The 33rd Annual Convention & Exhibition 2004
Indonesian Association of Geologist
Horizon Hotel, 29-30 Nov, 1 Oct 2004, Bandung
Batu gamping merupakan bagian kecil dari batuan yang ada di Indonesia,
akan tetapi merupakan penyimpanan air tanah terbesar nomor tiga setelah
batuan volkanik dan batuan sedimen. Batu gamping secara alaminya
bersifat kedap air (tidak dapat meluluskan air), akan tetapi mempunyai
kelemahan, bahwa batuan ini mudah larut dalam air. Pada batuan ini mudah
mengalami karstifikasi dengan membentuk bentangan alam khas yang
disebut kars.
Proses ini menyebabkan terbentuk porositas sekunder
pada batuan gamping sebagai tempat air tanah berada. Para ahli
hidrogeologi selalu menggunakan fenomena khas yang ada pada kars
tersebut sebagai petunjuk dalam melakukan penelitiannya terutama untuk
mengetahui keterdapatan, penyebaran, dan potensi air tanah pada
batugamping.
Fenomena tersebut seperti bentuk gua, bentuk
lembah, bentuk kelurusan morfologi batuan, sampai kepola keberadaan
tetumbuhan, semuanya mengidentifikasikan kemungkinan terbentuk dan
terdapatnya air tanah.
Kondisi air tanah pada batuan kars sangat rumit dan khas, tidak bisa disamakan dengan kondisi air tanah pada batuan yang mempunyai lubang bukaan antar butir dan celahan jenis lainnya. Air di kawasan kars bergerak melalui sistem retakan, celahan atau gua, sehingga membentuk aliran
melalu saluran (konduit), dengan medianya akan bersifat heterogen.
Aliran air tanah akan bergerak lebih cenderung bersifat turbelen atau
berputar (tidak lunak).
Dengan demikian air yang mengalir melalui
lorong-lorong gua dapat dianggap sebagai akuifer utama yang berbentuk
sungai bawah tanah sedangkan yang mengalir melalui celah atau retakan
batuan sebagai cabangnya. Jika ditinjau dari tingkatan karstifikasi pada
batugamping, dapat dikelompokan menjadi tiga tingkat, yaitu kars
berkembang baik, kars berkembang sedang, dan batuan karbonat nonkars.
Kars berkembang baik pada umumnya dijumpai berada di bagian atas dari
daerah kars, dengan bukaan cukup baik dan berfungsi sebagai daerah
meresapnya air menjadi air tanah.
Di bagian lebih dalam kars
terdapat akuifer yang disusun oleh jaringan celah, retakan, dan gua yang
saling berhubungan. Akuifer ini membentuk subsistem tersendiri yang
memiliki kecepatan aliran mulai dari lambat sampai cepat tergantung
porositas sekunder yang ada.
Keberadaan subsistem ini sangat
menentukan dalam terbentuk sifat dan pola aliran air tanah, selain
menjadi faktor penentu sistem hidrolika kars yang heterogen. Di bagian
paling bawah akuifer kars dialasi batuan karbonat nonkars yaitu batu
karbonat yang belum mengalami karstifikasi dan belum memiliki porositas
sekunder dan kondisi ini hanya akan dijumpai jika batukarbonat cukup
tebal.
Jika dirunut keberadaan air tanah pada kars terdiri dari
bagian paling atas merupakan zona kering, kemudian zona peralihan, zona
jenuh air, dan paling bawah lapisan kedap air.
Penyebaran potensi
air tanah pada batuan kars tidak merata dan hanya berada di
daerah-daerah yang sudah mengalami karstifikasi yang sempit, sedangkan
di daerah sampingnya merupakan daerah kering. Keberadaan air tanah kars
tidak bisa lepas dari siklus hidrologi yang berlangsung di alam.
Keterdapatannya sangat dipengaruhi lingkungan sekitar seperti iklim,
penggunaan lahan, dan tutupan lahan.
Sehubungan dengan itu dasar
pertimbangan bila akan dilakukan perubahan pemanfaatan lahan di daerah
kars, harus dilandasi pemahaman perilaku air tanah pada suatu kawasan
kars, terutama mengenai keterdapatan, penyebaran, dan pengaliran air
tanah, sehingga dapat memperkecil dampak negatif yang akan timbul
terhadap lingkungan terutama pada kondisi air tanah itu sendiri.
Upaya-upaya yang perlu dilakukan terhadap perlindungan air tanah
terutama dari kegiatan penambangan, perubahan daerah resapan,
pengambilan air tanah, dan penurapan mata air. Semua kegiatan tersebut
merupakan usaha-usaha dalam kegiatan konservasi air tanah di daerah kars
yang harus dilakukan.
__________________________________________________________
Berbagai polemik akan muncul pada tahapan implementasinya di lapangan,
terutama ketika ada pihak yang mempunyai kepentingan "tata uang" melihat
kandungan mineral yang merupakan sisi lain kekayaan alam sebuah "tata
ruang" kawasan karst. Untuk perlindungan pemanfaatan ruang kawasan kars
dari aktivitas manusia yang kurang, bahkan tidak bertanggung jawab,
sudah seharusnya mengacu pada arahan pemerintah yang Alhamdulillah
sebenarnya telah membangun regulasi yang mengatur tentang perlindungan
kawasan karst dengan berbagai kebijakan, diantaranya yang terkait
penataan ruang.
Berbagai aturan, dan kebijakan itu mengamanatkan
kepada Pemda Pangandaran supaya mengadakan dialog komprehensif dengan
semua elemen pemerintah, akademisi, dan warga untuk hasilkan kesepakatan
penataan ruang demi menjaga kawasan karst dan menghentikan penambangan
di kawasan kars Kabupaten Pangandaran. Karena ketika kebijakan
pemerintah menetapkan aturan (hard environment) berbenturan dengan
berbagai kepentingan, pemerintah terkadang memerlukan kearifan lokal
sebagai bagian dari kesadaran hukum masyarakat (low environment) dalam
membantu upaya pengendalian pemanfaatan kawasan karst melalui kebiasaan
baik yang telah turun-temurun dari generasi ke generasi untuk memelihara
kehidupan penduduk yang harmonis dengan lingkungannya, dengan prinsip :
“Memanfaatkan Tanpa Merusak, Membangun Tanpa Mengahancurkan”, "Leuweung
Weuteuh, Taneuh Maneuh, Cai Moal Euweuh, Warga Teu Riweuh", dsb.
Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang bahwa peran serta masyarakat disebutkan pada bagian konsideran
butir d yang menyatakan bahwa “keberadaan ruang yang terbatas dan
pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang
sehingga diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan,
efektif, dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan.”
Insya Allah dengan begitu Pemkab
Pangandaran akan bisa menaati peraturan terbaru yang memuat tentang
perlindungan kawasan karst adalah PP No. 26 tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional yang cukup ketat dan membawa angin segar
bagi kelestarian kawasan karst. Pasalnya, dalam Peraturan Pemerintah
ini, tidak lagi dikenal Kawasan Karst Kelas I, Kelas II atau Kelas III.
Dalam peraturan ini, kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air
tanah termasuk "kawasan lindung geologi" (Pasal 52 ayat 5 huruf c), dan
semua bentang alam karst dan goa termasuk dalam “Cagar Alam Geologi”
(Pasal 60 ayat 2 huruf c dan f).
Selain itu Pemkab Pangandaran
bisa meneruskan kebijakan Pemerintahan Provinsi Jawa Barat yang telah
memberikan arahan agar Pemkab berada pada koridor hukum yang benar,
yaitu dengan memberlakukan larangan terhadap aktivitas penambangan
batugamping di kawasan kars pada Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 22
Tahun 2010 tentang "Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2009-2029" Pasal 69 butir (d) "menjaga fungsi hidrogeologis
kawasan kars, dengan memperhatikan pelarangan kegiatan penambangan di
kawasan tersebut".
Berlandaskan itu semua, kami mayoritas warga
Kecamatan Padaherang, dan Kalipucang pada khususnya, terutama yang
berada dalam WIUP Batugamping PT. Purimas Sarana Sejahtera nomor
3232075442011420 meminta kepada Pemerintah Pangandaran, dalam hal ini Pj
Bupati Pangandaran DR. Drs. Endjang Naffandy, M.Si agar bertindak tegas
dengan aturan yang ada, yaitu membatalkan WIUP-nya serta menghentikan
sementara (jika memang sebagaimana kata beliau untuk pembatalan /
pencabutan izinnya harus diadakan kajian komprehensif), dan atau
langsung mencabut IUP Eksplorasi Batugamping PT. Purimas Sarana
Sejahtera, dan IUP Eksplorasi Tanah Liat PT. Purimas Sarana Sejahtera.
Wal 'Iyaadu Billaah. Wallaahul Muwaffiq Ilaa Aqwaamith Thaariq. Aamiin Yaa Mujiibassaailiin
https://www.facebook.com/SelamatkanKarsPadaherangKalipucang/posts/266609810169394
0 komentar:
Posting Komentar