Apr 15th, 2019
Sabtu,
(13/4) pukul 08.00 WITA, warga Sanga-Sanga Dalam RT 24 mulai berkumpul di
pendopo desa sembari menunggu kedatangan warga lainnya dari kampung Muara Jawa
serta mahasiswa, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti Jatam, Walhi, dan
Pokja dari Samarinda, dalam aksi “Deklarasi Rakyat Tolak Oligarki Tambang di
Pilpres 2019”.
Sekitar
pukul 10:14 WITA, warga Muara Jawa, berbagai LSM dan mahasiswa tiba di
Sanga-Sanga Dalam. Semua massa aksi berkumpul dan menuju lokasi tambang yang
telah dipilih. Lokasi tambang ini dipilih karena telah memakan korban
seorang anak. Di lokasi ini pula Wakil Gubernur Kalimantan Timur berjanji
memasangi pagar agar tidak lagi memakan korban. Namun sampai saat ini tidak ada
hasil yang diterima oleh warga Sanga-Sanga Dalam Rt 24.
Sanga-Sanga
Dalam sendiri adalah salah satu kampung yang berada di Kabupaten Kutai
Kartanegara, Kalimantan Timur. Perusahaan tambang CV Sanga Perkasa
menguasai 42 hektar di antaranya. Pada tahun 2014 ijin perusahaan
berakhir, namun dapat beroperasi kembali pada tahun 2018, padahal ijin
perpanjangan CV Sanga Perkasa yang diajukan telah melewati batas waktu. CV
Sanga Perkasa membuat 2 lubang raksasa seluas 6 hektar dengan kedalaman
mencapai 40 Meter dan jarak lubang dengan pemukiman warga hanya 300 meter.
Imbas langsung yang dirasakan warga ialah saluran deainase kampung hancur,
jalan kampung rusak oleh kegiatan tambang, banjir besar dan berbagai kerusakan
lingkungan lainnya.
Sepanjang
perjalanan menuju lokasi aksi yang telah dipilih, massa aksi menyanyikan
lagu-lagu perjuangan. Setelah sampai, massa aksi mengibarkan bendera merah
putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan juga lagu-lagu perjuangan.
Aksi juga diisi dengan orasi-orasi politik oleh warga, organisasi serta
mahasiswa yang hadir. Pak Akmal salah satu petani Muara Jawa dalam orasinya
menyebutkan bahwa pemerintah merupakan bagian dari perusak lingkungan melalui
ijin-ijin usaha yang dikeluarkan. Beliau juga menjelaskan bahwa ini semua
merupakan kepentingan untuk memperkaya diri dari para pemodal. Sedangkan
rakyat dihadapkan dengan masalah lubang tambang dan kriminalisasi. Sambil
bergantian orasi, sebagian massa aksi membentangkan kain hitam berukuran besar
serta bertuliskan sebuah pertanyaan, “Apakah Penghancuran Alam Akan Usai Jika
Kami Punya Presiden Terpilih?”
Merah
sebagai koordinator Jatam Nasional dalam orasinya menyampaikan bahwa jawabannya
adalah penghancuran alam ini akan terus berlanjut. Karena di balik pemilu ini
ada oligarki-oligarki ekstraktif yang berkuasa di indonesia. Mereka terbagi dan
saling mendukung setiap pasangan calon presiden.
Sekitar pukul 11.00 WITA, sekitar 7 orang polisi datang dan memerintahkan
massa aksi bubar dengan alasan mengganggu ketertiban umum. Namun massa berkeras
bahwa tidak ada ketertiban yang diganggu di lubang tambang. Terjadi adu argumen
antara massa aksi, salah seorang polisi memaki-maki warga. Sekitar pukul 11:30
WITA massa aksi membubarkan diri dan kembali ke lokasi termpat berkumpul. (pa)
0 komentar:
Posting Komentar