lingkungannya terlindung dari ancaman industri semen.
Kekhawatiran soal hancurnya mata air serta meningkatnya air larian yang menyumbang banjir teryata belum cukup mengetuk hati pemegang kebijakan.

 
 
C. Rahmadi Kondisi lahan di Karst Sukolilo yang digunakan sebagai perkebunan
Permasalahan penetapan kawasan inilah yang menyebabkan polemik pabrik semen berkepanjangan. Pasalnya ternyata masih banyak kriteria lindung yang berada di luar KBAK. Dengan kata lain, daerah yang seharusnya dilindungi mestinya lebih luas.
  Sebagai contoh, beberapa gua yang memiliki sungai bawah tanah sebagai kriteria lindung dalam Permen ESDM No. 17 Tahun 2012 ternyata masih luput dari kajian penetapan KBAK Sukolilo. Padahal, ketika gua ditelusuri, didalamnya ditemukan air yang membentuk sungai bawah tanah.


Peran penelusur gua

Inilah yang menjadi kendala ketika pengelolaan kawasan karst ditetapkan dengan data yang sepotong. Penetapan suatu kawasan justru menjadi permasalahan bukan penyelesaian penataan pemanfaatan.

Di sini peran penelusur gua menjadi penting dalam melakukan eksplorasi dan pendataan sehingga mampu mengungkap keberadaan sungai bawah tanah di dalam gua. Penelusur gua bisa mengambil peran untuk ambil bagian dalam melengkapi data dan informasi.

Bukan hanya mulut gua yang dilihat, tapi menembus jauh ke dalam lorong gua untuk mendapatkan informasi bentang alam bawah permukaan (endokarst) secara lengkap dari potensi hidrologi, potensi biologi sampai potensi ornamen gua (speleotem) yang menjadi kriteria penetapan KBAK.

Peran ini mesti diambil para penelusur gua sebagai bentuk kontribusi terhadap ilmu pengetahuan dan masyarakat. Penelusur gua tidak hanya bersenang-senang untuk dirinya sendiri, tapi bisa berperan untuk memastikan masyarakat di kawasan karst bisa hidup, berkegiatan, dan bertani dengan nyaman.

Mari mendata dan berbagi peran untuk karst dan masyarakat Indonesia.
Editor : Wisnubrata
 
Cahyo Rahmadi
Peneliti
Peneliti di Pusat Penelitian Biologi LIPI yang menekuni taksonomi kalacemeti (Amblypygi) dan biologi gua. Sarjana biologi diperoleh dari Fakultas Biologi UGM, dan meraih gelar doktor dari Faculty of Science and Engineering Ibaraki University. Aktif di kegiatan penelusuran gua dan saat ini menjadi Presiden Indonesian Speleological Society (ISS).

http://regional.kompas.com/read/2016/09/02/15084641/menelusuri.gua.memberi.peran.untuk.masyarakat#

0 komentar:

Posting Komentar