KERIGAN PONOR: Kerjabakti atau "kerigan" Perpag merevitalisasi ponor tetap dilanjutkan setelah 2 kali lubang galian mengalami longsor. Meski presentase keterlibatannya terbilang tak signifikan namun banyak warga terlibat, termasuk pemuda dan -ada juga perempuan- berpartisipasi dalam "kerigan" ini. [Foto: MKGS]
Barangkali yang dilakukan
Perpag merevitalisasi ponor hanyalah perkara kecil dibanding problem-problem yang
mengancam kelestarian pegunungan karst berikut ekosistemnya. Terlebih jika
ingat bahwa jumlah ponor, yang berkorelasi langsung dengan pasokan dan
ketersediaan air; begitu banyaknya. Untuk wilayah Desa sikayu saja, jumahnya bisa mencapai ratusan ponor.
Jika dicermati, hampir di setiap cerukan di pegunungan karst ini terdapat lubang ponor. Keseluruhannya terbentuk secara alami, karena elemen-elemen alam di sana punya hukum gerak material sendiri. Ponor bisa saja terbentuk awalnya dari munculnya air -misal dari hujan- yang terhimpun ke tempat rendah, menggenang, meresap ke dalam tanah atau di sela celah batuan karst; lalu mencari aliran sungai di bawahnya. Ada juga yang membentuk cekungan maupun "statis-pool" berupa tandon air dalam tanah.
Dari beberapa penelusuran gua dalam kawasan karst Gombong Selatan bisa ditemukan lorong tegak, banyak aliran air, sungai bawah tanah, bahkan air terjun serta tandon-tandon maupun kolam di dalam perut bumi. Ponor di bagian permukaan terluar, seringkali berhubungan dengan temuan-temuan di kedalaman itu. Dan ketika sebuah ponor tertutup, bisa karena sampah hutan atau lumpur sedimentasi- maka fungsi ponor menjadi mati. Matinya ponor ini dialami oleh, salah satunya Ponor Sawi.
Jika dicermati, hampir di setiap cerukan di pegunungan karst ini terdapat lubang ponor. Keseluruhannya terbentuk secara alami, karena elemen-elemen alam di sana punya hukum gerak material sendiri. Ponor bisa saja terbentuk awalnya dari munculnya air -misal dari hujan- yang terhimpun ke tempat rendah, menggenang, meresap ke dalam tanah atau di sela celah batuan karst; lalu mencari aliran sungai di bawahnya. Ada juga yang membentuk cekungan maupun "statis-pool" berupa tandon air dalam tanah.
Dari beberapa penelusuran gua dalam kawasan karst Gombong Selatan bisa ditemukan lorong tegak, banyak aliran air, sungai bawah tanah, bahkan air terjun serta tandon-tandon maupun kolam di dalam perut bumi. Ponor di bagian permukaan terluar, seringkali berhubungan dengan temuan-temuan di kedalaman itu. Dan ketika sebuah ponor tertutup, bisa karena sampah hutan atau lumpur sedimentasi- maka fungsi ponor menjadi mati. Matinya ponor ini dialami oleh, salah satunya Ponor Sawi.
PONOR LAIN: Seorang warga tengah menunjukkan ponor lainnya (di latar belakang) yang telah direvitalisasi sebelumnya dengan membuat pagar "Jaro" untuk meminimalisir masuknya sampah maupun lumpur yang berpotensi menutup lubang ponor [Foto: MKGS]
Upaya revitalisasi dengan penetapan waktu 2 hari kerigan yang dijadwalkan dari hasil rembug Sabtu (5/1) oleh pegiat Perpag lintas dukuh di sekretariat Perpag, ternyata memang tak cukup untuk menyelesaikan pekerjaan sebesar menggali ponor yang ambrol. Hari pertama, Minggu (6/1) terbilang ada 25 orang bekerja sejak pagi hingga lewat tengah hari. Lalu 7 orang melanjutkan pada hari berikutnya disusul 17 orang ikut turun ke lapangan pada hari Selasa (8/1) pada hari dimana galian pada titik ponor telah dipenuhi genangan air.
Target kerja penggalian
hingga mencapai celah aliran sungai bawah tanah rupanya bakal tertunda pula. Mesin
pompa air pun diusung ramai-ramai dari desa ke lokasi yang dirimbuni hutan
bambu; yang karennya cukup banyak sampah terserak. Dan pekerjaan kolektif ini –orang
menyebutnya sebagai kerigan- pun kembali
dilakukan pada Minggu (13/1) berikutnya. Setelah mesin sedot menghabiskan genangan
air, pekerjaan galian baru bisa dilakukan hingga kedalaman 7 meter. Kali ini
tak sepenuhnya berbentuk “piramida terbalik”, karena pada kedalaman itu, bagian
tengah harus dibuat lebih tegak pada sisi tebingnya.
Menyiapkan Embung
EMBUNG: Dalam "Kerigan Ponor" warga membagi kerjanya untuk menyiapkan embung berukuran 10x8x0,8 meter. Selain untuk tampungan air, embung ini juga dipersiapkan untuk melakukan uji aliran air sungai bawah tanah dengan metode "water-tracing" [Foto: MKGS]
Mobilisasi warga pada Kerigan Ponor Sawi tak melulu mengerjakan
galian gerbang ponor yang tersumbat sedimentasi selama puluhan tahun. Dalam
misi ini, Perpag bermaksud memperjelas peta aliran sungai bawah tanah yang
terbangun secara alamiah di zona Banjiran.
Pakar karstologi Dr Ko
pernah membuat ressume atas penelitian yang intens di KBAK Gombong Selatan
dalam rentang yang cukup lama. Ko membuat rekomendasi pentingnya menjaga keunikan
hidrologi karst yang terdapat di
bawah bentangan alam pegunungan karst yang di ujung selatan menjorok tepian
samudera. Rekomendasi Ko mendasarkan pada tesis hasil penelitiannya, bahwa
formasi karst di kawasan itu didominasi oleh jenis karst terumbu. Fakta ini menempatkan KBAK Gombong Selatan sebagai kawasan
karst yang paling unik di Asia-Pasifik.
Menyadari pentingnya
menjaga suplai untuk cadangan air tanah, maka Perpag menilai bahwa pekerjaan
merevitalisasi Ponor Sawi merupakan
kerja strategis dalam proyeksi masa mendatang. Ponor di zona Banjiran ini tak hanya akan bisa
mengendalikan banjir luncuran maupun banjir genangan air permukaan. Ia akan
menjadi bagian dari tata air sungai bawah tanah yang berfungsi sepenuh-penuhnya.
Di sisi lain, sinyalemen
warga yang hampir menjadi keyakinan empiris bahwa sungai di bawah Ponor Sawi berhubungan dengan sumber air
di Lepen Jumbleng, yang keberadaannya telah menghidupi masyarakat sekitarnya;
memang perlu diperjelas secara ilmiah untuk memperkuat argumen resistensi
masyarakat terhadap ancaman eksplorasi tambang semen.
Artinya, inisiatif Perpag
membangun embung mini berkapasitas 76 meter kubik ini akan menyokong upaya
pemetaan sungai bawah tanah. Tentu, pekerjaan saintis ini bakal dilakukan oleh
peneliti yang punya kompetensi. Tetapi gambaran dan sarana pendukung awalnya
telah mulai disiagakan. Yakni bahwa embung ini diproyeksikan untuk menyokong kerja
pemetaan aliran sungai bawah tanah; dengan metode “water-tracing”. []
0 komentar:
Posting Komentar