Senin, 06 Oktober 2014
JAKARTA-
Korporatisasi UMKM menjadi Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR) adalah solusi
terhadap kelemahan struktural koperasi, usaha kecil dan mikro untuk
menjadi lembaga pelaku ekonomi yang memiliki posisi yang sejajar dengan
badan-badan usaha lain sesuai dengan strategi pemberdayaan ekonomi
Pancasila. Kesejajaran ini tidak saja karena terstruktur dalam bentuk
badan hukum yang sama yaitu dalam bentuk perseroan terbatas), tetapi
juga memiliki posisi tawar untuk bersinergi dan bekerja sama dengan
Usaha Besar.Hal ini disampaikan oleh pengusaha nasional Tanri Abeng
dalam forum Poppy Dharsono Foundation di Jakarta, Jumat (3/10) lalu.
Menurutnya
BUMR akan memiliki skala ekonomi sesuai prinsip pengelolaan usaha yang
efisien. Produksi disesuaikan dengan kebutuhan pasar atau industri
pengguna bahan baku yang disuplai dari anggota BUMR.
“BUMR
Menjadi organisasi bisnis yang dikelola secara profesional agar memiliki
eksistensi bahkan pertumbuhan yang berkesinambungan. Kehadiran BUMR
merupakan solusi penyediaan bahan baku yang berkualitas bagi industri
besar secara berkesinambungan,” ujarnya.
Mantan
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini menjelaskan Kemitraan
antara BUMR dan Usaha Besar tercipta karena keduanya saling membutuhkan
dan dapat bekerja sama dan berkomunikasi dalam gelombang yang sama.
“BUMR
sektor pertanian dapat mengakses sumber pendanaan inklusif untuk
meningkatkan produktivitas sekaligus ketahanan pangan nasional,”
jelasnya kepada Bergelora.com
Micro enterprises & small holders/producers yang tergolong UMKM, melalui kelompok-kelompok tani atau cooperatives dapat langsung mengakses pasar dan pembiayaan melalui struktur korporasi Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR).
“Dengan
demikian, para pengusaha mikro atau petani akan memperoleh jaminan pasar
dengan harga pasar yang terjadi melalui negosiasi sejajar antara BUMR
dan Industri atau Usaha Besar,” lanjutnya.
Mutual Benefits
BUMR
sebagai korporasi menurut Tanri Abeng, hanya dapat tumbuh dan berkembang
kalau dapat beradaptasi terhadap hukum bisnis yang fundamental. Business starts from market, alias tidak ada pasar tidak ada bisnis.
“Oleh
karena itu maka pendekatan Model BUMR diawali dengan pengelolaan pasar
baik nasional maupun internasional ataupun perdagangan sebagai usaha
besar mengelola pasar yang dinamis. Industri dan atau usaha perdagangan
besarlah yang menentukan jumlah dan kualitas dari supply bahan
baku yang bersumber dari produsen seperti kelompok tani, nelayan,
pengrajin, dan lain-lain, yang dikoordinasikan dalam struktur dan sistem
manajemen BUMR,” jelasnya.
Model ini menurutnya melahirkan mutual benefits antara Industry & Trade dengan BUMR yang mewakili UMKM karena, industri mendapat jaminan supply bahan baku sesuai jumlah dan kualitas yang dibutuhkan.
“BUMR
mendapat jaminan pasar dengan harga yang terjadi secara fair sesuai
dengan perkembangan pasar. Industry atau Trade dan BUMR bersinergi untuk
menciptakan nilai tambah melalui tingkat efisiensi dan produktivitas
yang tinggi, sebagai basis daya saing nasional,” ujarnya.
Tanri
Abeng menjelaskan, praktek monopolistik dari industri sebagai pembeli
tunggal dari ratusan bahkan ribuan usaha mikro dan kecil akan berakhir
dengan hadirnya BUMR yang memiliki daya tawar terhadap industri/pedagang
besar.
“Dengan demikian, monopoly berhadapan dengan monopsony yang
secara logika bisnis akan melahirkan harga yang saling menguntungkan
melalui musyawarah untuk mufakat. Disinilah kembali konsep usaha bersama
dengan asas kekeluargaan sesuai semangat demokrasi ekonomi ala
Pancasila,” tegasnya. (Web Warouw)
http://www.bergelora.com/nasional/ekonomi-indonesia/1328-tanri-abeng-dirikan-badan-usaha-milik-rakyat.html#comments