Perpag Aksi Tanam Pohon

Menghijaukan kembali kawasan karst Gombong selatan, tengah diritis menjadi tradisi aksi berkelanjutan yang dimulai dari Desa Sikayu Buayan [Foto: Div.Media-Perpag]

Bentang Karst Kendeng Utara di Pati

Perbukitan Karst selalu identik dengan sumber-sumber air yang bukan hanya menjadi andalan kebutuhan domestik harian, melainkan juga kebutuhan utama sektor pertanian, perikanan dan kebutuhan agraris lainnya

KOSTAJASA

Koperasi Taman Wijaya Rasa membangun komitmen Bersama Hutan Rakyat - Kostajasa; berslogan "Tebang Satu Tanam Lima" [Foto: Div.Media-Perpag]

Ibu Bumi Dilarani

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

UKPWR

Warga UKPWR (Ujungnegoro, Karanggeneng, Ponowareng, Wonokerso, Roban) tengah melakukan aksi penolakan PLTU Batubara Batang. Aksi dilakukan di perairan Roban (9/1) yang sekaligus merupakan perairan tempat para nelayan setempat mencari ikan [Foto: Uli]

Selasa, 14 Agustus 2018

19 KK Masih Bertahan di Area Proyek Bandara Kulon Progo

Selasa 14 Agustus 2018, 17:01 WIB | Ristu Hanafi 


Warga yang masih bertahan di area proyek Bandara Kulon Progo kembali bertani di lahan yang berada di luar kawasan IPL. Foto: Dok kuasa hukum PWPP.KP.

Kulon Progo - Meski seluruh rumah, bangunan, dan tanaman di dalam area proyek Bandara Kulon Progo/New Yogyakarta International Airport (NYIA) telah dirobohkan oleh PT Angkasa Pura, ternyata masih ada 19 kepala keluarga (KK) yang tetap bertahan di sana. Mereka tinggal di sebuah masjid di dalam kawasan Izin Penetapan Lokasi (IPL) Bandara Kulon Progo yang memang hingga kini masih berdiri.
"Di masjid Al Hidayah, ada sekitar 19 KK yang masih bertahan di sana," kata kuasa hukum Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulon Progo (PWPP.KP), Teguh Purnomo, saat dihubungi detikcom, Selasa (14/8/2018).
Menurut Teguh, para warga itu tidak akan angkat kaki dan berupaya mempertahankan bangunan masjid yang mereka tempati. Teguh mengaku para warga masih bisa beraktivitas seperti biasa meski berada di dalam area proyek yang telah dikelilingi pagar pembatas dan tanpa fasilitas penunjang.

"Warga memang berlatar petani saat ini menggunakan tanah petani lain di luar pagar yang merelakan tanahnya untuk digarap, bisa untuk menyambung logistik perjuangan mereka," ungkapnya. 


"Mereka masih dapat beraktivitas, walau dengan keadaan kurang layak dan memprihatinkan. Akses (penunjang aktivitas warga) pelan-pelan dan pasti ditutup satu persatu (oleh Angkasa Pura)," sambungnya.
Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam menyebut ada catatan buruk dalam pembangunan Bandara Kulon Progo. Salah satunya soal proses pengosongan lahan yang dilakukan oleh Angkasa Pura. 

Sementara itu, tahap pembangunan fisik Bandara Kulon Progo sudah dimulai sejak Juli lalu setelah proses pengosongan lahan rampung 100 persen. Angkasa Pura menargetkan pada April 2019 Bandara Kulon Progo sudah bisa beroperasional. 
(sip/sip)


Sumber: NewsDetik 

Senin, 13 Agustus 2018

Manifesto Umbul-Umbul Blambangan

* Firman Brandsex


"Banyuwangi, 
kulon gunung
wetan segara
Lor lan kidul alas angker"
(Kutipan lagu Umbul-Umbul Blambang)

Penggalan lagu Umbul-Umbul Blambangan di atas sebenarnya telah mengamanatkan agar kita menjaga lanskap ekologis Banyuwangi. Lagu yang liriknya digarap oleh (alm) Andang CY ini mempresentasikan bagaimana bentang alam Banyuwangi yang agraris. Hutan sebagai penopang utama pasokan air dan kekayaan laut ditampilkan dalam lirik tersebut.
Tak ada satu isyarat pun yang berkaitan dengan tambang di potongan lirik itu. Potongan lirik itu seolah menunjukkan bahwa laut dan hutan adalah sokoguru utama kehidupan Banyuwangi yang agraris; bukan tambang.
Laut dan hutan sebagai sokoguru kehidupan Banyuwangi mestinya dijaga. Jika potongan lirik di atas dijadikan rujukan, maka seyogyanya pembangunan yang mengancam hutan dan laut mestinya dihindari. Hutan dan laut adalah kunci lanskap Banyuwangi. Ini artinya, keberadaan tambang di hutan Tumpang Pitu telah merapukan salah satu kunci lanskap kita yang bernama hutan.
Hutan Tumpang Pitu punya keterikatan historis dengan Blambangan. Babad Tawangalun telah mengisahkan hal itu. Tentang bagaimana Wong Agung Wilis melakukan meditasi berulangkali di Hutan Tumpang Pitu, sebelum mengkonsolidasi gerakan perlawanannya.
Ini berarti pula Tumpang Pitu adalah kawasan penting dalam lintasan sejarah Blambangan.
Sekarang hutan yang pernah dijejak Wong Agung Wilis itu dikeruk korporasi tambang. Diubah bentang alamnya secara besar-besaran lewat bom dan alat-alat berat.
Akankah kita diam?
Diam akan memunahkan semuanya, termasuk jejak Wong Agung Wilis itu.
Maka yang mesti kita lakukan adalah memanifestasikan semangat perlawanan yang tercantum dalam lagu Umbul-Umbul Blambangan.
Memanifestasikan lirik berikut ini:
"Hang sapa-sapa bain arep nyacak ngerusak. Sun belani, sun dhepani, sun labuhi".

Ya, mari ejahwantahkan spirit lirik itu dalam gerak.
Pilih gerak yang kau sukai. Melawanlah dengan gayamu sendiri.

Kamis, 02 Agustus 2018

Jokowi Wajib Penuhi Janjinya untuk Selamatkan Pegunungan Kendeng dari Kehancuran Tersistematis

Pernyataan Sikap
Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK)

JOKOWI WAJIB PENUHI JANJINYA UNTUK SELAMATKAN PEGUNUNGAN KENDENG DARI KEHANCURAN TERSISTEMATIS


Pangkur

Wis amungkur kalih warsa
Panggonan iki setya dadi saksi
Pangandikan dhawuhipun
Pangarsa kita sedaya
KLHS supaya enggal kasusun
Pamrih anylametke alam
Supaya Kendeng lestari


Pak Jokowi pepundhen kula
KLHS rampung nggenya nandangi
Nanging sajakke tan kasdu
Samya angklaksanana 
Kabukten ngkrusak alam terus lumaku
Aturan namung aturan
Nanging tetep den cidrani

(Dua tahun yang lalu, tempat ini masih tetap jadi saksi, pemimpin kita memerintahkan menyusun KLHS yang tujuanya untuk menyelamatkat alam agar Kendeng tetap lestari)
(Pak Jokowi pemimpinku, KLHS telah selesai dikerjakan tetapi hasilnya tetap tidak dilaksanakan, terbukti dengan perusakan alam masih saja dilakukan sepertinya aturan hanya aturan yang tidak pernah ditepati sebagaimana mestinya)



Jakarta, 2 Agustus 2018.

Tepat dua tahun lalu (2/8/2016) kami Masyarakat dan Petani dari Pegunungan Kendeng Utara yang tergabung dalam JM-PPK berada di seberang istana negara ini dan kemudian masuk kedalam istana serta bertemu dengan Bapak Presiden Joko Widodo dalam rangka meminta agar Pegunungan Kendeng tempat kami hidup diselamatkan dari potensi kehancuran.
Pertemuan tersebut mencapai beberapa kesepakatan dan lalu Pak Jokowi memerintahkan beberapa hal dengan butir-butir sebagai berikut : 
Pertama, Perlu segera dibuat analisa Daya Dukung dan Daya Tampung Pegunungan Kendeng melalui KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis); 
Kedua, Pelaksanaan KLHS akan dikoordinasi oleh Kantor Staf Kepresidenan (KSP) mengingat masalah di Kendeng bersifat lintas kementerian dan lintas daerah (meliputi 7 Kabupaten, 2 Provinsi); 
Ketiga, Dalam pelaksanaan KLHS nanti Kementerian LHK sebagai Ketua Panitia Pengarah; 
Keempat, Selama proses KLHS yang akan dilakukan selama 1 tahun, semua izin dihentikan; dan 
Kelima, Pemerintah menjamin proses dialog/rembug multi pihak yang sehat selama proses KLHS berlangsung.


Dari perintah Pak Jokowi tersebut, ternyata perintah Keempat Pak Jokowi sama sekali tidak dijalankan. Nyatanya semua izin yang berlaku tidak dihentikan, PT. Semen Indonesia di Rembang akhirnya menyelesaikan pembangunan pabriknya dan kemudian beroperasi hingga saat ini. Bahkan pengeluaran izin pertambangan tetap dikeluarkan secara masif oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Dari data Izin Usaha Pertambangan Dinas ESDM Jateng tahun 2018, setelah instruksi Jokowi tersebut, Pemprov Jateng justru menerbitkan setidaknya 41 perizinan tambang di Rembang dan 7 di Pati yang masuk dalam lokasi kajian KLHS Kendeng. Hal yang paling nyata adalah penerbitan kembali izin lingkungan dan IUP OP teruntuk PT. Semen Indonesia di Rembang yang sebelumnya dicabut oleh putusan Mahkamah Agung.
KLHS Kendeng akhirnya diselesaikan. KLHS itu terdiri dari KLHS tahap I meliputi wilayah CAT Watuputih dan sekitarnya yang terbit pada April 2017, dan tahap II meliputi wilayah Pegunungan Kendeng di enam Kabupaten dari dua Provinsi yang terbit pada Desember 2017.


Dari KLHS tahap I kemudian secara tegas menggambarkan kondisi CAT Watuputih yang penting, dimana memenuhi kriteria kawasan lindung. Namun juga dijelaskan bahwa sebagian wilayah daya dukungnya telah terlampaui dan terdapat potensi penurunan daya dukung ekosistem yang signifikan. Selain itu penambangan diperkirakan akan menimbulkan biaya/kerugian ekonomi yang tinggi setidaknya sebesar 2,2 trilyun per tahun selama 50 tahun operasi penambangan. KLHS lalu merekomendasikan agar CAT Watuputih dan sekitarnya ditetapkan sebagai kawasan lindung dan dilakukan proses penetapan KBAK, revisi KRP RTRWK Rembang, RTRWP Jateng hingga RTRWN, penghentian sementara penambangan, penghentian penerbitan IUP baru, bahkan audit lingkungan bagi pelaku operasi penambangan.
Sementara dari KLHS II, ditegaskan bahwa ekosistem Pegunungan Kendeng kini telah berada pada titik kritis yang dapat mengancam keberlanjutannya dimasa mendatang, salah satunya dimana semua kabupaten mengalami defisit air. Oleh karena itu dipandang penting untuk segera diambil langkah-langkah darurat, konkrit, terencana dengan baik, dan sistematis untuk mencegah lebih jauh kemerosotan ekosistem Pegunungan Kendeng. Karena itu ditekankan oleh rekomendasi KLHS tahap II yaitu KRP yang berorientasi pada upaya rehabilitasi lingkungan dan/atau mengendalikan kerusakan lingkungan.
Karena itu, selain hasil KLHS tahap I yang telah secara jelas dan konkrit dalam memberikan rekomendasi, secara umum kami menegaskan bahwa KLHS Kendeng telah meletakkan dasar yang tegas, yaitu dengan diagnosa kondisi lingkungan Pegunungan Kendeng yang kini berada pada titik kritis dan mengancam keberlanjutannya.
Dijelaskan pula bahwa kondisi kritis tersebut disebabkan salah satunya oleh aktivitas eksploitatif seperti pertambangan dan alih fungsi. Selain itu, ditekankan pula bahwa yang dibutuhkan adalah upaya pemulihan dan rehabilitasi kondisi lingkungan Pegunungan Kendeng.


Karena itu, diluar rekomendasi dari KLHS Pegunungan Kendeng, kami menyerukan bahwa segala upaya permisif terhadap kegiatan/usaha khususnya pertambangan di Pegunungan Kendeng, baik yang telah berjalan maupun yang masih berupa rencana dan eksplorasi akan bertentangan dengan upaya pemulihan dan rehabilitasi yang dirumuskan dalam rekomendasi KLHS. Selain itu, upaya permisif dan afirmasi eksploitasi Pegunungan Kendeng ditengah kondisi lingkungan yang kritis, hanya akan menaikkan level lingkungan Pegunungan Kendeng yang kritis menjadi sangat kritis dan pada akhirnya rusak secara total dan semakin membuat kami masyarakat Kendeng menjadi korban dari kebijakan penghancuran ekologis yang tersistematis dan terstruktur.
Untuk itu, sebelum kerusakan dan kondisi kritis tersebut semakin parah, hari ini kami datang untuk menagih janji Pak Jokowi untuk menyelamatkan Pegunungan Kendeng dari kehancuran. Dengan mendasarkan pada hasil KLHS dan diluar kewajiban untuk dilakukannya revisi RTRWN, RTRWP Jateng dan RTRWK 7 Kabupaten di 2 Provinsi, kondisi kritisnya Kendeng sudah seharusnya ditanggulangi dengan kebijakan konkrit berupa penghentian dan penutupan segala bentuk upaya eksploitasi khususnya pertambangan dan pabrik semen diseluruh wilayah Pegunungan Kendeng, menetapkan keseluruhan ekosistem karst Pegunungan Kendeng sebagai kawasan lindung geologi, dan tentunya kebijakan tentang pemulihan dan rehabilitasi ekosistem karst Kendeng yang telah rusak.
Selain itu, fakta dimana Kawasan Karst di Jawa memiliki luas yang paling kecil dari wilayah lainnya, total 5292,9 km2, atau hanya 3,5 % dari total luas kawasan karst di Indonesia (154.000 Km2) (Balazs, 1968), namun Pulau Jawa memiliki jumlah pabrik semen paling banyak, ada 21 Pabrik Semen yang sudah beroperasi di sebagian besar kawasan karst di Pulau Jawa, yang tergabung dalam Asosiasi Semen Indonesia. Jumlah ini sudah melebihi daya dukung kawasan karst di Pulau Jawa, sehingga saat ini tidak ada kebutuhan adanya pabrik semen baru. Industri semen di Indonesia berdasarkan laporan Asosiasi Semen Indonesia telah mengalami surplus hingga 27 juta ton pada tahun 2016 dan setiap tahun selalu mengalami peningkatan surplus terhadap permintaan nasional. Hal ini mengindikasikan bahwa rasio antara jumlah produksi semen, terutama di Pulau Jawa jauh lebih besar daripada permintaan pasar. Dengan melihat hasil KLHS tentang Pegunungan Kendeng dan kondisi Kawasan Karst di Pulau Jawa Pemerintahan Jokowi perlu melakukan Moratorium untuk semua kawasan karst di Jawa melalui kebijakan yang kongkrit demi melindungi keberlanjutan dan melindungi ruang hidup masyarakat di seluruh kawasan Karst di Jawa.
Semua itu didasari bahwa sesuai UU PPLH dan PP KLHS dimana dasar berupa KLHS tidak hanya diperuntukkan bagi dasar perumusan dan evaluasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan, namun juga diperuntukkan sebagai dasar perumusan serta evaluasi semua kebijakan, rencana dan/atau program (KRP). Selain itu, KLHS Kendeng sebetulnya juga bertujuan untuk merekomendasikan pemanfaatan dan pengelolaan Pegunungan Kendeng yang berkelanjutan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian _(pre-cautionary principle)_ dan prinsip pencegahan _(prevention principle)_, terutama untuk wilayah-wilayah tertentu yang menjadi ajang sengketa dan konflik akses sumber daya alam.
Kontak Person
Ngatiban (081348479183)
Gunritno (081391285242)