TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris perusahaan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk Agung Wiharto mengatakan pihaknya berencana tetap membangun pabrik semen demi mempertahankan ketahanan semen dalam negeri serta gempuran pemain asing dan swasta. Misalnya, proyek yang akan dibangun di Aceh dan Kupang, Nusa Tenggara Timur. “Kami bertanggung jawab untuk memenuhi pasokan semen dalam negeri,” katanya saat dihubungi Tempo, Rabu, 12 Oktober 2016.
Meski begitu, Semen Indonesia terancam batal membangun pabriknya di Pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah. Sebab, Mahkamah Agung mengabulkan peninjauan kembali (PK) atas gugatan warga Rembang. Putusan itu dikeluarkan pada Rabu, 5 Oktober 2016.
Warga Rembang menggugat Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17/2012 tertanggal 7 Juni 2012 tentang izin lingkungan kegiatan penambang dari pembangunan pabrik semen PT Semen Indonesia.
Menanggapi potensi kekalahan itu, Agung masih belum berkomentar. Pihaknya enggan merespons apabila Gubernur Jawa Tengah akhirnya mencabut surat keputusan yang diterbitkan gubernur sebelumnya berkaitan dengan izin lingkungan penambangan dan pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng.
“Kami menunggu hasil pemberitahuan resmi dari pihak yang berwenang (Mahkamah Agung) terkait amar putusan gugatan,” katanya.
Agung menegaskan, sebagai perusahaan BUMN publik, manajemen akan taat pada putusan hukum yang mengikat. Selain itu, mereka berkomitmen mengikuti ketentuan dan peraturan sesuai dengan koridor hukum.
Menurut Agung, rencananya pembangunan pabrik semen di Rembang akan mendatangkan keuntungan yang cukup besar. Apabila pabrik mereka diizinkan berproduksi di Rembang, akan mampu menghasilkan semen dengan kapasitas tiga juta ton per tahun. Sama halnya dengan pabrik semen yang baru dibangun di Padang, yakni Indarung VI. Sebab, Indarung VI dan pabrik di Rembang kapasitasnya sama, yaitu tiga juta ton per tahun.
Perencanaan pembangunan pabrik di Rembang sebenarnya telah bergulir sejak 2009. Pada 2010, perusahaan membuat rancangan pabrik melalui tim independen di Bappenas dengan PT Koala Biru bertindak sebagai konsultan. Agung berujar, dua tahun setelahnya, rancangan pabrik tersebut jadi.
Agung menuturkan, pihaknya juga telah mensosialisasikan kepada masyarakat sekitar perihal rencana pembangunan itu. Pada 2014, setelah dipastikan aman, Perseroan mulai menjalankan pembangunan pabrik. Namun warga Rembang menolak pembangunan pabrik tersebut, dengan alasan analisis dampak lingkungan belum terpenuhi. Agung mengatakan sudah membuka komunikasi dengan masyarakat, penampungan air pun dibangun.
Namun, Agung memastikan, persoalan gugatan di Rembang tidak menutup rencana membangun pabrik semen di daerah lain. “Kami sebagai BUMN industri semen akan terus menjaga pasokan dalam negeri, berupaya mempertahankan pangsa pasar, dan kinerja kami,” tuturnya.
Agung menambahkan, 65 persen kapasitas industri semen dikuasai pemain asing atau global dan swasta. Sementara itu, saat ini, Semen Indonesia Group di Indonesia menguasai pasar sekitar 41 persen meskipun capacity share hanya 30 persen. Namun pihaknya terus berjuang menjaga ketahanan industri semen dalam negeri. DANANG FIRMANTO
https://m.tempo.co/read/news/2016/10/12/058811757/kalah-di-pengadilan-semen-indonesia-nekad-bangun-pabrik