Senin, 07 Januari 2019

Perpag dan Aksi Penyelamatan Kawasan Karst [1]


  • Catatan Kerja Perpag Merevitalisasi Ponor Sawi 


PONOR: Ponor Sawi yang tengah direviltalisasi tergenang air karena lubang di dasar galian kembali tertutup galian yang longsor. Warga terus melakukan upaya-upaya lanjutan untuk membuat lubang ponor terbuka dan menemukan kembali tembusan menuju sungai bawah tanah [Foto: Perpag]  

Kerja Persatuan Rakyat Penyelamat Karst Gombong (Perpag) merevitalisasi ponor di kawasan karst Gombong selatan yang dimulai sejak pekan ketiga Desember 2018 menemui kendala teknis amblesnya galian. Ponor Sawi, salah satu dari 4 ponor aktif di zona Banjiran 2 didapati tertutup kembali oleh longsoran galian yang dilakukan sebelumnya; bersamaan dengan luncuran air hujan yang masuk lubang ponor.

Padahal pekerjaan gotong-royong ini telah menghasilkan ditemukannya kembali celah sungai bawah tanah yang berada pada sekira 5 meter di bawah dasar galian. Celah ini diketahui melalui tusukan bambu sepanjang beberapa ruas dan telah dapat menembus jalur lain di bawahnya. Dan hampir bisa dipastikan jalur di bawah itu adalah celah memanjang dari badan sungai dalam perut bumi yang dicari.
"Dari dasar galian telah dapat ditembus adanya sungai itu. Tapi karena lubang sempit dan rongga di bawahnya gelap, kami tak melihat adanya aliran air", papar Agus Fujianto.
"Pekerjaan dihentikan pekan lalu karena muncul semburan gas dari bawah celah", ujar Joni menimpali.
Tak diketahui apakah gas ini beracun atau tidak, namun para penggali menilai terlalu beresiko jika harus melanjutkan pekerjaan hingga temuan celah sungai bawah tanah bisa kembali ditembus.
“Jadi, pekerjaan penggalian mulut ponor dihentikan saat itu juga”, ujar H Samtilar. Ketua Perpag ini juga ikut terlibat dalam kerja revitalisasi.
Perihal keyakinan akan adanya sungai bawah tanah di lokasi Ponor Sawi ini didasarkan pada kenyataan 30-40 tahun silam. Ponor Sawi, di zona yang disebut Banjiran 2 masa itu, juga pernah digali karena tertutup longsoran material yang terbawa arus air permukaan.

Model galiannya kala itu dibuat bentuk piramida terbalik (kukusan_Jw) dan berhasil mengaktifkan ponor ini sebagaimana fungsinya. Namun dalam perjalanan masa berikutnya, bagian bawah Ponor Sawi tertutup material sedimen dan sampah hutan yang terbawa arus banjiran.


Zona Banjiran

Disebut Banjiran lantaran selama berpuluh tahun di sekitar zona itu muncul genangan air, terutama setelah hujan turun. Tipografi lokasi ini secara harfiah merupakan ceruk bumi yang memanjang sekira 400 meter dan memiliki tikungan diantara dua kaki di bawah lereng perbukitan karst wilayah hulu pedukuhan Karangkamal, Desa Sikayu. Diantara zona di kedua tikungan ini diberi penandaan dengan sebutan Banjiran 1 dan Banjiran 2.

Zona Banjiran berada sekira 700 meter jauhnya dari lokasi Gua Pucung yang diyakini sebagai salah satu simpul tata-air kawasan Karst Gombong selatan. Di zona Banjiran 2 ini lah Ponor Sawi berada pada sekitar 20 meter tak jauh dari satu ponor lagi yang titiknya lebih rendah di ujung lainnya yang telah dipasang turap bambu untuk meminimalisir luncuran sampah. 

Di sekitar lokasi Ponor Sawi banyak tumbuh rumpun bambu jenis Ampel dan Petung; dua jenis bambu yang tak begitu populer namun rebungnya -terutama Rebung Petung- dikenal enak dimasak sayur atau dibuat gulai. Beberapa pohon getah putih khas perbukitan karst juga masih bisa dijumpai di sekitarnya. Yang lain adalah pohonan seperti jati, mahoni, albasiah; perdu-perdu dan sedikit tanaman budidaya jenis holtikultura yang ditanam warga. Namun tak jauh dari tikungan Banjiran terdapat pula lahan sawah yang biasa ditanami padi Gaga.. []

0 komentar:

Posting Komentar