Press-Rellease
Jaringan
Mayarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK)
Lamporan Kendeng, Mengusir "Hama"
Perusak Lingkungan
Pati, Sabtu
malam, 5 Mei 2018, manunggal dengan langit dan ibu bumi, kami petani Kendeng
yang tergabung dalam JM-PPK (Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng),
mengadakan upacara "mengusir hama bagi pertanian" yaitu LAMPORAN.
Kegiatan ini
bermakna spiritual yang dalam. Permohonan dari petani yang “tertindas” kepada
Sang Khalik Penguasa Jagad untuk memberikan keadilan-NYA yg paling hakiki.
Tertindas oleh berbagai kebijakan yang tidak sejalan dengan pemberdayaan
petani.
Kami, warga
Kendeng dari berbagai desa 3 Kecamatan di Pati (Kayen, Tambakromo, Sukolilo),
bahkan turut serta warga dari berbagai Kabupaten lereng Pegunungan Kendeng
yaitu Rembang, Blora, Grobogan dan Kudus memulai tradisi lamporan dari Makam
Pahlawan Manggolo Seto di Desa Brati.
Memulai tradisi
lamporan, warga yang berkumpul lengkap dengan obor menyanyikan tembang dandang
gulo yang merupakan kidung/lagu keselamatan bagi alam maupun manusia dan kidung
pangkur sebagai tolak bala. Tembang ini juga dimaksudkan untuk menolak segala
ancaman bagi keselamatan bumi seperti hama-hama.
Hama bagi kami
bukan hanya wereng atau tikus, tetapi hama-hama modern yang akan memusnahkan
kehidupan kami sebagai petani, yaitu keberadaan pabrik semen di Pegunungan
Kendeng. Tidak hanya padi yang dimakan, tetapi lahan tempat padi itu tumbuh
akan rusak musnah seiring dengan musnahnya ribuan mata air akibat ditambangnya
batu kapur sebagai bahan baku utama pabrik semen. Hama itu juga berupa
kebijakan yang akan merusak lingkungan.
bahkan, hama itu
juga dalam rupa pemimpin atau calon pemimpin yang tidak berpihak pada petani
dan lingkungan dalam kebijakannya. Apalagi, di tahun politik ini, semua calon
Gubernur Jateng seakan tidak ada mementingkan sisi lingkungan hidup, khususnya
Peg. Kendeng yang kasusnya terus bergulir sejak lama, namun seakan tak
disediakan penyelesaian. Kita patut mewaspadai ancaman hama-hama itu semua.
Setelah itu, warga secara
bersama-sama melakukan aksi jalan kaki menuju monumen dan langgar (Mushola) Yu
Patmi, Pejuang Kendeng yang gugur tahun lalu. Di perjalanan, sambil membawa
obor dan terus melantunkan doa nusantara _(Ibu Bumi wis maringi, Ibu Bumi di
larani, Ibu Bumi Kang Ngadili, dst..)_, kami setidaknya melewati Dukuh Grasak,
Desa karangawen , Dukuh Bulu dan Dukuh Banger Desa Mojomulyo, dan akhirnya sampai
di Desa Larangan tempat langgar dan monument Yu Patmi. Desa-Desa itulah yang
akan menjadi bakal tapak Pabrik Semen PT. Sahabat Mulia Sakti (Indocement
Group).
Sesampainya
disana, Kami langsung melakukan lamporan, memutari langgar dan monumen Yu Patmi
sebanyak tiga kali sambil terus melantunkan doa dan memegang obor. Setelah itu,
kami melakukan selamatan (brokohan/kenduren).
Semua itu adalah
untuk memberikan makna, bahwa Petani sebagai sokoguru kehidupan seharusnya
“dilindungi” dari berbagai upaya “penggusuran” yang mengatasnamakan
pembangunan/investasi. Petanilah yang menjamin terciptanya kedaulatan pangan,
yang seharusnya dilindungi negara.
Kami yang berasal
dari Pati, Rembang, Grobogan dan Blora, bersatu hendak mempertahankan
kelestarian Peg. Kendeng sebagai wujud rasa syukur atas berkat Sang Pencipta
yang telah menciptakan karya agung berupa Pegunungan Kendeng.
Pegunungan purba
ini yang telah memberikan penghidupan kepada kami. Yakni melalui sumber-sumber
mata air dan tanah subur. Kami juga hendak meminta Presiden beserta jajaran
pemerintahan, untuk merenungkan dahsyatnya kerusakkan yang akan ditimbulkan
jika kebijakan industrialisasi pabrik semen di Peg. Kendeng di teruskan.
Berbagai upaya
telah kami lakukan dalam usaha mempertahankan kelestarian Peg. Kendeng. Upaya
hukum yang telah menghasilkan keputusan _inkracht_, upaya KLHS (Kajian
Lingkungan Hidup Strategis) di sepanjang Peg. Kendeng juga telah usai
dilakukan. Dari kedua upaya tersebut, meminta kepada pemerintah untuk
melindungi kawasan karst (tidak boleh dieksploitasi). Tetapi hingga hari ini
kedua upaya kami seakan berhenti di tempat. Aktivitas penambangan batu kapur
terus berlangsung, bahkan Pemda Jateng terus mengobral ratusan izin disaat
upaya KLHS sedang berlangsung. Aktivitas pabrik semen di Rembang pun terus
berlangsung.
Khusus di Pati,
Izin Lingkungan PT. SMS seharusnya telah habis masa berlakunya. Kami pun telah
meminta kepada Pemda Pati dan Pemda Jateng agar Izin yang telah habis masa
berlaku tersebut tidak di perpanjang. Itu kami lakukan bahkan melalui surat
resmi yang kami layangkan ke semua jajaran pemerintah pada 7 Desember 2017
lalu. Akan tetapi, sepertinya hingga kini belum ada itikad baik dari Pemda Pati
dan Pemda Jateng untuk menggubris keputusan bulat warga terdampak rencana pembangunan
tersebut.
Di akhir tradisi
lamporan yang kami lakukan, semua ibu-ibu, bapak-bapak maupun pemuda melakukan
aksi gotong royong membuat gedek anyaman bambu untuk menyelesaikan pembangunan
langgar Yu Patmi. Walaupun mendekati waktu tengah malam, semua warga tak
mengenal lelah. Ini sebagai wujud semangat tiada henti dari seluruh warga untuk
terus menolak rencana pendirian pabrik semen dan penambangan di Pegunungan
Kendeng.
Perjalanan
panjang perjuangan kami yang telah melampaui satu dekade, diwarnai dengan isak
tangis, kesakitan raga, kehilangan harta benda, bahkan kehilangan nyawa,
semakin membuat kami kuat untuk terus menegakkan keadilan. Berbagai intimidasi
yang kami alami, juga menguatkan kami untuk terus menyalakan perjuangan ini,
layaknya obor lampor yang terus menyala menerangi dunia. Semoga nyala obor
lampor ini segera membuka dan menerangi mata hati para pemimpin untuk mengambil
kebijakkan yang membela rakyatnya dan bukan justru menjadi hama atau membuat
hama. Kamilah kaum marhaen yang patut di bela, bukannya kaum elit korporasi
yang merusak bangsa ini.
Narahubung
Bambang (+6285290140807)
Gunritno (+6281391285242)