April 29th, 2010
Pemahaman yang salah mengenai kawasan karst adalah bencana kekeringan.
Oleh: Abdillah Imron Nasution
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kenampakan di permukaan daerah karst yang menunjukkan daerah kering
kerontang khususnya di Aceh diyakini merupakan salah satu alasan mengapa
kawasan ini dianggap sebelah mata dan tidak layak untuk dilestarikan.
Memang, kenyataan ini sesuai dengan arti istilah kast yang berarti lahan
gersang dan berbatu. Banyak pihak juga menganggap kawasan ini merupakan
kawasan bahan baku tambang saja. Anggapan salah tersebut semakin riskan
oleh ketiadaan data yang sifatnya multisektoral dan kemiskinan
masyarakat kawasan karst di Aceh. Hal ini semakin tidak layak untuk
dibayangkan jika pemanasan global di rata tempat akan menghilangkan
keterdapatan air yang merupakan kebutuhan fisik dan juga spiritual
(berwudhu’) di Aceh.
Sebagai perbandingan, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dalam
hal ini Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan,
sejak tahun 1995 telah melakukan kegiatan pengeboran air tanah dan
penurapan mata air dalam rangka penyediaan air bersih untuk masyarakat
di pedesaan dan daerah sulit air bersih. Dan kebanyakan lokasi-lokasi
tersebut terletak dan merupakan daerah karst, seperti di daerah Jawa
Barat selatan, Gunung Kidul, Wonogiri, Pacitan, Tulungagung, Tuban,
sampai ke Pulau Lombok dan Pulau Timor.
FENOMENA KAWASAN KARST
Karst dan air di masa depan
Dalam nilai strategisnya pada keberadaan air, kawasan karst sangatlah
unik. Dikatakan unik karena kondisi air tanah pada batuan karst sangat
rumit dan khas, tidak bisa disamakan dengan kondisi air tanah pada
batuan antar butir atau celahan. Pada suatu kawasan karst, batu gamping
karst pada umumnya bertindak sebagai akuifer utama yang dialasi oleh
batuan kedap air, sehingga semua hydrolic event seperti imbuhan,
keluaran, dan aliran air tanah akan berlangsung pada batu gamping karst
tersebut dengan karakter yang khas.
Air di kawasan karst bergerak melalui sistem retakan, celahan, gua,
sedangkan di kawasan bukan karst gerakan air tanah mengalir melalui pori
antar butir atau celahan dengan jumlah sangat kecil. Air tanah pada
kawasan karst akan membentuk aliran melalui saluran, medianya akan
bersifat heterogen.
Aliran air tanah akan bergerak lebih cenderung
bersifat turbulen atau berputar. Dengan demikian air yang mengalir
melalui lorong lorong gua dapat dianggap sebagai akuifer utama yang
berbentuk sungai bawah tanah sedangkan yang mengalir melalui celah atau
retakan batuan sebagai cabangnya.
Sebagian kecil air tanah mengalir melalui ruang antar butir atau
retakan sempit dikenal sebagai air perkolasi. Air perkolasi merupakan
aliran difusi yang mengalir lambat dan bertindak sebagai cadangan untuk
mengimbuh pada air tanah yang ada pada akuifer utama terutama pada musim
kemarau. Air perkolasi di kawasan karst bergerak dengan kecepatan
beragam tergantung dan derajat karstifikasi dan jaringan sistem
percelahan yang sudah terjadi. Jaringan ini bisa terbentuk dalam daerah
yang cukup luas.
Keunikan lainnya adalah pada saat musim penghujan kawasan ini
mendapat imbuhan yang mengalir melalui saluran.
Tampungan air ini
dikenal sebagai akuifer epikarstik. Akuifer epikarstik menampung air
hujan yang masuk melalui saluran, sehingga pada saat terjadi hujan lebat
terjadi banjir. Jika akuifer ini tidak bisa menampung lagi air, maka
akan terjadi arus balik yang menyebabkan terjadinya aliran turbulen.
Aliran ini sangat penting di dalam proses pembentukan karst, karena
aliran turbulen tersebut akan melarutkan batuan dan memperbesar lubang
retakan batuan. Akibatnya kemampuan akuifer epikarstik dalam menampung
dan mengalirkan air hujan menjadi semakin lebih besar. Pada musim
kemarau, akuifer epikarsttik mengalirkan air tanah secara perkolasi ke
dalam saluran utama. Pada musim kemarau panjang secara berangsur akuifer
ini menghilang (menjadi kering). Terbentuknya kembali akuifer
memerlukan waktu yang lama dan tidak cukup dengan hujan lebat yang jatuh
seketika akan tetapi memerlukan waktu berbulan bulan.
Di bagian dalam karst terdapat akuifer yang disusun oleh jaringan
celah, retakan, dan gua yang saling berhubungan.
Akuifer ini membentuk
subsistem tersendiri yang memiliki kecepatan aliran lambat atau cepat
tergantung porositas sekunder yang ada. Keberadaan subsistem ini penting
untuk menentukan sifat dan pola aliran air tanah, selain menjadi faktor
penentu sistem hidrolika karst yang heterogen.
Penyelidikan potensi air
tanah pada batuan karst yang paling efektif dilakukan terlebih dahulu
dengan mempelajari keberadaan struktur yang ada pada karst tersebut,
beberapa caranya adalah analisis poto udara untuk mengetahui struktur
yang ada setempat serta citra satelit untuk mengetahui kondisi regional
serta dengan mempelajari gua (speleologi) yang dapat sangat membantu
dalam mengetahui potensi air tanah. Dengan ilmu ini bisa mengetahui
genesa gua, morfologi gua, sedimentasi dalam gua, mineral yang ada
sampai ke biota yang hidup di dalam gua.
PEMAHAMAN YANG SALAH ADALAH BENCANA KEKERINGAN
Pemahaman perilaku air tanah pada suatu kawasan karst, terutama
mengenai keterdapatan, penyebaran, dan pengaliran air tanah, merupakan
dasar pertimbangan bila akan dilakukan perubahan pemanfaatan lahan di
daerah karst, sehingga dapat memperkecil dampak negatif yang akan timbul
terhadap lingkungan terutama pada kondisi air tanah. Upaya-upaya
perlindungan terhadap air tanah pada karst terutama dan kegiatan
penambangan batu gamping, perubahan daerah resapan, pengambilan air
tanah, dan penurapan mata air.
Penambangan batu gamping sebagai bahan baku semen
Rencana penambangan pada batu gamping karst, para ahli tambang harus
mengikuti batasan-batasan pertimbangan hidrogeologis dalam menilai
kelayakan tambang di samping aspek teknis dan ekonomisnya, agar
kelestarian pemanfaatan air tanah tetap dapat berlanjut. Meskipun
kondisi hidrogeologis akan berbeda beda antara satu daerah dengan daerah
lainnya, namun secara umum batasan dan segi hidrogeologis untuk rencana
penambangan dikemukakan seharusnya:
- Daerah penambangan tidak berhubungan langsung dengan proses utama terdapatnya air tanah yang berkembang di daerah karst, seperti menyebabkan berkurangnya imbuhan air tanah, menyebabkan menjadi kecilnya mata air,
- Membatasi penambangan hanya berada pada zona kering diatas zona jenuh air atau di atas zona derajat distribusi aktif porositas karst terhadap air tanah.
- Rancang bangun penambangan dibuat sedemikian rupa sehingga tidak fungsi imbuhan air tanah tidak berkurang,
- Tidak melakukan kegiatan penambanagn path tempat tempat yang berpotensi meresapnya air hujan dan air permukaan, seperti lembah-lembah kering, gua-gua, atau rekahan rekahan utama.
Perubahan daerah resapan air tanah di wilayah karst, terutama terjadi karena dilakukannya penambangan batu gamping yang kurang memperhatikan kondisi hidrogeologi setempat, seperti telah diuraikan di atas. Rekayasa manusia lainnya di antaranya menghilangnya hutan, mendirikan bangunan yang kedap air. Kegiatan tersebut tidak hanya berimbas pada batuan kast itu sendiri akan tetapi juga di daerah sekitarnya yang bisa menambah air di daerah karst, seperti sungai yang berhulu di daerah bukan karst.
Pengambilan air tanah
Seperti diuraikan di atas air tanah pada karst penyebarannya tidak merata di semua tempat akan tetapi hanya akan dijumpai pada batu gamping yang sudah mengalami pembentukkan porositas sekunder. Oleh karenanya air tanah lebih banyak dijumpai berbentuk lorong atau bagian tertentu saja di dalam suatu wilayah. Pengambilan air tanah harus ditempatkan pada daerah yang tepat, misal jangan pada daerah imbuhan air tanah, dan memperhatikan potensi yang ada.
Penurapan mata air
Penurapan mata air pada batuan karst memerlukan teknik tersendiri, sering terjadi mata air malah menjadi menghilang. Air tanah yang mengalir melalui celahan dan pelarutan serta akuifer yang terbentuk bersifat tidak tertekan (unconfined aquifer). Terbentuk mata air akibat adanya kontak antara akufer dengan batuan dasar atau yang bisa disebut mata air kontak (contact spring). Jika pada penurapan dilakukan peninggian tempat, maka air tanah akan mengalir ke daerah lain yang mempunyai tekanan hidrostatikanya lebih kecil, sehingga bukannya air akan bertambah, malah air akan menghilang.
___
DAFTAR PUSTAKA
- Anonymous, Zona Kawasan Karst Kabupaten Wonogiri, Kerjasama antara Bappeda Kab. Wonogiri dan Fak. Geografi UGM, 2002
- Hanang Saniodra, Nilai Strategis Kawasan Karst di Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Publikasi Khusus Nomor 25, Juni 2001.
- Hendri Setiadi, Upaya perlindungan air tanah karst untuk lokasi rencana penambangan batu gamping, Departemen pertambangan dan energi Direktorat jendral Geologi dan Sumber Daya mineral, Direktorat Geologi Tata lingkungan, Bandung 1999.
- Hendri Poloc dkk, Flydrogeology of Selected Karstt region, International Association of hydrogeologists, Volume 13, 1992.
- Mijatovic, B.F., Hydrogeology of Dinaric Karstt, International Association of hydrogeologists, Volume 4, 1984.
- Djaendi, Potensi Air Tanah Dan Geowisata Kawasan Karst, Workshop Nasional Kawasan Karst-Wonogiri. Direktorat Tata Lingkungan Geologi Dan Kawasan Pertambangan Direktorat Jenderal Geologi Dan Sumber Daya Mineral Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral, 2004.
0 komentar:
Posting Komentar