Perpag Aksi Tanam Pohon

Menghijaukan kembali kawasan karst Gombong selatan, tengah diritis menjadi tradisi aksi berkelanjutan yang dimulai dari Desa Sikayu Buayan [Foto: Div.Media-Perpag]

Bentang Karst Kendeng Utara di Pati

Perbukitan Karst selalu identik dengan sumber-sumber air yang bukan hanya menjadi andalan kebutuhan domestik harian, melainkan juga kebutuhan utama sektor pertanian, perikanan dan kebutuhan agraris lainnya

KOSTAJASA

Koperasi Taman Wijaya Rasa membangun komitmen Bersama Hutan Rakyat - Kostajasa; berslogan "Tebang Satu Tanam Lima" [Foto: Div.Media-Perpag]

Ibu Bumi Dilarani

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

UKPWR

Warga UKPWR (Ujungnegoro, Karanggeneng, Ponowareng, Wonokerso, Roban) tengah melakukan aksi penolakan PLTU Batubara Batang. Aksi dilakukan di perairan Roban (9/1) yang sekaligus merupakan perairan tempat para nelayan setempat mencari ikan [Foto: Uli]

Kamis, 30 September 2010

Peran Penting Kawasan Karst

Written by Eko Budiyanto, S.Pd., M.Si

Gambar: Sebagian kawasan karst Gunungsewu yang terkonservasi

 Bentang lahan karst memiliki peran yang sangat penting bagi lingkungan. Bentang lahan karst menyediakan jasa ekosistem seperti air bersih, bahan-bahan material, dan menjadi agen pengendali perubahan iklim (Brinkmann dan Jo Garren, 2011). 

Disamping sumberdaya air, kawasan karst memiliki berbagai sumber daya yang sangat potensial untuk dikembangkan seperti sumberdaya lahan, sumberdaya hayati, dan potensi bentang lahan baik permukaan ataupun bawah permukaan (Suryatmojo, 2006). Kawasan karst memiliki fungsi ekosistem yang serupa dengan hutan rimba yaitu sebagai pengatur tata air khususnya air bawah tanah dan penyimpan potensi karbon. Kerusakan lingkungan pada bentang lahan karst seperti akibat penambangan akan mengakibatkan matinya sumber air bawah tanah yang berlimpah.

Kondisi permukaan wilayah bertopografi karst pada umumnya kering dan kritis. Namun demikian, dibagian bawah permukaan terdapat potensi sumber air yang sangat berlimpah. Sumber air Baron di karst Gunungsewu – Yogyakarta adalah contoh melimpahnya air sungai bawah tanah daerah karst. Potensi yang terkandung pada sumber air tersebut mencapai 8000 liter/detik (Adji, 2006), sementara hingga saat ini yang termanfaatkan baru mencapai 15 liter/detik (Sunarto, 2002).                 
Sifat batuan karbonat ataupun dolomit yang menjadi penyusun utama bentang lahan karst adalah memiliki banyak rekahan, celah, dan rongga pada bagian permukaan. Bagian tersebut dinamakan dengan zona epikarst. Zona ini menjadi zona penangkap air yang jatuh ditempat tersebut. Celah, rekah, dan rongga tersebut akan terhubung dengan lorong-lorong konduit yang berada di zona vadose yang berada dibawah zona epikarst. Air yang ada di permukaan pada zona epikarst akan terresap ke lorong sungai bawah tanah melalui rekahan-rekahan tersebut menuju lorong-lorong sungai bawah tanah di zona vadose. Zona vadose merupakan bagian batuan karbonat yang tebal, dan tidak banyak memiliki rekah. Pada zona ini lorong-lorong konduit terbentuk. Lorong konduit ini dapat dilihat dalam bentuk gua ataupun lorong sungai bawah tanah.
Penambangan di wilayah karst ini biasanya mengambil batu gamping hingga mencapai lapisan zona vadose. Penggalian batu gamping seperti pada bukit-bukit karst akan menghilangkan zona epikart yang sangat penting sebagai lapisan penangkap air. Hilangnya zona epikart ini tentu saja akan mematikan imbuhan air ke dalam lorong-lorong konduit atau sungai-sungai bawah tanah. Air tidak dapat terresapkan ke dalam jaringan sungai bawah tanah tersebut. Air akan melimpas di permukaan dan dapat membentuk air larian dengan volume yang besar dan banjir. Akibatnya tentu adalah matinya sungai-sungai bawah tanah, matinya mata air di kawasan karst, serta potensi bencana banjir pada saat hujan.
Penelitian yang dilakukan oleh Risyanto dkk (2001) meyebutkan dampak negatif terhadap lingkungan akibat penambangan dolomit meliputi perubahan relief, ketidakstabilan lereng, kerusakan tanah, terjadinya perubahan tata air permukaan dan bawah permukaan, hilangnya vegetasi penutup, perubahan flora dan fauna, meningkatnya kadar debu dan kebisingan.
Kawasan karst bukan tidak berarti tidak boleh dimanfaatkan. Namun pemanfaatannya haruslah dilakukan dengan benar dan memperhatikan dengan sungguh-sungguh dampak ekologis yang akan muncul. Pertimbangan keuntungan ekonomi jangka pendek sangatlah tidak berarti jika akan menimbulkan kesengsaraan di masa yang akan datang. Sumberdaya karst dapat disebut sebagai sumberdaya yang tidak terbaharui karena memerlukan waktu hingga jutaan tahun untuk membentuk bentang lahan tersebut. Penetapan kawasan bentang lahan karst sebagai kawasan lindung geologi patut diperhatikan dan diindahkan. Kawasan karst ditetapkan sebagai kawasan lindung geologi melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No. 17 tahun 2012.
Kawasan karst ini merupakan kawasan yang unik dan sangat berbeda dengan ekosistem lainya. Perubahan sekecil apapun akan berdampak pada perubahan fungsi ekosistemnya.  Dampak yang langsung dan nyata tentu akan kembali pada manusia terutama yang bertempat tinggal di kawasan tersebut dan sekitarnya. Matinya sumber air bawah tanah akan dengan segera dirasakan bersamaan dengan hilangnya zona epikarst yang ada. Hilangnya biota goa seperti kelelawar yang mampu meredam hama serangga pertanian akan terjadi sejalan dengan perubahan mikroklimat dalam gua.

Adji, T., N., 2006., Kondisi Darah Tangkapan Sungai Bawah Tanah Karst Gunungsewu dan Kemungkinan Dampak Lingkungannya terhadap Sumberdaya Air (Hidrologis) karena Aktivitas Manusia, Seminar UGK-BP DAS SOP, Fakultas Geografi UGM.
Adji, T. N., Sudarmadji, Woro, S., Hendrayana, H., Hariadi, B., 2006. The Distribution of Flood Hydrograph Recession Constant of Bribin River for Gunungsewu Karst Aquifer Characterization. Gunungsewu-Indonesian Cave and Karst Journal, Vol. 2. No. 2.
Brinkman, R., Garren, S., J., 2011. Karst and Sustainability. Karst Management. DOI : 10.1007/978-94-007-1207-2_16.
Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2012 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst.
Risyanto, Jamulya, Woro., S., Halim, Y., Sriyono, 2001. Identifikasi kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan Bahan Galian Golongan C di Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan dan Kecamatan Penceng Kabupaten Gresik Propinsi Jawa Timur, Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Fakultas Geografi UGM Tahun 2001. Fakultas Geografi UGM.
Soenarto, B., 2002. Penaksiran Debit Daerah Pengaliran Gabungan Sungai Permukaan dan Bawah Permukaan Bribin-Baron Kabupaten Gunungkidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Disertasi. ITB. Bandung.
Suryatmojo, H., 2006. Strategi Pengelolaan Ekosistem Karst di Kabupaten Gunungkidul. Seminar Nasional Strategi Rehabilitasi Kawasan Konservasi di Daerah Padat Penduduk. Fakultas Kehutanan UGM.


http://geo.fis.unesa.ac.id/web/index.php/en/geomorfologi-karst/133-peran-penting-kawasan-karst