Perpag Aksi Tanam Pohon
Menghijaukan kembali kawasan karst Gombong selatan, tengah diritis menjadi tradisi aksi berkelanjutan yang dimulai dari Desa Sikayu Buayan [Foto: Div.Media-Perpag]
Bentang Karst Kendeng Utara di Pati
Perbukitan Karst selalu identik dengan sumber-sumber air yang bukan hanya menjadi andalan kebutuhan domestik harian, melainkan juga kebutuhan utama sektor pertanian, perikanan dan kebutuhan agraris lainnya
KOSTAJASA
Koperasi Taman Wijaya Rasa membangun komitmen Bersama Hutan Rakyat - Kostajasa; berslogan "Tebang Satu Tanam Lima" [Foto: Div.Media-Perpag]
Ibu Bumi Dilarani
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
UKPWR
Warga UKPWR (Ujungnegoro, Karanggeneng, Ponowareng, Wonokerso, Roban) tengah melakukan aksi penolakan PLTU Batubara Batang. Aksi dilakukan di perairan Roban (9/1) yang sekaligus merupakan perairan tempat para nelayan setempat mencari ikan [Foto: Uli]
Minggu, 31 Januari 2016
BUPATI PATI & PT. INDOCEMENT BANDING, APA YANG HARUS DILAKUKAN GERAKAN RAKYAT TOLAK PABRIK SEMEN?
Kamis, 28 Januari 2016
BPMPT Urus Izin PT Semen Gombong ke Provinsi
KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Di tengah penolakan sejumlah warga, Badan Penanaman Modal Perizinan Terpadu (BPMPT) ternyata telah membantu mengurus perizinan PT Semen Gombong di Kebumen ke pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Kepala BPMPT Kabupaten Kebumen Aden Andri Susilo menyampaikan, dia bersama perwakilan masyarakat setempat baru saja mendampingi pihak PT Semen Gombong ke Semarang baru-baru ini.
Menurut Aden, itu setelah BPMPT Kabupaten Kebumen menyelesaikan kerangka acuan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dalam proses perizinan PT Semen Gombong. Dan, sebagai tindaklanjut atas penyelesaian kerangka acuan Amdal itu lantas diurus proses perizinan lingkungan ke pemerintah provinsi. "Dokumen tersebut (kerangka acuan Amdal) sebagai salah satu syarat Amdal," kata Aden didampingi Kabid Perizinan Industri, Perdagangan, dan Jasa Usaha pada BPMPT Kabupaten Kebumen Karyanto.
Dikatakan Aden, proses perizinan yang dilimpahkan ke provinsi itu karena di Kebumen tidak memiliki komisi Amdal. Dokumen yang diserahkan itu nantinya akan dinilai oleh provinsi.
Namun demikian, ditambahkan Karyanto, BPMPT akan terlebih dahulu mengumumkan ke publik lewat media maupun papan pengumuman di lokasi strategis. Selanjutnya masyarakat dipersilahkan memberi saran masukan, baik lewat BPMPT maupun kepada perwakilan masyarakat yang ikut mendampingi pihak PT Semen Gombong mengurus izin lingkungan ke provinsi. "Operasionalnya menunggu keluarnya izin Amdal melalui keputusan sidang Amdal," jelas Aden sembari mengatakan, terlepas bagaimana keputusannya nanti akan ditentukan pada Februari mendatang.
Aden menegaskan memberi kemudahan bagi investor untuk menanamkan modalnya di kabupaten berslogan Beriman ini. Sehingga diharapkan banyak investor datang di Kebumen. Pihaknya pun berharap masyarakat mendukung kehadiran PT Semen Gombong di Desa Nogoraji Kecamatan Buayan, karena akan memberi dampak positif bagi perekonomian wilayah setempat. Misalnya tumbuh warung-warung dan penginapan serta merekrut tenaga kerja dalam jumlah yang banyak.
Ditambahkan Karyanto, pada tahun 2015 terdapat sebanyak 1.069 izin yang dikeluarkan BPMPT. Sedangkan pada 2016 ini baru 79 yang menyangkut pelayanan perizinan tiga jam. Antara lain izin prinsip non penanaman modal, izin gangguan (HO), izin usaha pengangkutan, dan surat izin usaha perdagangan (SIUP). Pelayanan perizinan tiga jam yang diberlakukan sejak Desember 2015 itu untuk peningkatan proses percepatan pelayanan. "SIUP yang semula sampai dua hari menjadi tiga jam dari persyaratan lengkap," kata Karyanto.
Lebih lanjut, pelayanan perizinan tiga jam yang dilaunching Gubernur Ganjar Pranowo itu merupakan bentuk inovasi dari BPMPT Kebumen. Dan kabarnya di Indonesia baru ada di Kebumen yang melaksanakan inovasi tersebut. (mam)
http://www.kebumenekspres.com/2016/01/bpmpt-urus-izin-pt-semen-gombong-ke.html
Selasa, 19 Januari 2016
Karst Indonesia Perlu Dilindungi dari Ancaman Eksploitasi
Rabu, 13 Januari 2016
Lapindo yang Kembali Tebar Ancaman
Petrus Riski, Surabaya
Juru bicara Desa Glagaharum yang tergabung dalam Korban Lapindo Menggugat, Khobir mengatakan, warga yang berada dekat lokasi pengeboran sepakat menolak, karena trauma dampak semburan lumpur yang terjadi sembilan tahun terakhir.
Tidak hanya bahaya luberan lumpur panas, warga sudah pernah merasakan ketakutan akibat banjir air lumpur, tercemarnya air tanah dan sungai, serta bau tidak sedap. “Warga sangat tidak setuju karena trauma dan takut,” kata Khobir kepada Mongabay Indonesia, Senin (11/1/2015).
Tidak hanya itu, warga juga mengalami kerugian akibat rusaknya lahan pertanian hingga gagal panen petani tambak. Ikan mujaer, bandeng, dan udang milik warga mati, sejak ada luapan lumpur, sehingga kerugian ekonomi tidak terhitung. “Ini sama saja dengan racun. Belum lagi bandeng dan udang windu yang siap panen yang mati,” keluh Khobir yang meneruskan aspirasi petambak.
Sebelumnya, Minggu (10/1/2015), di lokasi pemadatan lahan yang akan dibor, sudah tidak ada lagi kegiatan setelah Gubernur Jawa Timur meminta aktivitas dihentikan. Aksi penolakan warga mendapat pengamanan ketat dari aparat kepolisian untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Sementara suasana di sekitar pengeboran di Desa Kedungbanteng cukup sepi. Menurut Khobir, meski situasi kondusif, warga takut bersuara di media karena merasa terancam oknum aparat maupun pihak Lapindo.
Tidak belajar
Keluarnya izin pengeboran dan izin lokasi di Desa Kedungbanteng menjadi bukti tidak sensitifnya pemerintah terhadap kondisi masyarakat. “Izin pengeboran itu menunjukkan pemerintah tidak belajar dari bencana sebelumnya. Pemerintah gagal mengawasi dan membiarkan operasi pertambangan migas di lokasi padat huni,” papar Rere Christanto, Koordinator Divisi Advokasi dan Kampanye, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur.
Rere menambahkan, seharusnya pemerintah menuntaskan dulu persoalan lumpur Lapindo yang hampir 10 tahun tak terselesaikan. Seperti, pembayaran ganti tugi, sertifikat rumah penduduk, hingga pemulihan dampak lingkungan dan kesehatan akibat lumpur. “Persoalan sebelumnya belum kelar kok malah memberikan perizinan baru.”
Praktik pertambangan di kawasan padat huni di Jawa Timur bukan kali ini saja yang menyebabkan dampak buruk bagi masyarakat. Selain semburan lumpur Lapindo, kasus ledakan sumur migas Sukowati 5 di Bojonegoro yang menyebabkan 148 orang dirawat di rumah sakit dan ribuan lainnya mengungsi, harusnya jadi bukti nyata bahwa aktivitas pertambangan di kawasan padat huni sangat membahayakan dan merugikan.
Rere mengaskan, negara harus membela kepentingan rakyat, yang selalu dikalahkan pemodal besar. Selain itu, keselamatan ruang hidup rakyat harus menjadi pilihan bagi pemegang kebijakan, bila tidak ingin kerusakan lingkungan menyebabkan kepunahan makhluk hidup lain. “Negara harus melindungi warganya.”
Hingga kini, luapan lumpur panas Lapindo telah menimbun 15 Desa di 3 Kecamatan, yang terletak di sekitar 800 hektar kawasan padat penduduk. Sedikitnya, 75 ribu jiwa terpaksa meninggalkan kampung halamannya karena terendam lumpur Lapindo.
http://www.mongabay.co.id/2016/01/12/lapindo-yang-kembali-tebar-ancaman/
Negara Tidak Melindungi Ekosistem Karst
NEGARA atau pemerintah dinilai tidak serius melindungi ekosistem karst. Pemerintah leluasa mengeluarkan izin pabrik semen dan industri pendukungnya, mengeksploitasi karst dengan menyampingkan fungsi ekologis. Hal ini mengancam kelangsungan potensi air dan keanekaragaman hayati yang dikandung gugusan bukit-bukit kapur tersebut. Itu berarti ancaman penghidupan sebagian masyarakat saat ini dan ke depan.
Prihatin dengan kondisi ini, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melakukan konsolidasi nasional pelindungan ekosistem karst. Eksekutif Nasional Walhi dan delapan eksekutif daerah Walhi mengonsuldasikan nasib karst, di Malino, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, dirangkaikan konferensi media di Makassar, 11 Januari 2016. Salah satu poin penting, Walhi mendesak presiden segera mengeluarkan peraturan pemerintah yang melindungi karst, sebagai jabaran dari UU Lingkungan Hidup.
Walhi menilai selama ini pemerintah keliru menyerahkan pengelolaan kawasan karst yang lebih besar pada kewenangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Akibatnya yang terjadi adalah eksploitasi tanpa perlindungan. Kawasan ekosistem karst berbagai daerah di Indonesia dijejali Izin Usaha Pertambangan (IUP). Pemerintah dengan dalih pengelolaan sumber daya alam dan pengembangan investasi, tak henti-hentinya mengeluarkan izin perusahaan semen.
Menurut Walhi, pemerintah getol menggaet investor asing mengekploitasi kawasan karst dengan pabrik semen. Padahal sesuatu bacaan Walhi, dengan lima perusahaan semen saja, jika dimaksimalkan, sudah mampu memasok kebutuhan semen nasional. Tetapi yang terjadi, pemerintah terus mengeluarkan izin, termasuk untuk perusahaan asing, yang terus memicu laju kerusakan ekosistem karst.
Manager Hukum dan Advokasi Eksekutif Nasional Walhi, Munhur Satyahaprabu menyatakan China harus menghentikan sekitar 700 perusahaan semen, lalu kawasan karst dialihkan menjadi kawasan industri pariwisata agar menjamin kelangsungan fungsi ekologis ke depan. Kesadaran ekologis ini juga terjadi di Vietnam. Untuk tetap melanjutkan industri semen juga untuk kebutuhan nasional, China melakukan ekspansi ke negara lain.
Apa yang dikemukakan Munhur menjadi hal yang ironis. Pemerintah Indonesia justru melihat ekspansi perusahaan semen di China ke berbagai negara ini hanya semata-mata sebagai peluang investasi. Pemerintah tampaknya tidak menyadari bahwa China maupun Vietnam memindahkan industri ekstraktif mereka ke negara lain agar investasi terus dipertahankan, terus mengeruk keuntungan ekonomi, tetapi negeri mereka bebas dari dampak kerusakan lingkungan.
China menyadari jika mereka terus menumbuhkan industri semen di negeri sendiri, itu sama halnya menabung dampak kerusakan lingkungan. Sumber air dan keanekaragaman hayati yang menghidupi masyarakat akan habis, bila tidak mengurangi atau menghentikan investasi ekstraktif tersebut.
Namun, apa yang terjadi? Walhi menilai pemerintah gagal mendefinisikan (memaknai) kawasan karst. Walhi menilai kebijakan tata kelola karst hingga saat ini tidak konsisten. Pemerintah terlalu banyak mengeluarkan izin pertambangan di kawasan ekosistem karst. Padahal undang-undang lingkungan hidup telah menegaskan kawasan karst harus dilindungi untuk menjamin kelangsungan penghidupan bagi masyarakat.
Konsolidasi Nasional Perlindungan Ekositem Karst yang dilaksanakan Walhi Sulawesi Selatan ini berupa review dari laporan masing-masing eksekutif daerah yang sempat mengikuti kegiatan ini. Pada 10 Januari 2016, peserta konsolidasi mengunjungi kawasan karst di Kabupaten Maros. Mereka melihat langsung kondisi karst yang saat ini juga dipenuhi puluhan IUP pertambangan termasuk PT Semen Bosowa itu. Peserta konsolidasi menilai kawasan yang menyimpan air baku untuk penduduk Kabupaten Maros dan sebagian warga Kota Makassar itu kondisi kerusakan dan keteramcamanya seperti nasib kawasan-kawasan karst daerah lain di Indonesia.
Kondisi Masing-masing Daerah
Di Sumatera, Direktur Eksekutif Walhi Sumatra Barat, Uslaini mengemukakan kawasan karst sepajang Bukit Barisan saat ini dieskploitasi lewat lewat 15 IUP dengan menguasai 12.186 hektar kawasan karst. Kawasan konsesi itu diperuntukan bagi PT Semen Padang, PT Asia Fortuna dan PT Indonesian Comcocrown.
Di Sulawesi Selatan, menurut Direktur Eksekutif Walhi Sulsel, Asmar Exwar, untuk kawasan ekosistem karst di Kabupaten Maros dan Pangkep, dengan data sementara tercatat 34 IUP dengan luasan areal 19.066 hektar. Padahal kawasan karst yang membentang dari Maros hingga Pangkep ini mengemban fungsi ekologis, selain sebagai penyaimpan potensi air untuk Maros, Pangkep dan Kota Makassar juga kawasan taman nasional, konservasi, taman purbakala dengan aneka fauna dan flora endemik. Luasan konsesi ini dikuasai dua perusahaan semen besar yakni PT Semen Tonasa dan PT Semen Bosowa, dan kini menyusul investor dari China, PT Conch.
Sementara di Pulau Kalimantan, Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Selatan, Dwito Frasetiandy menyatakan di Kalimantan Selatan ada 28 IUP operasi produksi dan 47 IUP eksplorasi menggerus ekosistem karst Meratus. Kawasan konsesi terbesar dikuasai PT Indocement Tunggal Perkasa dan PT Conch South Kalimantan Cement. Sedangkan di Kalimantan Timur, kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat tercatat PT Semen Kalimantan menguasai 5000 hektar wilayah konsesi, serta PT Semen Bosowa dengan IUP di atas areal 1.800 hektar.
Sedangkan di Pulau Jawa, Direktur Eksekutif Walhi Yogyakarta Halik Sandera menyatakan Jawa sesungguhnya sudah kolaps secara ekologis. Kawasan karst yang membentang dari Yogyakarta hingga Jawa Tengah, seperti kawasan Sewu justru makin rusak karena kabijakan kawasan lewat Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK). Kebijakan ini ternyata bukan untuk melindungi, melainkan menjadi kawasan eksploitasi dengan perluasan izin lebih dari 10 ribu hektar, dikuasai oleh perusahaan India, Ultratech Mining Indonesia dan PT Margola di Magelang. Di Kabumen, Wonogiri dan Rembang, masyarakat sedang berjuang melawan industri semen.
Di Jawa Timur meski perusahan semen mengoyak-ngoyak kawasan karst meninggalkan lubung-lubung menganga yang belum direklamasi, tetapi pemerintah tetap mengeluarkan izin untuk PT Holcim Indonesia, PT Uniman, PT Abadi Cement dan PT Semen Indonesia .
Manager Kampanye Walhi Nasional, Nurhidayati menyatakan kawasan ekosistem karst sebagai salah satu kekayaan alam Indonesia sudah mengalami kolaps. Karena itu, ia mengajak masyarakat untuk bersama-sama mengampanyekan perlindungan karst. Karst merupakan potensi strategis yang memberikan kehidupan bagi masyarakat. (mustam arif)
sumber foto: bisnis.com
https://indonesiana.tempo.co/read/58172/2016/01/12/mustamarif/negara-tidak-melindungi-ekosistem-karst#.VpTUTjAGlsc.twitter
Rabu, 06 Januari 2016
Pemuda Rembang Pertanyakan Kekerasan Aparat Kepolisian Terhadap Ibu-Ibu Tolak Tambang Semen
“Kami ingin menanyakan apakah ada hukuman bagi anggota polisi yang melakukan kekerasan dan kami ingin tahu apa hukumannya,” kata Supiyon pemuda dari desa Tegaldowo
Selain itu, kami juga meminta kepada Kapolres Rembang untuk menarik pasukan polisi yang saat ini melakukan penjagaan di depan portal tapak pabrik. Jika adanya polisi untuk menjaga pabrik dengan alasan sebagai objek vital, namun faktanya perusahaan sudah berbohong, perusahan PT. Semen Indonesia di Rembang belum ditetapkan sebagai objek vital negara.
Tidak ada alasan yang cukup jelas mengenai keberadaan aparat kepolisian yang membatasi akses warga menuju tenda perjuangan ibu-ibu. Jika alasannya adalah pengamanan terhadap Obyek Vital Nasional sektor Industri (OVNI) maka berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian No 466/M-IND/Kep/8/2014 tentang Obyek Vital Nasional sector Industri maka Pertambangan Semen oleh PT Semen Indonesia di Rembang tidak termasuk dalam obyek vital yang harus mendapatkan jaminan pengamanan dari Kepolisian”.
Hingga saat ini kepolisian Resort Rembang bersama satpam perusahaan juga telah mengerahkan pasukannya untuk membuat tenda dan menutup akses di jalan menuju tenda perjuangan ibu-ibu.
“keberadaan aparat kepolisian yang berdampingan dengan satpam PT Semen Indonesia menyulitkan warga yang hendak menjenguk ibu-ibu di tenda serta secara psikologis merupakan bentuk intimidasi terhadap warga yang masih bertahan di tenda.”
Untuk itu kami Pemuda Rembang dengan ini:
1. Menuntut Kepolisian Daerah jawa Tengah menindaklanjuti laporan warga atas kekerasan yang diduga dilakukan oleh aparat kepolisian resort rembang;
Menarik aparat/pasukan kepolisian dari lokasi tapak pabrik semen di Rembang;
menindak tegas para perusak alam
2. Mendessak Kepolisian agar bersikap Netral dan menjalankan fungsi serta kewajibannya untuk mengayomi masyarakat;
CP: Dedy Setyo Aji [085727020181]
Senin, 04 Januari 2016
#CatatanKarst2015
Yang bisa digunakan untuk quarry ya batuan karbonat yang bukan karst, misal gamping, marmer, dll.
Artinya, yang belum jelas adalah prioritas RI, apakah semen ini untuk kebutuhan dalam negeri atau import?
Semua pihak semen bungkam terkait masalah ini.
Perlu dicatat, luasan quarry semen cukup pada luasan 500-1.000 ha saja. Bila terdapat ijin luasan di atas itu perlu diwaspadai, apalagi bila mencapai puluhan ribu hektar (lihat kasus ijin Sekrat, ada yang 1.100 ha, ada yang 10.000 ha, waspadai yang 10.000 ha!!).
Belum lagi jasa lingkungan dari karst yang luarbiasa : sumber air utama dan penyerap karbon 3x lebih banyak dari hutan.
Namun, teman teman dapat mengawasi pihak pihak pembuat definisi karst, yaitu Badan Geologi ESDM dan Dir Pengelolaan Ekosistem Esensial, LHK. Bila terlalu memihak quarry, harus segera dipertanyakan.
Namun demikian, sebenarnya terdapat dua pilihan dari kondisi existing tsb:
Pilihannya pertama, mau menjadi pusat quarry Karbonat Asia Timur selama 200 tahun, dan kemudian menderita selamanya? Silahkan pelajari pengalaman quarry di Jawa dan di Maros.
Pilihan kedua ini tetap melajukan ekonomi semen bermodal besar pada sebagian kecil kawasan karbonat Kaltim, namun sebagian besar kawasan berkriteria ILMIAH karst tetap harus dipelihara untuk #modalkemakmuranmasa depan Kaltim.
Sekali lagi kita bisa berkaca dari pengalaman Gunung Sewu, dari salah satu daerah miskin, menjadi salah satu daerah termaju (diakui Nasional, lihat kunjungan akhir tahun Jusuf Kala), kemajuan Gunung Sewu Yogyakarta salah satunya karena menjual kawasan karst yang terpelihara).
Kawasan utama karst 400rb ha di Sangkulirang Mangkalihat ini sejauh yang saya pahami, masih terlindungi oleh perspektif politik Pak Awang Faroek (Wallahu a’lam), bila melihat Tataruang Kaltim kemarin.
Jangan lupa, kawasan Sangkulirang Mangkalihat mempunyai tinggalan gambar cadas prasejarah yang sangat istimewa untuk ukuran dunia!!!
Silahkan memanfaatkannya karena itu wilayah teman teman Kaltim sendiri, namun saran saya manfaatkanlah dengan sustainable, jangan semuanya di quarry.
Know it, Share it, Proud it