Sabtu, 07 November 2015

Inilah Deklarasi Petani Demi Penyelamatan Bumi

 

Salah satu aktivitas pertambangan karst di Rembang yang mengubah lahan pertanian menjadi tambang. Foto: Tommy Apriando
Berbagai perkumpulan petani dari daerah-daerah di Jawa Tengah, mendeklarasikan Jaringan Masyarakat Peduli Penyelamatan Ibu Bumi (JMPPIB) di Pendopo Taman Budaya Raden Saleh Semarang, Senin, (2/11/15). Organisasi ini wujud sikap atas makin banyak aspirasi masyarakat petani yang protes pertambangan yang bakal mengancam bumi.
Gunretno dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng Utara (JMPPK) Pati mengatakan, pembentukan jaringan ini karena ancaman pada warga/petani yang langsung bersentuhan dengan dampak pertambangan, baik lahan garapan seperti sawah atau ladang hilang, maupun kerusakan alam.
“Jadi kami merasa perlu membuat wadah, menyatukan seluruh aspirasi mempermudah upaya memperjuangkan hak-hak kami untuk tetap hidup makmur, sejahtera dan mandiri sebagai petani, sekaligus melindungi kelestarian alam,” katanya.
Menurut dia, ada beberapa fakta melatarbelakangi aspirasi masyarakat, menolak pertambangan. Pertama, data Pusat Pengelolaan Ecoregion (PPE) Jawa, untuk pertanian, lahan sawah irigasi di Indonesia 4,1 juta hektar, 87.8% (3,6 juta hektar) di Pulau Jawa. Seharusnya, mendukung program ketahanan pangan nasional, Pulau Jawa harus bertumpu pertanian.
“Yang terjadi justru banyak izin pertambangan baru keluar mengubah lahan pertanian menjadi lahan tambang. Alhasil makin menyempit lahan pertanian produktif.”
Joko Prianto, JMPPK Rembang mengatakan, di Rembang, selain pabrik semen dan pertambangan batu kapur PT. Semen Indonesia, ada lebih 10 tambang batu kapur beroperasi. Hal ini, kontraproduktif dengan program ketahanan pangan Presiden Joko Widodo. Kondisi ini, katanya, kasat mata merusak karst dan mengancam cekungan air tanah (CAT). Padahal, CAT merupakan reservoir air guna menjamin pasokan air bagi pertanian maupun kebutuhan masyarakat.
Ibu-ibu pentas kesenian menggunakan alat-alat pertanian dan hasil tani. Foto: Tommy Apriando
Ibu-ibu pentas kesenian menggunakan alat-alat pertanian dan hasil tani. Foto: Tommy Apriando
Selain itu, karst Kendeng Utara Rembang banyak keragaman hayati, seperti di CAT Watuputih. Peniliti Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), menemukan sejenis kalacemeti baru di sekitar area CAT. Di sana juga ada kelelawar dan walet yang akan pergi kalau tambang beroperasi.
“Perlu penyelamatan Jawa secara umum dan kawasan karst. Melestarikan sejarah dan lingkungan berarti menjaga kesinambungan kehidupan kini dan masa depan,” kata Joko.
Sedang di Blora, keluar izin pinjam pakai eksplorasi batu gamping dan batu lempung kepada PT. Artha Parama Indonesia, untuk industri pabrik semen. Adapun daerah eksplorasi adalah Kecamatan Tunjungan, Blora, Jepon dan Bogorejo seluas 2.154 hektar untuk batu gamping dan 743 hektar buat tanah liat. Di Kabupaten Grobogan, keluar izin eksplorasi batu gamping dan tanah liat di Desa Kemadoh Batur, Tawangharjo, dan Desa Dokoro, Kecamatan Wirosari, total 505 hektar untuk batu gamping dan 376,79 hektar tanah liat, kepada PT. Vanda Prima Listri.
Di Kabupaten Pati, keluar izin lingkungan pabrik semen, PT. Sahabat Mulia Saksi (anak perusahaan PT. Indoement) 2.868 hektar di Kecamatan Kayen dan Tambakromo.
Gunretno mengatakan, di wilayah Selatan, yakni Kebumen, keluar izin pertambangan PT. Medco Group, 271 hektar untuk batu kapur dan 231 hektar tanah liat. Izin di Kecamatan Buayan dan Rowokeling. Juga PT. Semen Gombong, anak usaha PT.Medco Energi, mengajukan izin tambang batu gamping di bentang alam karst Gombong Selatan. Di sana, terdapat lebih 200 gua bawah tanah yang membentuk jejaring mata air bawah tanah. Pegunungan karst di sana membuat 32 mata air tetap mengalirkan air sealama kemarau. Ini sumber air bersih dan pertanian warga 11 kecamatan di Kebumen. Di Kabupaten Wonogiri, izin eksplorasi batu gamping PT. Ultratech Mining.
Dari data ini terlihat gambaran ancaman karst dan sumber mata air warga. Belum lagi sengketa lahan baik pertanian, perkebunan maupun pemukiman buntut regulasi pertambangan tak baik.
Jika tak ada tindakan penyelamatan, katanya, pangan terancam karena lahan pertanian menyempit. “Kami mengajak semua elemen bangsa berjuang bersama-sama, melakukan berbagai upaya penyelamatan alam, tidak hanya di Jawa, di seluruh Indonesia,” ajak Gunretno.

0 komentar:

Posting Komentar