- Catatan Kerja Perpag Merevitalisasi Ponor Sawi
PONOR: Ponor Sawi yang tengah direviltalisasi tergenang air karena lubang di dasar galian kembali tertutup galian yang longsor. Warga terus melakukan upaya-upaya lanjutan untuk membuat lubang ponor terbuka dan menemukan kembali tembusan menuju sungai bawah tanah [Foto: Perpag]
Kerja Persatuan Rakyat Penyelamat Karst Gombong (Perpag) merevitalisasi ponor di kawasan karst Gombong selatan yang dimulai sejak pekan
ketiga Desember 2018 menemui kendala teknis amblesnya galian. Ponor Sawi, salah
satu dari 4 ponor aktif di zona Banjiran 2 didapati tertutup kembali oleh
longsoran galian yang dilakukan sebelumnya; bersamaan dengan luncuran air hujan yang masuk lubang ponor.
Padahal pekerjaan gotong-royong
ini telah menghasilkan ditemukannya kembali celah sungai bawah tanah yang berada
pada sekira 5 meter di bawah dasar galian. Celah ini diketahui melalui tusukan
bambu sepanjang beberapa ruas dan telah dapat menembus jalur lain di bawahnya.
Dan hampir bisa dipastikan jalur di bawah itu adalah celah memanjang dari badan
sungai dalam perut bumi yang dicari.
"Dari dasar galian telah dapat ditembus adanya sungai itu. Tapi karena lubang sempit dan rongga di bawahnya gelap, kami tak melihat adanya aliran air", papar Agus Fujianto.
"Pekerjaan dihentikan pekan lalu karena muncul semburan gas dari bawah celah", ujar Joni menimpali.
Tak diketahui apakah gas
ini beracun atau tidak, namun para penggali menilai terlalu beresiko jika harus
melanjutkan pekerjaan hingga temuan celah sungai bawah tanah bisa kembali ditembus.
“Jadi, pekerjaan penggalian mulut ponor dihentikan saat itu juga”, ujar H Samtilar. Ketua Perpag ini juga ikut terlibat dalam kerja revitalisasi.
Perihal keyakinan akan
adanya sungai bawah tanah di lokasi Ponor Sawi ini didasarkan pada kenyataan 30-40
tahun silam. Ponor Sawi, di zona yang disebut Banjiran 2 masa itu, juga pernah digali karena tertutup longsoran
material yang terbawa arus air permukaan.
Model galiannya kala itu
dibuat bentuk piramida terbalik (kukusan_Jw)
dan berhasil mengaktifkan ponor ini sebagaimana fungsinya. Namun dalam
perjalanan masa berikutnya, bagian bawah Ponor Sawi tertutup material sedimen
dan sampah hutan yang terbawa arus banjiran.
Zona Banjiran
Disebut Banjiran lantaran selama berpuluh tahun di
sekitar zona itu muncul genangan air, terutama setelah hujan turun. Tipografi lokasi
ini secara harfiah merupakan ceruk bumi yang memanjang sekira 400 meter dan
memiliki tikungan diantara dua kaki di bawah lereng perbukitan karst wilayah
hulu pedukuhan Karangkamal, Desa Sikayu. Diantara zona di kedua tikungan ini diberi
penandaan dengan sebutan Banjiran 1 dan
Banjiran 2.
Zona Banjiran berada sekira 700 meter jauhnya dari lokasi Gua Pucung
yang diyakini sebagai salah satu simpul tata-air kawasan Karst Gombong selatan.
Di zona Banjiran 2 ini lah Ponor Sawi
berada pada sekitar 20 meter tak jauh dari satu ponor lagi yang titiknya lebih
rendah di ujung lainnya yang telah dipasang turap bambu untuk meminimalisir
luncuran sampah.
Di sekitar lokasi Ponor
Sawi banyak tumbuh rumpun bambu jenis Ampel
dan Petung; dua jenis bambu yang
tak begitu populer namun rebungnya -terutama
Rebung Petung- dikenal enak dimasak sayur atau dibuat gulai. Beberapa pohon
getah putih khas perbukitan karst juga masih bisa dijumpai di sekitarnya. Yang lain
adalah pohonan seperti jati, mahoni, albasiah; perdu-perdu dan sedikit tanaman
budidaya jenis holtikultura yang ditanam warga. Namun tak jauh dari tikungan Banjiran terdapat pula lahan sawah yang
biasa ditanami padi Gaga.. []
0 komentar:
Posting Komentar